Kupang, Vox NTT- Veronika Syukur, terdakwa dalam kasus jual beli aset daerah di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang, Kamis (20/05/2021) siang.
Veronika Syukur diperiksa seputar kesaksiannya atas Maksimiliano, Fabi, Haji Sukri, Ustad Supardi dan Suhaib.
Pantauan VoxNtt.com, Veronika mengikuti persidangan itu secara online dari Lapas Perempuan Kupang.
Dalam keterangannya, Veronika mengungkapkan bahwa terdakwa Maksimiliano membuat kesepakatan pada 13 September 2013 untuk tiga bidang tanah yang pemiliknya adalah Haji Sukri, Ustad Supardi dan Suhaib.
Terdakwa Andi Riski kemudian bertugas mengurus berkas administrasi tanah tersebut.
Veronika menerangkan, harga yang disampaikan dalam kesepakatan tanggal 13 September 2013 sebesar Rp3,2 Miliar untuk Haji Sukri.
“Kalau proses sertifikat itu bukan kapasitas saya, dijalankan oleh pemilik tanah,” katanya menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum, Hendrik Tiip.
“Dalam perjanjian pada tanggal 13 September 2013 tidak menjelaskan banyak hal. Saya semata-mata diminta untuk mewakili dia. Jika nanti PT PMA itu selesai dibuat nama akan dialihkan. Saya perhatikan dan punya feeling beliau punya pendukung. Maksimilano dan Andi Riski mereka sudah bersama-sama melihat lokasi Haji Sukri,” ujar Veronika.
Dalam perjalanan, pada tahun 2016, Fabio dan Maksimiliano, kemudian membatalkan perjanjian tersebut. Pembatalan itu karena sertifikat tanah belum juga diterbitkan.
Sebelumnya, dalam perjanjian awal, Akta Jual Beli (AJB) atas tanah menjadi tanggung jawab terdakwa Andi Riski.
“Dalam perjanjian itu ada bunyi pihak penjual apa yang harus lakukan dan pihak pembeli apa yang harus dia lakukan. Saya yakin bukan di Tahun 2014, seingat saya akhir 2015 atau 2016. Beliau datang ke kantor saya untuk meminta bantuan.
Kami meminta bantuan Bu Vero untuk mengecek sertifikat kami yang dibuat oleh Ibu Andi Riski. Mengecek sejauh mana proses pembuatan sertifikat,” jelas Veronika.
“Karena mereka tahu saya yang membeli tanah itu. Mereka tahu saya yang tanda tangan sehingga mereka minta bantuan kepada saya. Sebagaimana yang disampaikan awal perjanjian semua biaya menjadi tanggung jawab Maksimiliano, yang saya ingat untuk Haji Sukri 320 juta. Untuk Supardi Tahia sekitar 50 juta,” sambungnya.
Veronika mengaku, dia yang menyerahkan surat-surat tanah atas nama Haji Sukri kala itu.
Namun, pada tahun 2016 Haji Sukri dan Ustad Supardi mendatangi Veronika di rumahnya.
“Setelah Haji Sukri dan Ustad Supardi meminta kepada saya, saya beritahu bahwa sejak awal diurus oleh Andi Riski saya bilang saya butuh surat kuasa. Saya tanya ke Andi Riksi, di lantai dua rumah beliau, saya tanya Umi, Bapa Haji Sukri dan Ustad Supardi datang ke saya untuk cek sertifikat,” ujar Veronika.
“Sesuai dengan kuasa yang saya peroleh sertifikat saya yang ambil. Supardi, Sukri dan Suhaib Tahia,” katanya.
Ketika diketahui soal sertifikat, oleh pemilik tanah Ustad Supardi meminta pelunasan yang diikuti oleh Haji Sukri. Pesan itu lalu disampaikan Veronika ke Maksimiliano.
Lalu, kata Veronika, Maksimiliano mengatakan akan mencari pembeli baru yakni pemilik Ayana.
Ia mengatakan, kesepakatan Fabio dan Maksimiliano dan pemilik tanah bunyinya sebesar Rp19 Miliar.
Pada 19 Agustus tahun 2016, Maksimiliano datang pagi-pagi ke rumah Veronika.
“Katanya ada Bos Ayana. Maksimiliano minta untuk pembatalan. Bos Ayana mau membeli tanah lewat Burhanudin. Yang kesepakatan sebesar Rp24 Miliar, saya tahu setelah ada pengakuan dari Fabio dan Maksimiliano pada tanggal 17 Desember tahun 2020 setelah hotel saya di sita,” ungkap Veronika.
Veronika kemudian diminta oleh Maksimiliano untuk datang ke Notaris Theresia Korodimu. Bertemu Theresia, diajak pula pemilik tanah Sukri dan Supardi.
“Seingat saya bukan AJB kami lakukan pembatalan untuk perjanjian 13 September tahun 2013 dulu pada 10 Agustus 2016. Pembatalan ketika mendapatkan pembeli baru. DP dipotong dari harga yang mereka minta ke pembeli baru,” jelasnya.
Diketahui, hadir dalam sidang, yakni Jaksa Penuntut Umum Herry Franklin, Hendrik Tip dan Emirensiana Jehamat.
Sedangkan sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Fransiska D. P. Nino, serta Anggota 1 Ngguli Liwar Mbani Awang dan Anggota 2 Ibnu Cholik.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba