Borong, Vox NTT- Selama 7 bulan, para guru penerima bos daerah (Bosda) di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menanti pencairan upah mereka.
Para guru penerima Bosda bekerja tanpa upah sejak Juni hingga November 2019.
Pada akhir November 2019, mereka pun akhirnya dipanggil ke tiap ibu kota kecamatan untuk mendapatkan rekomendasi pencairan honor di BRI.
Kabarnya, penerimaan honor tersebut tidak lagi menggunakan nomenklatur Bosda, tetapi tambahan penghasilan (tamsil).
Sebelumnya, jumlah Bosda sebesar Rp 700.000 per bulannya. Saat ini tamsil hanya sebesar Rp 500.000 per bulannya.
Namun penantian panjang selama 7 bulan ini rupanya tidak berbuntut mulus.
Pasalnya, banyak guru penerima Bosda mengeluh dengan upah mereka, yang selain menurun juga karena Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (PK) Matim tidak memberikan honor pada bulan Juni dan Juli tahun 2019.
Ano Mbula, salah satu penerima tamsil yang sebelumnya mendapatkan Bosda mengaku kecewa dengan kebijakan Dinas PK Matim.
Menurut dia, dinas yang sedang dipimpin Basilius Teto itu tidak memberikan honor mereka selama dua bulan, yakni Juni dan Juli.
“Kami hanya terima bulan Agustus sampai Oktober, sementara bulan Juni dan Juli tidak terima,” ujar Ano saat dihubungi VoxNtt.com melalui teleponnya, Sabtu (29/11/2019).
Seorang guru komite di salah satu SMP di Kecamatan Lamba Leda itu juga mempertanyakan alasan Dinas PK Matim mengubah nominasi honor dari Rp 700.000 ke Rp 500.000 di pertengahan tahun anggaran.
Padahal dalam hitungan Ano, honor Rp 700.000 untuk penerima Bosda sudah dianggarkan pada APBD Induk tahun 2019. Itu menunjukkan, pembahasan sudah dilakukan pada akhir tahun 2018 lalu.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas PK Matim Basilius Teto membenarkan bahwa selama dua bulan honor para guru Bosda tidak diterima.
“Jadi begini, ini kan kita bayar sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,” ujar Kadis Teto saat dihubungi VoxNtt.com melalui teleponnya, Sabtu siang.
Ia menjelaskan, awalnya alokasi anggaran dari APBD hanya kepada 928 orang guru.
Namun dalam perjalanan, pihaknya mengakomodir semua guru komite sebanyak 1942 orang.
“Akhirnya mulai Januari sampai Mei kemarin, anggaran yang seharusnya dialokasikan (untuk) 928 (guru) untuk satu tahun, akhirnya diambil untuk bayar mereka hanya 5 bulan, karena totalnya kita naikkan ke 1942,” terang Kadis Teto.
Salanjutnya, jelas dia, lantaran keuangan daerah tidak cukup, maka Dinas PK Matim kemudian menunggu di perubahan anggaran.
Namun hasil perubahan anggaran tidak juga cukup, maka Dinas PK lantas hanya bisa membayar insentif guru selama 5 bulan, dari Agustus sampai Desember 2019.
“Memang saya tahu keluhan teman-teman (gaji) dua bulan ke mana. Artinya begini, kita bersabar saja lah, mudah-mudahan karena dimungkinkan dari aturan, ini kan sebentar lagi Januari 2020. Nah, kita nanti akan bayar, kita nanti begitu. Kita lihat nanti apakah kemampuan keuangan daerah mencukupi,” ujar mantan Kepala Dinas Koperindag Matim itu.
“Misalnya kita bayar pada tahun 2020, bisa 14 bulan to, kan bisa, dimungkinkan itu,” sambung dia.
Teto berharap pula gaji dua bulan yang belum dibayar itu bisa disiasati dari uang komite dan dana bos.
Ia mengaku memang berkeinginan agar insentif untuk para guru bisa diterima semua selama 12 bulan selama tahun 2019. Namun sayangnya, kemampuan keuangan daerah tidak mencukupi.
“Jadi, saya minta teman-teman guru bersabar. Yang pasti saya juga punya perasaan yang sama. Tidak bermaksud menghilangkan dua bulan (gaji guru). Saya tahu mereka sudah bekerja setengah mati, sudah mengajar,” pungkas Teto.
Penulis: Ardy Abba