Kota Kupang, voxntt.com-Dewan Pimpinan Daerah (DPD ) I Partai Golkar Nusa Tenggara Timur (NTT) tetap konsisten mendukung UU Cipta Kerja atau Omnibus Law meski mendapat penolakan dari kalangan buruh dan aktivis Mahasiswa.
Terkait gejolak protes yang terus disuarakan kalangan buruh dan aktivis, Ketua DPD I Partai Golkar NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena di sela perayaan Hari Ulang Tahun Partai Golkar ke-56 pada Selasa 20 Oktober 2020 di Kantor DPD I Golkar mengatakan, terdapat dua soal gejolak protes terhadap UU Omnibus Law.
Dua soal itu sebut Melki yakni berkaitan dengan proses dan subtansi dari UU Cipta Kerja.
“Yang pasti pertemuan dengan serikat buruh itu presiden lakukan dua kali. Menteri perekonomian ketemu tiga kali. Pro kontra itu barang biasa. Diskusi dialog dan perundingan sudah sering dilakukan. Saya di Komisi IX DPR RI sudah terima serikat buruh itu 14 kali untuk berdialog. Bahkan saat aksi mereka beberapa waktu lalu, saya sampai naik mobil komando,” jelasnya.
“Bahwa kemudian hasilnya tidak sempurna seperti yang diprotes buruh, perlu diketahui undang-undang ini dibentuk, tidak bisa memuaskan semua orang,” tambah Melki.
Melki mengklaim bahwa undang-undang cipta kerja ini justru membantu menciptakan iklim usaha yang baik. “Intinya ini pembenahan regulasi izin berusaha. Fraksi Golkar mendukungundang-undang ini, baik dari daerah maupun pusat. Kami akan konsisten,” ,” tandasnya.
Sebagai basis dukugan terhadap Presiden Jokowi, Melki mengajak masyarakat NTT untuk mendukung rencana perubahan yang baik dari Presiden.
“90 % Jokowi menang di NTT, ketika presiden buat perubahan ko banyak yang demo. Kita di NTT ini sebagai basis menjaga kebijakan Pak Jokowi dalam konteks ini meciptakan iklim usaha yang baik. Jangan sampai kita terjebak oleh orang-orang yang memanfaatkan situasi ini. Percayalah, untuk jangka panjang, ini hal yang menguntungkan untuk Indonesia dan juga kita di NTT. Partai Golkar akan berdiri tegak di belakang Pak Jokowi di pusat maupun di daerah,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris DPD Golkar NTT, Ince Sayuna menjelaskan, unjukrasa sebagai sinyal bahwa niat baik pemerintah mendapat penolakan dari masyarakat.
Karena itu saran Ince, bagi masyarakat yang tidak terima silahkan gunakan jalur-jalur konstitusional yang sudah dijamin undang-undang.
“Soal subtansi bisa kita perdebatkan pemerintah. Jika ada hal-hal yang bisa merugikan rakyat, maka bisa dilakukan dengan dua hal, pertama uji materi di MK. Kedua, melakukan perubahan di DPR RI. Sebuah undang-undang itu ketika diberlakukan ada uji publik. Kalau resintensi terus menguat, maka DPR Pusat bisa lakukan perubahan,” kata Ince.
“Sikap kami mendukung omnibus law. Kalau ada resistensi dengan undang-undang itu maka bisa dilakukan dengan dua cara diatas,” ujar Wakil Ketua DPRD NTT itu.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Boni J