Kupang, Vox NTT-Kadis Perhubungan NTT, Isyak Nuka menanggapi keluhan para sopir dan pengusaha jasa angkutan yang mengeluhkan ketidakpastian aturan di beberapa daerah di NTT.
Keluhan itu sebelumnya disampaikan Kun Dey, pengusaha jasa angkutan logistik dan sembako asal Ngada yang merasa dipersulit untuk melewati posko Covid-19 antar daerah di Flores.
Para sopir, seperti diakui Kun, harus membayar biaya rapid test sebesar Rp.600.000 agar bisa lewat.
Selain itu mereka juga mendapatkan perlakuan yang tidak seragam seperti yang terjadi di Manggarai Timur dan Ngada.
BACA JUGA: Jasa Angkutan di Flores Bingung: Rapid Test Mahal Hingga Perbedaan Aturan Daerah
Di Manggarai Timur, petugas Covid-19 menyuruh sopir kembali ke Ruteng untuk mengikuti rapid test. Setelah mendapatkan hasil non reaktif, setibanya di Ngada, petugas posko malah melarang sopir melintas dengan dalih ‘pulang dari zona merah’ (Bali).
“Coba bayangkan, hasil rapid test sudah nonreaktif di Manggarai, tapi di Ngada, kami dilarang melintas. Kalau Pemda bisa duduk bersama dan tidak ego dengan daerahnya sendiri, pasti distribusi logistik berjalan lancar,” pungkasnya.
“Kalau dipersulit seperti ini, bagaimana kami bisa antar beras dari kampung untuk keluarga yang masih nganggur dan bertahan di Bali dan NTB,” sambung Kun.
Menanggapi masalah tersebut, Kadis Isyak menegaskan, terkait persoalan itu sudah diantisipasi Pemprov NTT dalam surat bernomor Dishub.550/551.700/272/V/20 perihal Penegasan Larangan Penutupan Pintu-Pintu Perbatasan Wilayah Administrasi.
Pada point pertama surat yang sifatnya penting dan segera tersebut, ditegaskan bahwa “Tidak diperkenankan menutup pintu-pintu perbatasan wilayah administrasi karena propinsi NTT belum menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pada point keempat, ditegaskan bahwa “Operasional saran angkutan jalan baik kendaraan angkutan umum maupun pribadi tetap berjalan seperti biasa dengan tetap berpedoman pada kebijakan social and physical distancing serta protokol kesehatan”
“Kami sudah merespon melalui surat kami kepada para Kepala Dinas Perhubungan se-NTT,” tegas Kadis Isyak.
Sementara tentang ketentuan rapid test, dijelaskan, itu sesuai ketentuan SE nomor 4 tahun 2020. Namun menurut Isyak, para bupati se-NTT khususnya di daratan Flores, dapat menyepakati bersama terkait transportasi pengangkutan logistik dan kegiatan emergency seperti ambulans yang membawa orang sakit.
“Para bupati harus sepakat, apakah perlu rapid tes atau cukup dengan Surat Keterangan Sehat yang dikeluarkan Rumah Sakit Pemerintah,” imbaunya.
Kerja Sama Antar Daerah
Menanggapi persoalan tersebut, Boni Jebarus, sekretaris Komisi IV DPRD Propinsi NTT yang membidangi masalah Perhubungan menegaskan, kerja sama dan kordinasi antar berbagai sektor mesti dilakukan secara cepat bila perlu dilakukan melalui jalur informal seperti melalui sambungan telpon.
“Tidak boleh tutup jalan. Bahwa penanganan Covid-19 dengan standar penuh memang itu kewajiban Pemda dan pemdes. Tapi tidak boleh tutup jalan. Silakan penanganan secara ketat, dan itu kita apresiasi,” ungkapnya.
Ia juga meminta tim Gugus Covid-19 di setiap daerah untuk tidak mengedepankan ego sektoral.
“Jangan ego sektoral apalagi ada bumbu pencitraan yang tdak manusiawi,” ungkap Bonjer.
Menurut Boni, masalah ini sebelumnya telah diantisipasi dalam rapat Komisi bersama Dinas Perhubungan NTT beberapa waktu lalu.
Hasil rapat tersebut menurut Boni salah satunya terkait kesepakatan agar kendaraan pengangkut logistik tidak boleh ditahan dan dikarantina oleh pos apapun dan di mana pun di wilayah NTT.
Penulis: Irvan K