Labuan Bajo, Vox NTT-Paroki St. Fransiskus Assisi Tentang dan Desa Pongnarang, Kecamatan Ndoso, Manggarai Barat menyelenggarakan perayaan Hari Pohon Sedunia, Senin, 21 November 2020.
Pastor paroki Tentang, Andre Bisa, OFM, menegaskan, tujuan diadakannya Hari Pohon Sedunia untuk mengingat dan mengohormati jasa dari Julius Sterling Morton, seorang pencinta alam dari Amerika Serikat. Dia lahir pada tanggal 22 April 1832. Morton begitu gigih dalam mengampanyekan gerakan menanam pohon dengan suatu keyakinan mendasar bahwa pohon adalah salah satu organisme ciptaan Tuhan yang sangat berarti bagi manusia bahkan segenap ciptaan lain.
Apa yang diserukan oleh Morton dalam kampanye-kampanyenya mendapat respon luar biasa dari sejumlah besar negara. Dalam perjalanan waktu, kampanye Morton menginsipirasi segenap warga dunia untuk memberi perhatian penuh hormat, takjub dan takzim pada pohon sebagai penyangga kehidupan.
Sebagai upaya nyata untuk merespon penetapan hari pohon sedunia itu, Paroki Tentang membangun koordinasi dengan Kepala Desa Pongnarang untuk mengisinya dengan sejumlah kegiatan teknis dan non teknis. Salah satu di antaranya adalah dengan aksi konservasi.
Hadir dalam kegiatan ini, Pastor Paroki dan Kapelan Paroki Tentang, Kepala Desa Pongnarang beserta jajarannya, Pemangku adat Gendang Purek bersama warga, Ketua Stasi Kalo bersama OMK Stasi, OMK Paroki Tentang, Para Suster Tarekat SFSC, Pemuda Penjaga Penyelamat Kampung, JPIC Keuskupan Ruteng serta keluarga besar SDI Kalo.
Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan antara lain, Ekaristi Ekologis, Animasi Ekologis melalui Talkshow serta konservasi padang Golo Geleng dengan penanaman pohon-pohon lokal seperti: Mani’i, Gayam, Ara, Beringin, Enau dan Sawo.
Andre Bisa, OFM, dalam animasi Ekologis mengawali kegiatan ini memaparkan latar belakang, tujuan serta refleksi terkait upaya nyata kaum beriman dalam merayakan hari pohon sedunia. Menurutnya, melalui aksi hari pohon sedunia, kita bisa merevitalisasi relasi kita sebagai manusia dengan alam sebagaimana terdapat pada agama lokal atau kepercayaan tradisional tertentu dalam interaksi mereka dengan ekosistem hutan.
Dijelaskan Pater Andre, terdapat kearifan kosmologis yang memerlihatkan bahwa hutan dan manusia adalah sebuah untaian proses hidup-menghidupi antara dua komponen sumberdaya yang memberikan arti kehidupan seutuhnya.
Begitu pentingnya fungsi hutan, sehingga masyarakat tradisional sejak dahulu sampai sekarang menjadikan hutan sebagai bagian dari kehidupan.
“Sejak dahulu kala pada saat interaksi antara sumberdaya alam dengan manusia masih bersifat lokal, masyarakat secara mandiri menentukan dan mengatur proses hidup menghidupi antara alam dan manusianya. Hutan dalam arti kata seluruh isinya dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari, demikian pula manusia mengembalikan kepada hutan dan alam apa yang mereka ambil atau peroleh dari padanya sehingga tercipta simbiosis mutualistis,” jelas Andre.
“Salah satu bukti eratnya hubungan sosial-budaya antara manusia dan hutan adalah masih berlangsungnya upacara adat yang berkaitan dengan pelestarian hutan atau masih berlangsungnya upacara mohon turun hujan, atau persembahan setelah panen,” sambungnya.
Perayaan Ekaristi Perayaan Hari Pohon Sedunia ini dipimpin langsung oleh Pastor Andre Bisa, OFM didampingi oleh Pastor Fery Kurniawan, OFM. Nuansa ekologis betul-betul terlihat dalam perayaan liturgis.
Revitalisasi Kearifan Lokal
Hal yang menarik dalam kegiatan tersebut adalah Talkshow betema: Revitalisasi Kearifan Lokal yang dibawakan oleh 4 Narasumber.
Pembicara pertama, Bapak Mikhael Roling [Tua Gendang/tua adat Purek] berbicara tentang Wae Bate Teku & Uma Bate Duat / Air dan Kebun Dalam Kebudayaan Manggarai.
Pembicara kedua, Bapak Anselmus Pangkur [Kepala Desa Pong Narang] berbicara tentang Tata Kelola Hutan Desa.
Pembicara ketiga, P. Fery Kurniawan, OFM [Pastor Kapelan Tentang] berbicara tentang Tanggungjawab Kristiani dalam Menjaga Bumi Rumah Bersama dari Perspektif Biblis.
Dan pembicara keempat, P. Andre Bisa, OFM [Pastor Paroki Tentang] berbicara tentang Ekowisata Berbasis Budaya.
Mikhael Roling, Tua Gendang Purek dalam animasi ekologisnya menerangkan, dalam agama-agama lokal diyakini bahwa Tuhan dan Alam amat bijak dalam menyediakan seluruh kebutuhan hidup manusia mulai dari kebutuhan tempat berlindung bersama keluarganya serta kebutuhan hidup sehari-hari. Pohon tempat bernaung yaitu rumah sedangkan hewan dan tumbuhan lainnya sebagai bahan pemenuhan kehidupan sehari-hari.
“Maka kita bisa memastikan bahwa Pemali sebagai aturan yang dianut dan ditaati oleh masyarakat mengatur hubungan hak dan kewajiban antara manusia dengan manusia dan hutan sehingga segala sesuatunya berjalan dalam suasana keakraban antara alam dan manusianya,” beber Roling.
Menurut dia, apa yang diyakini dalam agama lokal dan kebudayaan orang Manggarai tertuang dalam filosofi sanda lima, yakni mbaru bate kaeng (rumah), natas bate labar (arena berkumpul), wae bate teku (air), uma bate duat (kebun) dan compang bate dari (mesbah).
Anselmus Pangkur, Kades Pongnarang memberi persepektif segar dalam materinya terkait perlindungan hutan dan air serta segala yang terkandung di dalamnya oleh negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
“Secara sederhana, kita perlu menyadari bahwa pohon merupakan tempat berlindung baik untuk manusia, hewan dan tumbuhan lainnya. Maka terjadilah hubungan antara unsur alam yang langsung dan secara terus-menerus dalam proses hidup-menghidupi antara masyarakat dengan hutan,” jelasnya.
Namun kondisi ini, demikian Pangkur, mulai berubah sesuai dengan perkembangan pembangunan dimana interaksi bukan lagi bersifat lokal tetapi sudah banyak intervensi dari manusia berupa eksploitasi yang berlebihan demi pemenuhan kebutuhan ekonomi.
Sebagaimana manusia, hutan pun memiliki keterbatasan daya dukung. Hutan memerlukan sentuhan-sentuhan tertentu berhadapan dengan perkembangan kebutuhan hidup manusia.
“Diperlukan usaha sungguh diantara para pengelola untuk tidak saja melakukan rehabilitasi penanaman pohon kayu tetapi juga rehabilitasi dan konservasi ekosistem. Pada konteks inilah negara hadir,” tegasnya.
Sementara Pastor Fery Kurniawan, dalam sesi talkshow menyampaikan pesan-pesan inspiratif dari sudut pandang biblis terkait relasi tahun yobel dalam Kitab Suci Kristiani dengan kegiatan konservasi.
Baginya, dengan keikutsertaan kita merayakan hari pohon sedunia, kita mewujudkan iman yang konkret dengan memberi kesempatan bagi tanah segenap ekosistem untuk memulihkan dirinya.
“Dalam dan melalui konservasi hutan dan mata air, kita telah ikut serta dalam solidaritas global terkait pemeliharan dan pelestarian lingkungan hidup. Kesadaran akan pentingnya pertobatan ekologis semacam ini membantu kita untuk mengevaluasi kembali keterkaitan seluruh ciptaan. Kita manusia mempunyai tempat khas dan peranan dalam keseluruhan rencana Allah bagi alam semesta, maka kita tidak dapat bertahan hidup tanpa relasi yang sehat dengan lingkungan sekitar. Manusia butuh ciptaan lainnya agar hidup, sementara ciptaan lainnya sebenarnya tidak membutuhkan manusia”, papar Pastor Fery.
Sebagai penutup, Pastor Andre Bisa menganimasi warga yang hadir untuk mengembangkan potensi-potensi lokal di Hutang Golo Geleng sebagai salah satu destinasi wisata.
Baginya, paradigma lama yang memfokuskan konservasi, rehabilitasi dan reboisasi hanya pada timber forest products harus ditinggalkan dan dibangun paradigma baru yaitu konservasi, rehabilitasi dan reboisasi.
“Dengan demikian tercipta pembangunan kehutanan yang berpihak kepada rakyat dengan tetap mengedepankan sisi ekologis, ekonomis, estetis dan tentu saja tetap mempertahankan budaya atau kearifan lokal,” pungkasnya. (VoN).