Oleh: Fridolinus Moruk
Perkenalkan nama lengkap saya, Fridolinus Moruk. Nama itu diberikan oleh kakak sepupu saya, ketika saya lahir di Maubesi (TTU) tanggal 4 Juli 1991, 29 tahun silam.
Di Vox, saya biasa memakai nama Frido Umrisu Raebesi. Dua nama belakang itu adalah nama suku dari ibu saya (Umrisu) dan Raebesi adalah nama suku bapak saya.
***
Sebelum menjadi wartawan, saya sudah sering membaca VoxNtt.com untuk mencari dan memahami isu aktual dan faktual di provinsi NTT.
Ketertarikan saya dengan media terutama karena menyajikan pemberitaan yang lugas, kritis menelaah isu, serta sikap media yang berani berlawanan arus jika memang itu dilandasi kebenaran. Bagi saya media ini, bisa dijadikan media alternatif di tengah menjamurnya media online yang kadang hanya mengejar rating.
Selain itu, di VoxNtt.com, pembaca juga dapat mendapatkan perspektif baru dalam melihat suatu peristiwa lewat artikel-opini yang ditulis oleh orang-orang yang berkompeten serta progresif pemikirannya.
Saya sendiri sudah sering menulis seputar kabupaten Malaka di blog milik saya. Gaya tulisan di blog tersebut saya poles dalam bentuk berita maupun opini.
Selain sebagai hobi, bagi saya menulis juga bisa menjadi media perubahan sosial, apalagi mengingat kabupaten Malaka yang usianya baru seumur jagung dan tentu butuh banyak pembenahan.
Setiap kali tulisan-tulisan tersebut saya posting, kebanggaan terbesarnya ketika mendapat banyak pembaca serta berbagai respon yang muncul. Semangat menulis pun makin bertambah, seiring bertambah viralnya tulisan di blog saya.
Masuk Keluarga Besar VoxNtt.com
Karena aktif menulis, hampir setiap hari saya bergaul dengan rekan jurnalis di Malaka, meski sekadar berkumpul lalu mendiskusikan dunia jurnalistik, ditemani kopi hangat di sudut – sudut kota Betun.
Di komunitas dadakan itu, ada teman SMA saya saat di Seminari Lalian, Atambua. Kebetulan dia Jurnalis TVRI kabupaten Malaka. Namanya Yosman Seran, mantan frater SVD.
Yos, demikian disapa, kemudian menawarkan saya untuk bergabung di media online VoxNtt.com. Menurut dia, orang seperti saya sangat cocok kalau bergabung dengan Vox yang di dalamnya dimotori orang-orang muda NTT.
Saya tentunya bangga dengan tawaran tersebut, apalagi mengingat VoxNtt.com sebagai salah satu media dengan pembaca terbanyak di NTT. Namun mungkinkah saya bisa diterima di sana?
Beberapa waktu sebelumnya, Yos ternyata sudah dihubungi redaksi Vox untuk mencari kontributor di Malaka. Syaratnya menurut dia tidak sulit. Cukup punya idealisme, kemauan belajar dan siap dibentuk.
Tawaran dari Yosman itu langsung saya terima. Oleh Yosman, nomor telepon seluler saya diberikan ke redaksi VoxNtt.
Dua hari kemudian, Irvan Kurniawan, Pimred VoxNtt menelpon. Singkat cerita, kesepakatan pun terjadi, saya diterima menjadi kontributor VoxNtt.com Malaka.
Oleh Irvan Kurniawan, saya ditugaskan untuk mengirimkan berita percobaan. Kebetulan saat itu, ada satu tulisan menarik yang tersimpan di file handphone saya. Tulisan feature yang menceritakan tentang mantan pejuang Merah Putih di Timor Timur, yang kini hidupnya jauh dari perhatian pemerintah setempat. Nama pejuang itu Miguel.
Miguel, Pejuang NKRI di Timor Leste yang Hidup di Gubuk Reyot dan Tak Punya Tanah
Tanpa menunggu lama, tulisan dan dokumentasi berupa foto saya kirimkan ke bang Irvan, via WhatsApp. Beberapa menit kemudian, Irvan menelpon saya. Kata dia, tulisan saya itu sudah mendekati sempurna alias bagus. Sebuah pujian yang memberikan semangat.
Saat itu pula tulisan saya untuk pertama kalinya dipublikasikan di VoxNtt.com dengan judul “Miguel Pejuang NKRI di Timor Leste yang Hidup di Gubuk Reyot dan Tidak Punya Tanah “.
Sejak diterbitkannya tulisan itu hingga detik ini, ulasan tentang kesulitan hidup mantan Pejuang Merah Putih itu berhasil menyedot 9.488 pembaca.
Mulai saat itu, Miguel juga mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah. Tak hanya itu, banyak donatur datang membantu dengan memberikan bantuan Sembako, uang tunai dan material bangunan untuk merapikan gubuknya yang reyot.
Mulai Dikenal Publik
Sejak berita tentang Miguel itu viral di medai sosial, perlahan saya dikenal publik Malaka dan NTT umumnya. Sejak saat itu pula, saya makin semangat menulis, meliput dan mewartakan berbagai masalah di kabupaten Malaka. Mulai dari kasus dugaan korupsi, sampah yang tidak terurus, ketimpangan ekonomi, hingga budaya khas Malaka dan liputan kepemerintahan.
Karena aktif mewartakan tentang Malaka, akhirnya banyak orang mencari tahu tentang saya. Hampir setiap hari, banyak nomor baru menelpon dan berusaha untuk mengenal lebih dekat dengan saya. Mereka datang dari kalangan ASN di Pemkab Malaka, politisi partai politik, para anggota DPRD, TNI – Polri dan yang tidak kalah jumlahnya adalah masyarakat yang merasa belum tersentuh kebijakan pemerintah.
Singkat cerita saya terkenal di berbagai kalangan masyarakat. Jujur, karena banyak dikenal orang, membuat saya tidak nyaman. Alasan sederhananya adalah, hampir tiap hari handphone saya berdering terus. Hal ini membuat saya tidak nyaman. Hehehe…
Selain itu, saya pun menyadari bahwa menjadi seorang wartawan bukan sekadar menulis dan seterusnya tulisan itu menjadi urusan redaksi, tetapi juga memikul tanggung jawab sosial yang sangat besar.
Tanggung jawab sosial itu sangat nyata ketika tulisan- tulisan saya menjadi jembatan yang mengadvokasi masalah sosial di Malaka. Karenanya, saya dituntut untuk menyajikan pemberitaan yang faktual, berimbang dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sebagai alat kontrol kekuasaan, tulisan saya juga menjadi corong komunikasi rakyat yang tak mampu bersuara, the voice of voiceless. Tanggung jawab sosial inilah yang menjadi penyemangat sekaligus pemandu bagi saya dalam menyajikan pemberitaan.
Sering dikaitkan Dengan Politik
Kabupaten Malaka adalah daerah otonomi baru di provinsi NTT. Daerah pesisir pantai selatan laut Timor itu, memang kaya akan sumber daya alam, namun karena kabupaten baru, hawa demokrasinya masih terbilang kuno.
Untuk hal itu, saya maklumi. Kabupaten ini baru berdiri sejak tahun 2013 tahun, lepas dari kabupaten Belu.
Tahun 2015, Malaka baru mengadakan pesta demokrasi. Stefanus Bria Seran, Bupati perdana kabupaten Malaka, saat itu bersaing keras mengalahkan tokoh politik senior Belu, almarhum Taolin Ludovikus.
Mantan Kadis Kesehatan Provinsi NTT itu berhasil memukul kalah mantan wakil Bupati Belu itu, lalu dilantik di tahun berikutnya menjadi Bupati Malaka, tepatnya tanggal 21 Februari 2016.
4 tahun berlalu, kini tiba saatnya kabupaten Malaka untuk kedua kalinya akan memilih bupati dan wakil bupati baru di bulan Desember nanti.
Bupati Stef, ikut lagi sebagai incumbent untuk Pilkada Malaka tahun ini. Dia berpasangan dengan mantan anggota DPRD kabupaten Malaka, Wandelinus Taolin.
Sedangkan di kubu penantang, untuk sementara ada Paslon pendatang baru yakni Simon Nahak dan Kim Taolin. Pasangan bakal calon Bupati dan wakil Bupati Malaka dengan tagline SAKTI itu, mengaku siap meruntuhkan rezim Stefanus di Malaka.
Tensi politik pastinya panas. Kedua kubu bersama tim suksesnya mulai berkampanye. Banyak ise yang dimainkan untuk mempengaruhi pemilih. Saling serang di media sosial tidak bisa terbendung. Kadang saya juga ikut nimbrung, sekadar buat lucu – lucu.
Tapi hal yang paling berat bagi saya adalah ketika saya menulis tentang politik. Misalnya, saya menulis tentang program dari Stefanus Bria Seran. Setelah berita itu terbit, saya secara pribadi malah menerima cacian dan hujatan di group Facebook politik yang ada di Malaka.
Beragam cacian saya terima. Ada yang bilang, saya wartawan penjilat, wartawan muka duitan, wartawan kapitalis dan tidak jarang akun palsu memaki tanpa ada beban dosa. hehehehe…
Lucunya lagi, ketika giliran saya menulis tentang program yang ditawarkan pihak penantang, sebut saja dari paket SAKTI, giliran saya dihujat pihak sebelah.
Katanya, wartawan kutu loncat, wartawan pengkhianat. Bahkan tidak jarang saya diancam oleh orang yang tidak dikenal.
Tapi semua itu saya nikmati saja, seiring berjalannya waktu. Bagi saya, wartawan tugasnya mewartakan. Prinsip saya adalah kode etik jurnalistik. Artinya, apa yang saya lihat, apa yang saya tahu, entah baik atau buruk pasti saya tulis, jika itu memenuhi standar jurnalistik.
Tetap Independen
Selama kurang lebih satu tahun menjadi wartawan di media online VoxNtt, pimpinan Vox, bang Pius Rengka, selalu menekankan prinsip independen kepada saya.
Independesi tetap menjadi semangat untuk terus menulis tentang kabupaten Malaka. Karena semangat itulah, VoxNtt.com tetap menjadi media terpercaya, terupdate dan terlaris di berbagai kalangan masyarakat kabupaten Malaka.
Akhir kisah, saya berterima kasih untuk seluruh redaktur di VoxNtt, terutama abang Irvan Kurniawan, Om Ardy Abba yang sering mengedit berita saya dan om Boni yang sering mengoreksi tulisan saya.
Tidak lupa pula saya berterima kasih kepada semua crew VoxNtt.com yang sudah menganggap saya seperti keluarga sendiri. *