Ende, Vox NTT-Kasus kematian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Ende meningkat sepanjang tahun 2019. Tercatat, sebanyak 24 jenazah yang dipulangkan ke Ende.
Jumlah ini menunjukan bahwa Kabupaten Ende masih urutan pertama di NTT dalam kasus kematian TKI. Tak hanya itu, pekerja migran ilegal pun disebut masih tertinggi.
Atas persoalan tersebut, Pelayanan Advokasi untuk Perdamaian dan Keadilan (Padma) Indonesia menilai bahwa pemerintah dan DPRD Ende lalai mengurus tenaga kerja.
Kelalaian kedua lembaga ini pun dibuktikan dengan belum menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Kita mau tanya bahwa di Kabupaten Ende sudah ada Perda atau belum ada. Kalau belum berarti lembaga eksekutif dan legislatif di Ende ini lalai. Lalai dalam urusan kemanusian,” kata Direktur Padma Indonesia Gabriel G. Sola melalui sambungan telepon selulernya, belum lama ini.
Ia menyatakan, kelalaian pemerintah terbukti dengan banyaknya kasus kemanusian di Ende pada setiap tahun. Pemerintah dinilai pasif dan tidak berpihak kepada para tenaga kerja.
“Dan kalau memang lalai maka wajar saja orang pergi secara bebas secara non prosedural dan tidak punya kompetensi,” tutur Gabriel.
Selain itu, Gabriel juga menanyakan peran pemerintah dalam pelayanan sistem Balai Latihan Kerja (BLK) terhadap para calon migran. Kemudian, tentang keberadaan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) Ketenagakerjaan.
Hal tersebut sangat penting terhadap kompetensi dan keterampilan para calon migran serta sistem pendistribusian tenaga kerja yang diterjemahkan dari moratorium Pergub NTT.
“Kalau dilihat bahwa BLK di Ende tidak profesional karena belum sesuai dengan job order dengan negara luar. Kalau ada apakah punya instruktur tetap, punya sertifikasi terhadap calon TKI. Kalau LTSA itu bisa didorong di Maumere, nanti daftar di Ende dan prosesnya di Maumere,” kata dia.
Dengan tidak maksimalnya BLK dan LTSA, jelas Gabriel, juga merupakan kelalaian karena tidak merealisasikan UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Menurutnya, penanganan terhadap para pekerja migran masih dominan diperankan oleh pihak Gereja. Sedangkan, pemerintah dan DPRD Ende, kata dia, masih tertidur lelap.
“Ini bukan bicara komitmen. Kalau komitmen pasti pemerintah bilang kami siap. Tapi kalau pemerintah lalai maka fungsi kontrol itu ada di masyarakat dan pers. Jadi, kalau belum ada Perda tentang itu adalah kelalaian besar itu, fatal itu. Berarti pemda tetap membiarkan warga berangkat secara ilegal,” tutur Gabriel.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba