Ruteng, Vox NTT – Agustinus Adil, warga Lendo, Desa Gunung Baru, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur dinilai sukses menjadi petani Porang.
Bagaimana tidak, pria lulusan sekolah dasar itu kini menjadi mentor pelatihan budidaya Porang bagi umat di Paroki Mbata, Kabupaten Manggarai Timur.
Bukan tanpa alasan, dengan bermodal semangat dan kerja keras dia berhasil menanam 1.270.000 pohon Porang di kebun miliknya.
Menurut Agustinus, di tempatnya penghasilan setiap pohon Porang itu kalau sudah usia 2,5 tahun rata-rata 7 Kg.
Sementara Porang yang berusia 3,5 tahun hasilnya rata-rata 11 kg setiap pohon. Sekarang harga Porang mentah Rp 7.500 per kilogram.
“Tapi itu di tempat saya yah, sesuai pengalaman. Saya tidak tahu di tempat lain. Karena kesuburan tanah di setiap tempat itu berbeda-beda,” ungkapnya saat ditemui VoxNtt.com di lokasi pameran dan pentas seni depan Gereja Karedral Ruteng, Rabu (18/03/2020).
“Dengan jumlah itu saya tidak pernah berhenti untuk menanam, karena prinsip saya tidak pernah memikirnya berapa hasilnya, tapi selalu saja berpikir tentang menanam terus menerus,” tambahnya lagi.
Awal Mula Jadi Petani Porang
Agustinus menjelaskan, Porang selama ini tumbuh di hutan. Karena kurangnya pemahaman masyarakat terlebih khusus terkait manfaatnya, sehingga Porang tidak digunakan.
Apalagi, saat itu belum ada orang yang mencari tanaman jenis Porang ini. Sehingga wajar ketika Porang bertumbuh liar di tengah hutan.
Dia menuturkan, pada tahun 2012 lalu bertemu dengan salah seorang pedagang yang mencari umbi Porang.
Kala itu, harganya memang terhitung sangat murah. Para pembeli hanya memberikan harga Rp 500 per kilogram.
Berbeda dengan masyarakat lain, Agustinus satu-satunya masyarakat di kampung itu yang berupaya mencari Porang di tengah hutan, kendati harganya cukup murah.
Dengan bermodalkan semangat dan kerja keras, ia menyusuri hutan untuk mencari Porang.
Hasil penjualannya memang dinilai tak seberapa, namun tak mengurungkan niat Agustinus untuk mengumpulkan Porang.
Karena tak ada masyarakat lain yang berusaha mencari Porang, sehingga ia memilih untuk membudidaya tanaman tersebut.
Ia memindahkan Porang yang tumbuh liar di tengah hutan ke lahan miliknya.
“Awalnya hanya sekadar coba-coba, tapi karena setiap tahun selalu dicari dan harganya perlahan naik, sehingga saya mengambil keputusan untuk fokus budidaya Porang karena saya beranggapan Porang ini akan menjadi komoditi yang menjajikan karena manfaatnya cukup banyak,” ujarnya.
Setelah Agistinus membudidaya Porang selama dua tahun, tujuh warga lain di kampungnya pun mengikuti jejaknya untuk menjadi petani Porang.
Tak hanya sampai di situ, Agustinus juga mengajak 118 anak-anak SD untuk belajar dengannya terkiat tanaman Porang. Itu dilakukan saat anak-anak itu pulang sekolah.
Selain itu, ia juga memberikan motivasi kepada anak-anak tersebut untuk hidup mandiri dan bisa menghasilkan uang sendiri.
“Saya siapkan makanan dan gula-gula untuk mereka. Saya mengajarkan mereka untuk hidup mandiri, tidak hanya meminta uang kepada orangtua. Saya menyarankan mereka untuk mencari umbi Porang di tengah hutan untuk dijual,” katanya.
“Saat itu saya pergi ke Surabaya untuk membeli pakayan anak-anak. Sesampainya di kampung saya menjualnya tapi bukan dengan uang melainkan ditukar dengan Porang. Anak-anak tersebut akhirnya lebih semangat untuk mencari Porang di hutan, tapi saat itu harganya masih Rp 800,” cetusnya lagi.
Seiring perjalanan waktu harga Porang terus meningkat. Perlahan warga lain di kampungnya mulai mengikuti jejaknya untuk membudidaya Porang.
“Setelah saya memberikan motivasi dan mengajarkan masyarakat di kampung tentang cara menanam Porang, sehingga saat ini hampir semua masyarakat di kampung ikut budidaya Porang,” katanya.
Bekerja Sama dengan Pastor Paroki
Sejak tahun 2017, Agustinus menuturkan program budidaya Porang ini mendapatkan respon positif dari Pastor Paroki Mbata.
Sehinga ia dan Pastor Paroki berjalan keliling untuk memberikan motivasi dan pencerahan kepada masyarakat lain tentang manfaat dan peluang ekonomi dari tanaman Porang.
Dengan dukungan Pastor Paroki, ia bisa mempengaruhi masyarakat untuk keluar dari pola pikir lama.
Masyarakat sekarang sudah berani menjemput peluang yang ada dan yang pasti sangat mengutungkan dibandingkan tanaman lainnya.
“Saya menilai, kahadiran Pastor ini seperti membawa terang untuk umat di Paroki Mbata. Karena selain bertugas untuk memberikan pelayanan gereja seperti liturgi dan penguatan iman, di samping itu ia juga sangat memperhatikan ekonomi umat di parokinya,” ujarnya.
Pastor Paroki Mbata, Bernadus Palus mengaku pelayanan pastoral gereja tidak hanya bergerak di liturgi atau altar, namun harus memikirkan aspek kehidupan manusia termasuk ekonomi.
“Karena pertimbangan saya, bagimana dia mengimani sementara masih lapar,” ungkap mantan Sekjen PMKRI Cabang Ruteng itu.
Sebab itu, untuk meningkatkan ekonomi umat di parokinya, Pastor yang akrab disapa Romo Bernad itu memilih untuk mendorong memberikan motivasi untuk budidaya tanaman Porang.
“Saya melihat bahwa Porang ini menjadi komoditi andalan karena dari segi perawatan sangat mudah. Selain itu proses untuk menjadi uangnya juga tidak membutuhkan waktu yang cukup lama,” ujarnya.
Alhasil, umat menanggapi ini secara posistif. Terbukti hampir semua umat di paroki itu sudah membudidaya Porang, kendati sempat ada penolakan.
Namun, setelah melakukan pendekatan dan member pemahaman kepada, akhirnya umat di Paroki Mbata begitu antusias menyukseskan program ini.
Rata-rata per orang itu menanam 10.000 pohon Porang, bahkan ada yang sampai jutaan pohon.
Menurut Pastor Bernad, hingga sekarang sebanyak 13.700 orang umat Paroki Mbata telah dilatih untuk budidaya Porang. Rata-rata 10.000 pohon setiap orang.
Selain melatih umat di paroki Mbata, Pastor Bernad dan Agustinus Adil juga melatih 800 orang umat di paroki lain.
“Pola pelayanan kita, seperti untuk perayaan sakramen ekaristi sambut baru selain pembinaan iman disamping itu saya juga membina anak untuk bisa mandiri,” terang Pastor Bernad.
“Mewajibkan anak yang hendak menerima komuni pertama untuk menanam 1.000 pohon porang. Dan rata-rata penghasilan mereka Rp 15.000.000 setiap kali panen,” sambung dia.
Ia mengaku uang hasil penjualan Porang tersebut, kemudian dimasukan atau ditabung ke rekening bank dari setiap anak.
Pastor Bernad mengungkapkan, untuk sementara belum ada perhatian pemerintah terkait budidaya Porang di Paroki Mbata.
“Karena dalam perjumpaan saya selama ini dengan pemerintah belum ada tanggapan timbal balik atau respon baik untuk mendukung program ini,” ungkapnya.
Tapi akhir-akhir ini, kata dia, karena Porang ini semakin ramai sehingga ada respon baik dari pemerintah.
“Tadi malam saya sudah telefon dengan Ketua DPRD Manggarai Timur untuk komunikasi tentang kerja sama budidaya Porang ini,” terang Pastor Bernad.
“Saya pikir ini saatnya kita untuk bangkit dari kemiskinan. Karena prospek Porang ini sangat bagus. Beberapa investor sudah menjalin kerja sama dengan Paroki Mbata, ada dari China, Jepang, Amerika, Prancis,” sambungnya.
Agustinus akan Dikirim ke Jepang
Karena dinilai sukses menjadi petani Porang, sehingga Pastor Paroki Mbata dan atas rekomendasi dari Keuskupan Ruteng akan mengirim Agustinus Adil untuk mengikuti pelatihan di Jepang.
Hal itu dilakukan atas hasil kerja sama dengan perusahaan Asian Rural Institute (ARI) Jepang.
“Dalam waktu dekat saya akan mengikuti pelatihan di Jepang. Saya mau pelajari lebih dalam tentang Porang dalam belajar bagaimana cara supaya Porang ini bisa dipanen dalam jangaka waktu enam bulan saja,” katanya.
“Tapi saya ke sana bukan hanya untuk kepentingan pribadi saya. Kalau pulang nanti saya akan bagikan semua ilmunya kepada orang yang membutuhkannya,” tutup Agustinus.
Untuk diketahui, Porang atau dikenal juga dengan nama iles-iles merupakan tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus muelleri.
Manfaat porang ini banyak digunakan untuk bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, selain juga untuk pembuatan lem dan “jelly”.
Umbi porang banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung, Glucomannan merupakan serat alami yang larut dalam air biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai emulsifier dan pengental,
Seperti dilansir dari laman resmi Kementerian Pertanian, Porang juga bahkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan lem ramah lingkungan dan pembuatan komponen pesawat terbang.
Porang adalah tanaman yang toleran dengan naungan hingga 60%. Porang dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja di ketinggian 0 sampai 700 mdpl.
Bahkan, sifat tanaman tersebut dapat memungkinkan dibudidayakan di lahan hutan di bawah naungan tegakan tanaman lain.
Untuk bibitnya biasa digunakan dari potongan umbi batang maupun umbinya yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) yang ditanam secara langsung.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba