Kupang, Vox NTT- Pada 20 Desember 2020 lalu, malam hari, hiruk pikuk pejabat ramai di Bundaran Tirosa Kota Kupang.
Keramaian pejabat hingga masyarakat kala itu bukan tanpa alasan.
Mereka bereuforia menyambut peresmian air mancur yang, konon katanya, salah satu yang terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah Kota Kupang menyebut air mancur menari itu akan menjadi ikon Kota Kupang, bahkan Provinsi NTT.
Wakil Gubernur NTT Josef A Nae Soi juga ikut ambil bagian dalam keramaian itu.
Nae Soi memberikan apresiasi kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore dan Hermanus Man, yang telah berhasil membangun air mancur menari tersebut.
“Saya memberikan apresiasi khusus kepada adik saya pa Jefri dan teman saya pa Herman Man untuk pembangunan air mancur menari ini,” ujar Nae Soi, kala itu.
Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore mengatakan, pembangunan air mancur menari tersebut berkat kerja sama dengan Bank NTT.
Pembangunannya juga, kata dia, mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi NTT.
“Kegiatan yang luar biasa ini berkat kerja sama kami dengan Bank NTT, didukung penuh oleh provinsi yang dalam hal ini bapak gubernur dan wakil gubernur,” katanya.
Di waktu yang sama, Direktur Umum Bank NTT kala itu, Umbu Landu Praing, mengatakan jumlah dana yang digelontorkan Bank NTT untuk pembangunan air mancur menari tersebut sebesar Rp3,5 miliar. Dana itu bersumber dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank NTT.
Menurutnya, pembangunan air mancur menari belum 100 persen. Baru sekitar 85 persen.
Sedangkan dana yang disiapkan sekitar Rp3,5 miliar dan yang terpakai baru Rp2,9 miliar.
Hingga usai Seroja
Sehari usai badai Seroja menghantam Kota Kupang, Senin 05 April lalu, pagi hingga siang hari, VoxNtt.com mengelilingi Kota Kupang.
Saat melewati Bundaran Tirosa, seng yang menutup lokasi pembangunan air mancur juga menjadi sasaran amukan badai Seroja.
Semua terbuka. Tidak ada tersisa. Tidak ada progres pengembangan pekerjaan air mancur, juga para pekerja, tidak ada.
Selain itu, pembangunan air mancur yang menelan biaya cukup fantastis itu tidak disertai papan informasi yang memberikan informasi pemilik pekerjaan, jumlah anggaran dan jangka waktu pekerjaan.
Setelah itu terlihat beberapa orang yang sibuk memasang kembali seng agar menutupi lokasi air mancur.
Hingga memasuki bulan Mei, 5 bulan usai peresmian air mancur itu belum manjur juga.
Pada Jumat, 30 April siang, VoxNtt.com juga mengamati air mancur itu belum berfungsi.
Selain lokasinya ditutup rapat, air yang tergenang di lokasi Patung Bundaran Tirosa berlumut dan dipenuhi sampah.
Tidak ada aktivitas pekerjaan apapun yang dilakukan dalam lokasi tersebut.
Yohanes Jimmy Nami, pengamat sosial politik asal Undana Kupang meragukan efektivitas pembangunan air mancur yang menelan anggaran Rp3,5 miliar itu.
Ia pun mempertanyakan jika sejak peresmian pembangunan sudah 85%, mengapa hingga Mei 2021 air mancur menari itu belum berfungsi?
Menurut Jimmy, sejak awal pembangunan air mancur Bundaran Tirosa banyak mendapatkan kritikan karena belum ada urgensinya.
Apalagi masih banyak program prioritas yang seharusnya menjadi konsentrasi Pemkot Kupang yang berkaitan dengan basic needs masyarakat Kota Kupang. Sayangnya, kebijakan itu malah terabaikan.
“Sekarang terbukti, proyek yang menyerap anggaran besar tersebut tidak memberikan manfaat apa-apa bagi masyarakat Kota Kupang,” jelas Dosen Ilmu Politik Undana itu, Sabtu (01/05/2021) siang.
Menurutnya, apapun skema kerja sama yang dibangun antara Pemkot Kupang dengan Bank NTT seharusnya memenuhi tahapan-tahapan dalam perumusan kebijakan publik, juga kalkulasi lain berhubungan dengan dampak nyata bagi masyarakat serta lingkungan.
Sehingga kebijakan apapun yang berhubungan dengan penggunaan anggaran bagi rakyat tidak malah merugikan rakyat.
“Saya pikir perlu dilakukan audit, Jika merujuk pada akuntabilitas kebijakan,” ujarnya.
Tiga Pihak Mesti Diaudit
Senada dengan Jimmy, Pengamat sosial asal Undana Lasarus Jehamat mengatakan, sejak awal memang rencana pembangunan air mancur itu mendapat kecaman dari banyak pihak.
“Sejak awal saya tidak setuju karena menghancurkan pohon pinus. Kota ini lebih butuh pohon bukan air mancur. Menurut saya ada proyek ‘mercusuar’ di situ. Mau menunjukan sesuatu yang istimewa tapi kemudian rapuh. Kalau mereka serius kan bisa selesaikan 15 persen itu. Tida pakai alasan slAeroja. Seroja baru kemarin. Tidak bisa ditutupi,” ujar Dosen Ilmu Sosiologi Undana itu.
Menurut dia, perlu dilakukan audit kepada tiga pihak yang berwenang dalam pembangunan yang menekan biaya Rp3.5 miliar itu.
“Pertama kepada Bank NTT, lalu Dinas Tata Kota Kota Kupang dan perusahaan yang bertanggung jawab. kenapa itu mangkrak? Tidak bisa dibuat ke anggaran baru untuk penyelesaian itu,” tegasnya.
Dalam konteks itu, demikian Lasarus, masalah serius ada pada desain pembangunan pemerintah kota yang gagal.
“Mereka tidak mendesain betul. Mending untuk menata UKM-UKM di kota yang butuh ketimbang untuk hal yang kemudian tidak jelas begitu. Jika sudah selesai kan Bank NTT akan lepas tangan lalu Pemkot harus tanggung jawab agar air mancur itu dibuka. Perusahaan yang buat itu juga harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Ia menyarankan agar pihak kepolisian dan kejaksaan NTT juga harus bisa mengaudit.
“Itu bukan air mancur tapi seng mancur,” tutupnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba