Borong, Vox NTT-Hanya orang kuat dan tulus yang mampu merawat penderita gangguan jiwa. Salah satunya sosok Ester Deke.
Ene Ester demikian ia disapa, tinggal di Kampung Mok, Desa Mbengan, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Flores-Provinsi NTT.
Garis-garis halus dan berkerut tergambar dari parasnya. Ia memang sudah berusia 74 tahun. Sudah lebih dari setengah abad lamanya.
Sejak kepergian sang suami Marselinus Nggeza pada tahun 1982 silam, Ene Ester hidup menjanda. Kini, hari-harinya hanya ditemani putra bungsu. Namanya Anus.
Selain Anus, ia juga ditemani putra keduanya Frans Kari. Namun, naas menimpa Frans.
Akibat Skizofrenia yang dideritanya, ia pun harus meringkuk terpasung tak berdaya di gubuk kecil samping rumahnya, selama 20 tahun.
Ia mengalami masa-masa sulit itu, sejak usianya baru menginjak 18 tahun hingga kini sudah 48 tahun umurnya.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kesehatan jiwa kronis yang mengancam banyak orang. Penyakit ini muncul akibat adanya ketidakseimbangan kadar dopamin dan serotonin dalam otak.
Saat otak terganggu, berbagai gejala seperti delusi, halusinasi, cara bicara dan perilaku yang tidak teratur akan bermunculan.
Frans konon tumbuh sebagai remaja yang baik hati. Apalagi ia pernah mengenyam pendidikan menengah pertama di salah satu susteran yang berada di Kota Ende.
Namun, entah apa penyebabnya Frans kala itu, justru tumbuh menjadi remaja yang galak dan menakutkan bagi keluarga dan warga kampungnya.
Saat dikunjungi Anggota DPRD Matim Gorgonius Bajang, Ketua DPC PDIP Matim Marselis Sarimin, Hironimus Agas, KKI Matim, juga Kepala Desa Mbengan Yohanes Tobi, Kamis (28/05/2020) lalu, ia tampak geram. Rupanya ia tak suka dengan kebisingan, juga keramaian.
Baca: PDIP Matim Peduli ODGJ, Begini Kisah Warga yang Dipasung 29 Tahun
Ia bahkan melempar dengan benda-benda yang ada di sekitarnya. Hal ini pun membuat VoxNtt.com, kesulitan untuk melihat sosok Frans dari dekat.
Ketulusan Ene Ester
Pasung adalah jalan terakhir yang dipilih oleh keluarga Ester. Meski kadang dianggap tidak manusiawi, namun tak ada pilihan lain bagi mereka.
Apalagi Frans kala itu menunjukkan gelagat yang aneh dan menakutkan bagi warga kampung. Hal itu pun membuat Frans terpaksa dipasung di sebuah pondok yang ada di samping rumahnya.
“Ia sering ribut di rumah. Terus kadang dia omong sendiri. Marah-marah dengan orang juga,” kisah Ene Ester.
Baca Juga: Hidup Sebatang Kara, Petronela Luput dari Perhatian Pemerintah
Dari penuturan warga setempat, Frans bahkan pernah menikam salah satu warga di kampung itu tepat di bagian paha.
Kendati demikian, Ene Ester begitu tabah untuk merawat putranya itu. Memberinya makan, minum, bahkan kebutuhan lainnya ia lakukan dengan tulus hati.
Frans memang memiliki masa lalu yang kelam, namun ia adalah darah dagingnya. Terembrio dari rahimnya. Hingga terlahir ke dunia sebagai manusia yang serupa dengan ciptaannya.
Atas aslasan itulah, Ene Ester tetap setia menemani putranya sampai kapan pun. Sesungguhnya cinta dan kasih yang menjadi kekuatannya.
“Bagaimana pun kondisinya saya selalu setia menjaga dan merawatnya,” ucapnya pelan.
Ia tak ingin peristiwa serupa dialami keluarganya seperti pada 32 tahun silam. Anak kehilangan ayah, istri kehilangan suami. Bahtera rumah tangga hancur. Hanya air mata yang mampu mengungkapkan semuanya.
Baca: Anas Undik, Janda yang Bertahan Hidup di Tengah Gempuran Kemiskinan
“Terima kasih pa Marselis dan bapak semua yang sudah kasih saya sumbangan. Terima kasih,” ucapnya.
Baru Sekali Dapat Bantuan
Ene Ester memiliki 8 orang buah hati. Namun, 6 di antaranya sudah berkeluarga dan tinggal di tempat yang jauh. Anus dan sang istri yang menemani sang ibunda dan kakak.
“Sejak tahun 1982 saya tidak pernah dapat bantuan baru kali ini saya dapat karena virus ini,” keluh Ene Ester di hadapan Yohanes Tobi, Marselis Sarimin, Gorgonius Bajang.
“Pa Kades tolong ya perhatikan ini. Beri bantuan untuk ibu ini,” ucap Gorgonius kepada Yohenes.
Yohanes mengaku Ene Ester dan keluarga sudah diakomodasi menjadi salah satu penerima bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa.
Baca: Kisah Haru Lansia Penerima BLT di Matim: Tak Pernah Terima Bantuan, hingga Alami Penyakit Kronis
“Sudah pa saya sudah masuk mereka menjadi salah satu penerima BLT kemarin. Ene Ester tolong belanja juga untuk obat dan keperluan Frans,” sahut sang Kades.
Saat ini tutur Kades Jobis, dari beberapa penderita ODGJ yang ada di desa itu, 3 di antaranya tengah dipasung. Ia pun berucap ke depan bila regulasi memungkinkan para ODGJ akan diperhatikan dan intervensi melalui Dana Desa.
Saat kunjungan itu Marselis juga berharap pemerintah bisa memperhatikan para penderita gangguan jiwa di kabupaten itu.
Pernah Dikunjungi KKI
Frans pernah dikunjungi oleh Kelompok Kasih Insanis (KKI) beberapa waktu lalu. “Dulu dengan pater Aven datang kunjung dia. Datang kasih obat untuk Frans,” kisah ketua KKI Manggarai Timur Markus Makur.
Saat kunjungan itu, ia tampak agresif. Hal itu membuat mereka kesulitan untuk mendekati Frans.
Baca: Nasib Nenek Lusia dalam Pusaran Misi Kemanusian Arsy
Tak hanya Frans, Pastor Aven Saur, SVD penggagas dan pendiri KKI juga sudah mengunjungi beberapa ODGJ di desa itu. Kata Markus, bila rutin minum obat, maka para penderita ODGJ bisa disembuhkan.
“Maka peran dari pemerintah sangat dibutuhkan. Mereka kalau rutin minum obat pasti bisa sembuh. Tetapi karena keterbatasan ekonomi keluarga penderita yang membuat mereka kadang susah untuk disembuhkan,” ucap wartawan Kompas. com dan The Jakarta Post itu.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba