Ruteng, Vox NTT-Kelompok Diaspora Manggarai Raya meminta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk tidak memberi izin atau rekomendasi terhadap pendirian pabrik semen di Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), NTT.
Permintaan tersebut disampaikan melalui surat yang ditandatangani Koordinator Kelompok Diaspora Manggarai Raya, Flory Santosa Nggagur.
Flory dalam suratnya mengaku keberatan atas rencana pembangunan pabrik semen di Luwuk. Sebab itu, ia meminta Menteri Agus untuk tidak memberikan izin atau rekomendasi atas rencana pembangunan pabrik semen tersebut.
Ia juga meminta Menteri Agus untuk tidak memberikan izin atau rekomendasi atas rencana penambangan batu gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda.
Desakan tersebut juga menyusul adanya izin eksplorasi tambang batu gamping yang sudah dikeluarkan oleh Pemprov NTT untuk PT Istindo Mitra Manggarai.
“Dan informasi yang kami peroleh bahwa rencana pembangunan pabrik semen akan dilakukan oleh PT Singa Merah NTT,” kata Flory dalam surat tersebut, sebagaimana dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (30/09/2020).
Alasan
Dalam suratnya pula, Flory membeberkan sejumlah alasan penolakan terhadap kehadiran tambang batu gamping dan pabrik semen di Desa Satar Punda tersebut.
Pertama, kata dia, pembangunan pabrik semen tidak urgen. Secara nasional terjadi kelebihan kapasitas produksi yang signifikan sejak tahun 2016.
Per posisi akhir tahun 2018 terjadi kelebihan kapasitas produksi sebesar 36,7%, di mana jumlah kapasitas produksi terpasang sebesar 109,9 juta ton. Sedangkan jumlah konsumsi domestik hanya 69,5 juta ton.
Baca Juga: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
Kondisi ini bahkan akan terus berlanjut apalagi setelah terjadinya kontraksi ekonomi sebagai dampak dari adanya pandemi Covid-19.
Selain kelebihan kapasitas, terjadi persaingan ketat para pelaku usaha bahkan cenderung terjadi persaingan yang tidak sehat.
Pertumbuhan pelaku usaha atau produsen semen di Indonesia sangat signifikan, di mana pada tahun 2015 hanya ada 7 produsen semen dan pada tahun 2020 sudah menjadi 19 produsen semen.
Baca Juga: “Bagaimana pun Bentuknya, Saya Punya Tanah Tidak Boleh Diganggu”
Menurut Flory, persaingan yang ketat ini bahkan menimbulkan terjadinya persaingan yang tidak sehat. Ada indikasi sebagian pelaku usaha menerapkan predatory pricing kondisi ini, di mana akan merugikan pelaku usaha dalam negeri (BUMN).
“Karena mereka berpotensi kalah bersaing di pasar domestik (BUMN),” imbuhnya.
Ia menambahkan, pertumbuhan demand saat ini tidak signifikan. Pada tahun 2019 pertumbuhan penjualan semen dalam negeri hanya sebesar 1,2% dan pada saat yang sama pertumbuhan kapasitas produksi sebesar 4,27%.
Baca Juga: Warga Luwuk: Manusia Saja yang Berkembang, Tanah Tidak
Kondisi ini menyebabkan jurang antara kapasitas terpasang dengan konsumsi menjadi semakin lebar.
Dikatakan, pandemi Covid-19 saat ini berdampak pada kontraksi ekonomi yang cukup dalam. Bahkan sudah terjadi pertumbuhan ekonomi negatif.
Hal ini tentu saja berpengaruh pada pertumbuhan demand produk semen dalam beberapa tahun ke depan.
“Bisa dipastikan pertumbuhan demand akan semakin kecil bahkan negatif dan pasar ekspor juga akan sulit ditembus karena dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 ini bersifat global,” sebut Flory.
Baca Juga: Petani di Luwuk: dari Panen Kacang Hijau 18 Juta hingga Kerja Sawah Tiga Kali Per Tahun
Kedua, lanjut dia, pabrik semen Kupang. Kalau Pemda NTT ingin men-supplie semen di seluruh NTT dengan produk semen lokal, maka akan sangat bijak apabila yang dilakukan adalah meningkatkan kapasitas produksi PT Semen Kupang. Ini juga sekaligus membantu PT Semen Kupang yang dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami kesulitan keuangan.
Baca Juga: “Tanah Saya Tidak akan Dikasih ke Perusahaan”
Menurut dia, investor yang ingin membangun pabrik Semen di Manggarai Timur bisa diajak untuk melakukan strategic partner dengan PT Semen Kupang.
Ketiga, polusi udara dan kerusakan lingungan hidup. Bahan baku semen adalah batu gamping yang ditambang secara terbuka (open mining).
Hal ini akan menimbulkan kerusakan lingkungan secara masif dalam coverage area yang luas yaitu lebih dari 500 hektare dan berpotensi terus bertambah seiring dengan pertumbuhan produksi dan life cycle perusahaan.
Flory menegaskan, kerusakan lingkungan ini akan berdampak pada hajat hidup masyarakat sekitar tambang.
Itu terutama dalam hal berkurangnya ketersediaan air bersih maupun untuk mengairi persawahan yang selama ini mengandalkan air dari rawa-rawa di kaki bukit. Sementara daerah tersebut nanti akan dijadikan tambang bahan baku semen dan pabrik semen.
Baca Juga: Mangan yang Mangap
Polusi udara serta kerusakan lingkungan hidup juga akan sangat berpengaruh negatif pada upaya Pemerintah Pusat dalam mengembangkan pariwisata di Pulau Flores sebagai lokomotif pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Ada Lubang Menganga di Satar Punda
Ia mengungkapkan, saat ini Pemerintah Pusat mencanangkan pengembangan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super premium dan membentuk kawasan Pulau Flores sebagai satu kesatuan kawasan pengembangan pariwisata melalui Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores (BOP LBF).
Menurut Flory, keberadaan tambang dan pabrik selain menimbulkan citra buruk dalam konteks konservasi lingkungan. Hal ini juga akan berdampak pada keengganan wisatawan untuk mengunjungi destinasi wisata di sekitar area tambang dan pabrik semen.
Ia menilai komitmen perusahaan terkait reklamasi pasca tambang atau komitmen penambangan berwawasan
lingkungan tidak bisa dipercaya.
Hal tersebut karena banyak bukti lahan bekas tambang yang terbengkelai dan
menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif.
Termasuk di antaranya 736 hektare bekas tambang mangan di sekitar
lokasi rencana tambang batu gamping dan pabrik semen yang dilakukan oleh PT Istindo Mitra Perdana.
Flory menambahkan, perusahaan yang diberikan izin penambangan batu gamping yaitu PT Istindo Mitra Manggarai dimiliki oleh orang yang sama dengan PT Istindo Mitra Perdana.
Sehingga, sebut dia, tidak dapat dipercaya dalam konteks reklamasi bekas tambang.
Kerusakan lingkungan sebagai akibat dari pertambangan akan sangat berpengaruh dan merugikan dalam jangka panjang bagi Pulau Flores yang relatif kecil serta akan memperburuk kondisi yang saat ini sudah mulai tandus dan mengalami musim kering berkepanjangan.
Kempat, merugikan masyarakat terdampak secara ekonomi. Pembangunan pabrik semen mengorbankan tanah produktif warga baik ladang, sawah maupun kebun yang selama ini dan di masa yang akan datang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat lokal.
Di sisi lain para petani dan anak cucunya tidak otomatis dapat menjadi karyawan perusahaan tambang maupun pabrik semen.
Kondisi ini berpotensi menimbulkan terjadinya gejolak sosial di kemudian hari. Itu terutama oleh anak cucu yang tidak memiliki warisan lahan pertanian dan juga uang hasil penjualan lahan sudah habis terpakai oleh orangtua mereka.
Ia juga menilai penggusuran areal pertanian produktif milik masyarakat untuk kepentingan pertambangan dan pembangunan barik juga tidak sejalan dengan UU Pertanian No. 41 tahun 2009 yang memberikan perlindungan terhadap areal pertanian demi tercapainya ketahanan pangan secara nasional.
Dengan mempertimbangkan beberapa alasan di atas, Flory pun memohon agar Kantor BKPM RI tidak menyetujui atau tidak merekomendasikan rencana pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping di Desa Satar Punda.
“Kami akan dengan senang hati untuk menjelaskan dasar penolakan ini langsung kepada Bapak bila diperlukan,” katanya. (VoN)