Borong, Vox NTT-Suasana sontak hening seketika di tengah semarak acara perpisahan SMAN 3 Lamba Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Senin (03/05/2021) siang.
Rensi tiba-tiba menangis haru di tengah pidatonya yang penuh dengan diksi puitis mewakili kelas XII.
Air mata pemilik nama lengkap Florensiana Kena itu perlahan turun dan membasahi pipi saat ia meminta rekan-rekannya untuk tidak boleh melupakan bahwa mereka pernah dalam satu garis perjuangan.
“Pesan saya juga buat teman-teman seperjuangan saya, jangan jadikan jarak sebagai penghalang untuk segala hal yang pernah kita lewati bersama. Harapan saya, sejauh apa pun kalian pergi, sesukses apa pun kalian nantinya jangan pernah lupa bahwa kita pernah seperjuangan,” ucap Rensi sambil mengusap air matanya.
Para orangtua siswa, guru, dan tamu undangan sontak hening seketika di tengah gemuruh pujian yang tampak tidak terbendung.
Para audiens rupanya terhipnotis dengan diksi dan penampilan panggung anak bungsu dari Nobertus Jana dan Maria Neju itu. Mereka juga ikut haru dengan pesan di balik pidato perpisahan tersebut.
Sebelum tampil membawakan pidato yang memantik riuh tepuk tangan ratusan hadirin itu, ia dan 19 temannya memang baru saja menerima kabar kelulusan. Rensi sendiri merupakan siswa berprestasi dan mendapat juara pertama dengan perolehan nilai rata-rata 83,8.
Narasi pidatonya yang bernada berpisahan dan ucapan terima kasih kepada civitas akademika SMAN 3 Lamba Leda memang memukau dan memantik perhatian para orangtua dan tamu undangan.
Suara pujian dan tepuk tangan pun menggelora di kantor sekolah, tempat acara perpisahan berlangsung.
Dalam sambutannya pula, gadis kelahiran Lompong, 6 April 2003 itu mengungkapkan alasan ia memilih bersekolah di SMAN 3 Lamba Leda yang berada di pelosok dan jauh dari keramaian.
“SMAN 3 ini memang udik, tetapi benar-benar unik. Kita bisa lihat bersama kalau SMAN 3 ini berada di pelosok, berada di tengah hutan dan sulit untuk dijangkau,” ungkap Rensi dalam sambutannya.
Kondisi ini yang kemudian memantapkan pilihannya untuk bersekolah di SMAN 3 Lamba Leda pada tiga tahun lalu.
Justru jauh dari keramaian, kata Rensi, membuat siswa tidak mudah terpengaruh dengan arus globalisasi yang merusak diri dan membunuh masa depan mereka.
Infrastruktur Jalan Buruk
Air mata haru Rensi hingga kemudian menyebut SMAN 3 Lamba Leda berada di daerah udik memang bukan tanpa sebab.
Betapa tidak, selain letaknya di pelosok dan dikelilingi hutan, sekolah yang berada di Kampung Wantal, Desa Compang Mekar, Kecamatan Lamba Leda itu telah sekian lama dirundung cerita miris karena infrastruktur jalan yang rusak parah.
Sekitar lebih dari satu kilometer dari jalan utama Laci-Rokat, batu telford menuju sekolah memang sudah ditanam Pemerintah Desa Compang Mekar.
Namun sebagian batu sangat licin. Sebagian yang lain sudah tidak beraturan lagi. Kondisi ini diperparah dengan medan yang cukup terjal.
Jika tidak hati-hati terutama saat mengendarai sepeda motor, maka tentu saja keselamatan pengendara terancam.
Jalan telford yang berlicin dan sudah tidak beraturan lagi sudah menjadi sajian hari-harinya dari para guru dan murid SMAN yang didirikan 7 Juni 2013 itu.
Sekolah ini terletak di Bea Ajang, dekat perbatasan antara Desa Compang Mekar dan Golo Lembur.
Ke bagian timur dari sekolah, juga tidak kalah parahnya hingga ke jembatan yang sudah dibangun oleh Pemerintah Desa Golo Lembur.
Ketua Komite SMAN 3 Lamba Leda Elias Komi sangat menyayangkan kondisi jalan yang belum ada peningkatan tersebut.
Menurut mantan Anggota DPRD tiga periode itu, jalan menuju sekolah merupakan kewenangan pemerintah desa.
Sebagian besarnya kewenangan Pemerintah Desa Compang Mekar. Sedangkan di bagian timurnya dari Kali Wae Laing merupakan kewenangan Pemerintah Desa Golo Lembur.
“Sekolah ini hasil perjuangan saya untuk tiga desa. Desa Compang Mekar, Golo Lembur dan Golo Nimbung,” ujar Elias saat diwawancarai VoxNtt.com usai acara perpisahan.
Ia berharap Pemerintah Desa Compang Mekar dan Golo Lembur harus punya kemauan untuk meningkatkan jalan menuju sekolah, dari telford ke lapisan penetrasi (lapen) macadam.
“Pembangunan gedung dan fasilitas sekolah memang kewenangan pemerintah provinsi dan pusat. Sedangkan jalan masuk kewenangan Pemerintah Desa Compang Mekar dan Golo Lembur,” terang Elias.
Bak gayung bersambut. Kepala Desa Golo Lembur Robertus Sumardi Imbi yang juga hadir dalam acara tersebut berjanji tahun depan, pihaknya akan membangun lapen hingga di jembatan Wae Laing.
“Saya sudah bangun jembatan di Wae Laing. Saya tidak bisa bangun lapen sebelah sini (bagian baratnya), karena itu kewenangan Compang Mekar. Kalau saya bangun, maka salah secara aturan,” ujar Imbi dalam sambutannya.
Sementara itu pihak Pemerintah Desa Compang Mekar belum berhasil dikonfirmasi seputar kondisi jalan menuju SMAN 3 Lamba Leda yang rusak parah tersebut.
Pemprov Harus Tetap Perhatikan
Sementara Kepala SMAN 3 Lamba Leda Daniel Diaman mengatakan, pihaknya selama ini tentu saja menjalankan aktivitas pendidikan sesuai amanah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berbagai aturan turunan lainnya.
Menurut Daniel, prestasi akademik dan kreativitas siswanya juga tidak kalah bersaing dengan sekolah-sekolah lain.
Ia juga mengklaim para tamatan dari sekolah tersebut mampu bersaing di berbagai universitas dan perguruan tinggi. Itu berarti lembaga pendidikan itu juga ikut mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan anak-anak bangsa.
Karena itu, Daniel berharap agar Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur tetap melihat dan memperhatikan SMAN 3 Lamba Leda dengan berbagai potensi di dalamnya.
“Harapan Pemprov akan melihat SMAN 3 dan berbagai potensinya,” ucap Daniel saat diwawancarai VoxNtt.com.
Penulis: Ardy Abba