Jakarta, Vox NTT-Sekretaris Jenderal Partai demokrat, Hinca IP Panjaitan melalui press release yang diterima VoxNtt.com, Senin (02/11/2019) menegaskan, Partai Demokrat menolak dengan tegas rencana pengalihan sistem pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota dari pemilihan langsung (oleh rakyat) ke pemilihan tidak langsung (oleh MPR, DPRD).
Menurut Hinca, pemilihan tidak langsung terhadap pemimpin merupakan bentuk kemuduran demokrasi. Bagi Partai Demokrat, demokrasi adalah jalan terbaik bagi Indonesia.
“Demokrasi Mundur dan Kedaulatan Rakyat Dipasung Jika Rakyat Tidak Lagi Memilih Pemimpin Secara Langsung,” tulis Hinca dalam suratnya.
“Partai Demokrat Pro Demokrasi, Pro Rakyat. Kami meyakini Demokrasi adalah jalan terbaik. Pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung merupakan cara terbaik yang telah dipilih rakyat untuk membangun Indonesia yang lebih baik,” tutur Hinca.
Dia menambahkan, Partai Demokrat berikrar untuk selalu setia, menghormati dan membela kedaulatan rakyat.
Ia juga menegaskan, hak-hak kedaulatan rakyat bukanlah pemberian negara yang bisa sewaktu-waktu dicabut oleh suatu pemerintahan. Hak-hak rakyat yang telah diakui dan dijamin konstitusi, terang dia, justru menimbulkan kewajiban pada negara untuk melindungi dan memenuhinya.
“Kita semua adalah pelaku dan saksi sejarah bahwa selama satu dekade (2004-2014), capaian ekonomi dan kesejahteraan rakyat dapat diraih seiring dengan kemajuan demokrasi yang disertai stabilitas politik dan keamanan. Kemunduran ekonomi dalam satu masa tidak boleh menjadikan demokrasi sebagai “biang keladi” serta alasan merampas hak rakyat untuk memilih secara langsung para pemimpinnya,” tandas Hinca.
Berdasarkan hal itu kata Hinca, Partai Demokrat menyatakan:.
Pertama, menolak pemilihan presiden oleh MPR karena hal tersebut merupakan pengkhianatan terhadap kehendak rakyat yang ingin memilih langsung Presidennya. Pemilihan Presiden oleh MPR jelas merupakan kemunduran demokrasi dan melukai serta menyakiti rakyat. Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat itu adalah konsensus bangsa untuk tidak mengulangi lagi sejarah kelam kehidupan bangsa dan negara di masa lalu.
Kedua, menolak pemilihan kepala daerah (Pilkada) baik pemilihan Gubernur/Bupati dan walikota secara tidak langsung atau dipilih oleh DPRD karena masyarakat di daerah juga memiliki hak untuk memilih secara langsung pemimpin di daerahnya serta menentukan dan merencanakan masa depan daerahnya.
Ketiga, menolak perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 (tiga) periode. Belajar dari pengalaman sejarah bangsa kita, dua kali masa jabatan presiden adalah yang paling tepat dan dinilai cukup. Hal ini juga berlaku di banyak negara demokrasi lainnya di dunia. Kekuasaan presiden yang terlalu di tangan satu orang cenderung untuk disalahgunakan (abuse of power). JASMERAH: jangan sekali-kali kita melupakan sejarah. (VoN)