Ruteng Vox NTT- Hari ini, Minggu (28/03/2021), seluruh umat Katolik di dunia merayakan Minggu Palma. Dilansir Wikipedia, Minggu Palma adalah hari peringatan dalam liturgi gereja Kristen yang selalu jatuh pada hari Minggu sebelum Paskah.
Dalam perayaan ini dikenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem sebelum Ia disalibkan. Masuknya Yesus Kristus ke kota suci Yerusalem adalah hal yang istimewa, sebab terjadinya sebelum Yesus mati dan bangkit dari kematian. Itulah sebabnya Minggu Palma disebut pembuka pekan suci, yang berfokus pada pekan terakhir Yesus di kota Yerusalem. Dalam liturgi Minggu Palem, umat dibagikan daun palem dan ruang gereja dipenuhi ornamen palem.
Berikut isi khotbah Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat dalam perayaan Minggu Palma di Gereja Paroki St Vitalis Cewonikit-Ruteng, Minggu, 28 Maret 2021
Masuk dan Menderita Bersama Yesus
(Satu Permenungan Di Hari Minggu Palma)
Bapa-Ibu, Saudara-saudari, segenap Kaum Muda, Anak-Anak, yang terkasih..
Kita telah dan tengah memasuki Pekan Suci. Liturgi Gereja mengajak kita secara khusus untuk merefleksikan keagungan Misteri Paskah Tuhan kita Yesus Kristus, yakni kisah penderitaan, kematiaan serta kebangkitanNya. Inilah misteri mulia, yang oleh Gereja, diimani sebagai momentum Jalan Keselamatan bagi kita semua dan bahkan bagi semesta.
Tetapi apakah sesungguhnya saat-saat khusus Pekan Suci yang mesti kita renungkan? Saya ingin ingatkan kita sekalian, sedari awal, akan apa yang saya istilahkan saja dengan “jebakan fragmen Pekan Suci”. Artinya, bahwa kita lagi merasa berada di sebuah gedung pertunjukan untuk menyaksikan: fragmen Yesus memasuki kota Yerusalem, Perjamuan Akhir Yesus bersama para muridNya, kisah derita dan kematianNya di Golgota, dan akhirnya peristiwa kebangkitanNya. Tidak! Saya ulangi sekali lagi “sama sekali tidak!”. Kita tidak sedang menonton fragmen demi fragmen itu ibarat menonton film-film Bolywood India atau Drama-drama Korea kesukaan kita.
Selama Pekan Suci, kita sesungguhnya tengah dipanggil untuk masuk bersama Yesus dalam setiap tapak misteri Paska yang dijalaniNya. Tahap demi tahap. Dari Kisah keramaian lambaian Palma hingga kematian sunyi sepi di kayu salib, dan lalu berakhir pada kemenangan jaya di hari Paska. Kita ingin mengalami Kisah Pekan Suci itu sebagai satu suasana dan area yang sakral, yang bermakna spiritual. Saya sendiri sadar, bahwa bagi kita semua tak mudahlah untuk masuk lebih dalam dan jauh di dalam peristiwa demi peristiwa Yesus yang kita sendiri telah tahu: berawalnya dari mana, dan akan berakhir seperti apa? Injil-Injil telah mengisahkannya kepada kita.
Akan tetapi, saudara-saudari-segenap umat beriman yang terkasih…
Mari kita berjalan bersama para murid Yesus perdana, bersama sahabat-sahabat Yesus di jamanNya, yang sama sama sekali tak pernah paham: Siapakah Orang itu sesungguhnya? Kita ingat saat Yesus tenangkan air gelombang danau yang mengamuk, para murid berkata, “Siapakah gerangan orang ini sehingga angin dan danau pun taat kepadaNya?” (Mrk 4:41). Ingatalah pula sekian banyak muridNya mengundurkan diri ketika tak sanggup menerima perkataanNya seperti yang dikisahkan dalam Injil Yohanes 6:60-66 dengan judul: Murid-Murid yang mengundurkan diri di Galilea… Bahkan Rasul Petrus (Paus pertama) dihardik sebagai batu sandungan oleh Yesus karena tak paham jalan derita yang harus Yesus lewati, “Enyalah iblis! Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau memilikirkan bukan yang dipikirkan Allah, melainkan yang dipikirkan manusia” (Mat 16:23).
Kita memasuki Pekan Suci bagaikan murid-murid perdana yang tak pernah paham seperti apa kisah-kisah keseharian mereka akan berakhir. Mereka terlarut dalam keramaian penduduk Yerusalem saat Yesus memasuki kota Yerusalem; mereka bersatu dalam Perjamuan akhir sambil tak paham apa yang dikatakanNya; mereka lalu terpencar saat Yesus ditangkap dan diadili, Yudas iskariot telah berkhianat dan bahkan Petrus pun sampai menyangkal. Murid-murid meluputkan diri ketika Yesus wafat di salib. Dia cuma ditemani Maria, sang Ibu dan beberapa perempuan serta murid yang dikasihi (tanpa nama), dan hanya ada dua penyamun yang setia mendampingiNya di salib (ingat bukan orang saleh, tetapi penyamun!!)
Maka, menjadi yakinlah kita bahwa Gereja, atau kekristenan tidak pernah menawarkan peta jalan yang pasti! Kita ini, yang kemudian disebut komunitas beriman atau Gereja, terbangun dan dikuatkan oleh cerita-cerita, oleh Kisah-kisah tentang Yesus yang selalu diulang! Bila kita ingat sejarah Gereja, seperti yang kita renung dari Kisah Para Rasul, misalnya, turunNya Roh Kudus adalah harapan baru bagi para murid setelah kematian Yesus di tiang salib. Akan tetapi, kisah-kisah derita penuh penganiayaan oleh para penguasa Romawi selanjutnya membuat ciut nyali para murid. Memang ada banyak yang menjadi martir seperti Rasul Petrus dan Paulus, namun sekian banyak pula yang meninggalkan iman akan Yesus.
Namun, Gereja tetap saja bertahan, hidup dan bertumbuh dalam situasi amat berat, sulit dan sungguh tak menguntungkan! Dan ternyata, adalah kerinduan murid-murid, orang-orang Kristen untuk berkumpul itulah yang menjadi kesempatan mulia dan sakral untuk mengulangi dan terus mengulangi kisah-kisah tentang Yesus! Dari berkumpul bersama dan mendengar Kisah-kisah Yesus itu terucap atau terungkaplah makna mendasar dari iman kristiani itu. Maka, saya yakin kita semakin paham, mengapa dalam misa-ekaristi, ketika diserukan: Agunglah Misteri Iman Kita, dan kita menjawab: Tuhan, engkau telah wafat; Tuhan sekarang Kau hidup; Engkau Sang Juruselamat, datanglah ya Yesus, Tuhan….
Itulah makna paska yang kita renungkan selama Pekan Suci ini.
Tetapi, perjalanan kita belum berakhir, ziarah iman kita masih terbuka luas dan terbentang jauh. Ada saatnya kita alami musim semi penuh harapan dalam iman. Tetapi, kita tak menutup mata akan sejarah suram hidup manusia yang menantang iman! Perang, aneka kekerasan, terorisme, pertikaian, ketidakadilan, kelaparan, aneka bencana alam, dan variasi sakit dan penyakit tetap menjadi mimpi buruk ziarah hidup manusia.
Pada hari-hari ini, kita sebenarnya tengah di jalur waktu setahun pandemi covid 19 (virus corona). Tentu, kita tak boleh ucapkan selamat HUT Covid, apalagi harus bernyanyi: Panjang umurnya! Ingatlah, pada saat-saat awal virus corona itu dialami sebagai teror yang mematikan, kita sepertinya yakin serangan itu HANYA terjadi di sana, di tempat lain, dan bukannya peristiwa suram pula untuk kita di sini! Dan pada akhirnya, kita sendiri masuk dalam kisah nyata bahwa virus corona adalah monster atau hantu dunia yang sungguh menggoyang segala irama dan peta kehidupan kita dalam situasi yang paling konkrit! Di tempat kita di sini.
Corona telah setahun mengganggu kualitas berelasi antar manusia. Rasa takut, cemas, saling mencurigai, serta kehilangan spontanitas telah menerobos hati kita. Ingatlah bahwa rasa kecewa atau putus asa, merasa diperlakukan tidak adil berlebih-lebihan atas nama virus corona telah menjadi pengalaman pahit bagi kita. Saya secara pribadi yakin bahwa ada pula keluarga meratap pilu akibat sanak keluarga yang wafat akibat wabah corona yang mesti dimakamkan dengan cara yang tak lazim. Kita doakan semua mereka yang wafat akibat pandemi covid di hari-hari Pekan Suci ini.
Tak hanya soal kualitas relasi yang diobrak-abrik oleh pandemi corona, tetapi juga bahwa berbagai dimensi kehidupan nyata lainnya pun terobok-obok! Situasi tempat di mana kita bekerja, sekolah-sekolah, tempat pertemuan umum seperti pasar, terminal, tempat-tempat olahraga, tempat pertemuan adat seperti rumah gendang bahkan untuk tempat perayaan iman bersama seperti di Gereja telah menjadi perhatian serius dengan banyak protokolnya. Lalu bagaimana ziarah iman kita sebagai pengikut Kristus?
Bapa/ibu, saudara-saudari, umatku sekalian, sekeuskupan Ruteng yang saya kasihi!
Dalam situasi inilah, saya mengajak kita sekalian untuk kembali masuk dalam misteri Yesus, Tuhan kita, Sang Juruselamat selama pekan Suci ini. Kita membawa segala rasa hati kita untuk dipersatukan dengan jalan-jalan penderitaan, wafat dan kebangkitanNya. Kita mesti berani bersatu dengan Dia yang berujar, “Ambillah dan makanlah inilah TubuhKu; ambillah dan minumlah, inilah DarahKu..” (Mat 26:26); kita mesti miliki kekuatan hati untuk berdiri bersama Tuhan, yang menatap di hadapan Pilatus, dan dengan gagah berani menantang kesombongan, ketidakadilan serta kepalsuan; kita mesti miliki kekuatan untuk berani memanggul salib dan beban-beban kehidupan. Dan bukannya berlari dari tanggungjawab atas kenyataan hidup; kita mesti berjiwa besar untuk hadapi segala derita, hinaan dan cercaan hingga setia bersama Tuhan hingga kematianNya di salib. Hanya dengan cara ini, masing-masing kita secara pribadi, sebagai keluarga, dan sebagai persekutuan dalam apapun bentuknya memiliki kisah tentang Yesus sebagai kekuatan luar biasa dalam ziarah hidup ini.
Karena itu, mari kita tempatkan terutama HARAPAN dalam Tuhan sendiri. Dalam situasi pandemi ini, telah banyak usaha dan tindakan yang telah diambil. Kita patut bangga atas segala usaha melawan pandemi virus corona. Tetapi di atas segalanya tempatkanlah, sekali lagi, HARAPAN itu. Kita tentu bertanya apa yang dimaksudkan dengan HARAPAN DI DALAM TUHAN? “Harapan adalah keyakinan kokoh bahwa segala sesuatu yang kita hayati dan kita alami, entah suka atau duka, entah kemenangan atau kekalahan, semunya mempunyai makna.” Lebih dari sekedar satu optimisme, harapan membawa kita kepada pengakuan akan Allah sebagai Tuhan dari segala-galanya, yang sungguh menyelenggarakan semua jalan hidup kita. Dan adalah tugas iman kita adalah menemukan makna di balik setiap kisah kita. Ingatlah, iman tanpa harapan, ibarat ungkapan cinta tanpa kerinduan. Jika cinta tanpa hati yang merindu adalah bualan-gombalan semata, maka iman tanpa harapan hanyalah kerangka kosong tanpa isi….
Akhirnya…..
Pada suatu hari seorang kawan bertanya kepada bocah korslet, “Hei teman ompong…, pada waktu pengadilan Yesus itu ternyata Pilatus luput dari wabah corona, padahal ada kerumunan banyak orang. Itu karena apa Pilatus luput dari corona?”. Dan si bocah korslet menjawab, “Bapa Pilatus itu luput dari corona karena Bapa Pilatus itu rajin pada tindakan mencuci tangan…”. Kawannya langsung sambung, “Terus sekian banyak orang itu kena corona itu kenapa?” Si ompong bocah korslet dengan cekatan menjawab, “Oh itu gampang sekali jawabnya. Itu karena air cuci tangan itu Bapa Pilatus siram ke orang banyak. Maka orang banyaklah yang kena corona, sedangkan bapa Pilatus aman karena dia cuci tangan ”
Renungkanlah anekdot itu selanjutnya….
Umatku sekalian…
Selamat memasuki Pekan Suci. Berusahalah untuk menemukan makna, nilai dari setiap peristiwa hidup kita di dalam Peristiwa Penderitaan-Wafat-dan Kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus.
Amin.