Betun, Vox NTT- Bupati Malaka Stefanus Bria Seran dan Ketua DPRD Adrianus Bria Seran diduga berada dalam pusaran kasus dugaan korupsi bawang merah.
Hingga kini, sebanyak empat pejabat di Kabupaten Malaka ditahan penyidik Polda NTT, karena diduga terlibat kasus korupsi pengadaan bibit bawang Kabupaten Malaka tahun 2018.
Para pejabat berinisial YKB, MB, AKA, dan KAK, ditahan di Mapolda NTT, Senin, 9 Maret 2020 sore.
Meski bawahannya sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun Bupati SBS memastikan diri tidak terlibat dalam kasus tersebut. Demikian pula Ketua DPRD Malaka Adrianus Bria Seran.
Hal itu ditegaskan Kuasa Hukum Pemkab Malaka Stefanus Matutina kepada VoxNtt.com, Selasa (17/03/2020).
Ia menyatakan, Bupati SBS dan Ketua DPRD Adrianus Bria Seran tidak terlibat dan tidak tersangkut dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bawang merah tahun 2018 di Kabupaten Malaka itu.
Sebelumnya, Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) NTT Alfred Baun menduga ada aktor di balik kasus tersebut.
“Diduga bahwa aktor atas kasus ini adalah Bupati Malaka dan Ketua DPRD Malaka,” kata Alfred Baun dilansir Sepang Indonesia.com.
Matutina sendiri menilai pernyataan Ketua Araksi tersebut merupakan pencemaran nama baik, sekaligus penyebaran berita bohong.
Ia bahkan menilai pernyataan itu tidak berdasarkan fakta. Sebab itu, Matutina berjanji akan mengambil langkah-langkah hukum untuk mengatasi masalah ini.
Menurut dia, akhir-akhir ini pemberitaan media menyangkut Bupati Malaka dan Ketua DPRD seputar kasus itu sangat merugikan dan menyesatkan masyarakat, sehingga perlu diluruskan.
“Pertama -tama, saya mau menanggapi pemberitaan media online tentang keterlibatan Bupati dan Ketua DPRD Malaka dalam kasus bawang merah. Sebagai Kuasa Hukum Pemda Malaka saya mau katakan ada pemberitaan yang mengatakan bahwa ada keterlibatan Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Malaka, bahkan disebutkan dalam pemberitaan itu bahwa keduanya menjadi aktor di balik kasus bawang merah,” tandas Matutina.
Sebagai informasi, kasus dugaan korupsi pengadaan bawang merah ini sudah dilidik Polda NTT sejak setahun lalu.
Pada Desember 2019 lalu baru ada Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) dan pada 21 Januari 2020, Polda NTT menetapkan 9 orang sebagai tersangka.
“Saya sudah pelajari semua dokumen pemeriksaan dan di dalam pemeriksaan saksi dan tersangka tidak ada satu dokumen pemeriksaan, baik saksi dan tersangka yang menyebutkan bahwa Bupati Malaka dan Ketua DPRD Malaka terlibat dalam Kasus dugaan korupsi bawang merah,” ujar Matutina.
Sebagai praktisi hukum, ia mengaku hanya mempercayai informasi dari pihak kepolisian. Sebab, informasi dari kepolisian sebagai aparat penegak hukum (APH) adalah sah dan akurat.
“Kalau Polisi sudah melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus bawang merah itu berarti semua informasi terkait dugaan kasus korupsi itu dari awal hingga penetapan tersangka berarti yang paling akurat itu berasal penyidik dari Polda NTT,” tegas Matutina.
Ia bahkan tak tanggung-tanggung menilai, informasi di luar kepolisian dalam konteks penanganan kasus tersebut merupakan berita sampah.
Dikatakan, Polda NTT sudah menangani kasus itu selama 1 tahun lebih hingga penetapan tersangka.
Data dan kebenaran, termasuk ke mana aliran dana tersebut, menurut Matutina paling akurat ada di penyidik Polda NTT.
“Sehingga Polda NTT menetapkan 9 orang tersangka dan delapan orang di antaranya sudah ditahan,” imbuhnya.
Sebagai penasehat hukum 4 tersangka kasus dugaan korupsi bawang merah di Kabupaten Malaka tahun 2018, ia kembali memastikan Bupati SBS dan Ketua DPRD Adrianus Bria Seran tidak terlibat.
Menurut dia, keempat tersangka tidak pernah menyebutkan adanya keterlibatan Bupati SBS dan Ketua DPRD Adrianus Bria Seran.
“Ini merupakan pencemaran nama baik yang luar biasa dan penyebaran berita hoaks, sehingga bagi siapa saja yang memberi pernyataan yang tidak mendasar akan dilaporkan ke aparat penegak hukum termasuk media dan wartawan yang melakukan penulisan berita tanpa konfirmasi,” tambahnya.
Sementara itu, hingga berita ini dirilis Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) NTT Alfred Baun belum berhasil dikonfirmasi seputar kasus tersebut.
Penulisan: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba