Ende, Vox NTT-Fraksi PDI Perjuangan DPRD Ende menyoroti kebijakan pemerintah yang diduga secara diam-diam merekrut tenaga honorer pada Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja, Dinas Sosial dan P3A, Dinas Kependudukan dan Satpol PP.
Fraksi ini menilai kebijakan tersebut tidak setara dengan kondisi daerah yakni keterbatasan fiskal untuk membiayai belanja publik seperti penanganan masalah kesehatan, pendidikan, tenaga medis, peralatan kesehatan, ketiadaan dokter spesialis, ketiadaan dokter ahli serta kekurangan uang untuk penanganan sektor ekonomi masyarakat.
“Namun pemerintah daerah malah membuat kebijakan merekrut tenaga honorer secara tertutup, tidak transparan dan sangat kuat unsur kolusi dan nepotis,” tulis Ketua Fraksi PDIP Vinsen Sangu kepada media ini, Sabtu (16/01/2020).
Fraksi PDI Perjuangan juga menilai kebijakan perekrutan tenaga honorer ditengah bencana Covid-19 merupakan kebijakan yang tidak populis. Apalagi proses perekrutan dilaksanakan secara tertutup, tanpa melalui tahapan dan mekanisme yang transparan dan akuntabel.
Fraksi ini menduga perekrutan tenaga honorer besar-besaran adalah sebagai praktik politik pemanfaatan jabatan untuk keuntungan kelompok dan kroni-kroni kekuasaan yang sedang digenggam.
Untuk itu, PDIP mendesak Bupati Djafar Achmad untuk segera memerintahkan OPD segera menghentikan dan membatalkan seluruh proses perekrutan tenaga honorer yang ada saat ini.
“Kehadiran Bupati penting agar tidak dituduh publik kalau Bupati juga bagian dari praktek kotor dimaksud,” tulis Vinsen.
Tanggapan Pemerintah
Kepala Dinas Pertanian Marianus Alexander membantah dugaan Fraksi PDIP mengenai perekrutan tenaga honorer pada dinas tersebut. Ia memastikan bahwa Dinas Pertanian sama sekali tidak merekrut tenaga honorer untuk tahun anggaran 2021.
Marianus menyatakan bahwa pihaknya hanya memperpanjang tenaga kontrak yang sedianya berlaku pada setiap tahun anggaran.
“Dinas tidak pernah merekrut tenaga honor, tenaga yang ada adalah perpanjangan kontrak tenaga yang ada, yang setiap tahun harus mengajukan lamaran kembali karena kontraknya hanya 1 (satu) tahun,” tulis Marianus kepada VoxNtt.com, usai dikonfirmasi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Ende dr. Agustinus G. Ngasu menegaskan bahwa tidak ada proses perekrutan tenaga honorer di tubuh pemerintah saat ini. Pemerintah hanya merekrut tenaga pendukung OPD yang dipergunakan dalam jangka waktu tertentu.
“Kalau kegiatannya hanya tiga bulan maka tenaga mereka hanya dipakai selama 3 bulan. Kalau tenaga pendukung kegiatannya adalah cleaning service atau penjaga malam maka untuk setahun,” kata Sekda Agustinus.
Ia menjelaskan perekrutan tenaga khusus nomenklatur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) itu tidak ada. Sementara untuk honorer yang bekas kategori dua (K2) maka saat ini SK-nya tidak lagi ditandatangani oleh Bupati melainkan oleh masing-masing kepala OPD.
“Pastinya kepala OPD meminta berkas berkas administrasi untuk maksud tersebut,” katanya.
Nomenklatur Tenaga Honorer Dihapus
Mengenai perekrutan tenaga honorer, media ini kemudian menelusuri regulasi yang masih berlaku. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), nomenklatur tenaga honorer ternyata telah dihapuskan.
Presiden Joko Widodo juga telah menginstruksikan semua lembaga pemerintah pusat hingga daerah agar menghentikan perekrutan tenaga honorer.
Dikutip dari Liputan6.com disebutkan jika instansi pemerintah masih merekrut pegawai atau tenaga honorer maka akan mendapatkan sanksi. Sebab, pemerintah saat ini tengah melakukan pembenahan pegawai sejak Tahun 2018 hingga Tahun 2023.
Selama masa transisi pembenahan tenaga honorer, instansi pemerintah dilarang mengangkat tenaga honorer. Jika tetap dilakukan maka instansi pemerintah tersebut akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 96 PP 49 Tahun 2018.
Meski ada larangan perekrutan tenaga honorer, instansi pemerintah diperbolehkan menambah pekerja misalnya tenaga ahli, petugas keamanan, tenaga kebersihan atau dengan skema pihak ketiga untuk mengisi posisi yang dibutuhkan.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba