Mbay, Vox NTT-Kasus kematian Delfina Azy (53), Kepala SDI Ndora memang menyisahkan duka mendalam bagi keluarga dan seluruh masyarakat Nagekeo terutama citra pendidikan di kabupaten itu.
Delfina tewas setelah salah satu orangtua murid berinisial DD menusuknya dengan sebilah pisau di bagian perut kanan.
DD menusuknya lantaran tidak terima anaknya di usir dari sekolah ketika ujian sekolah (US) sedang berlangsung, pada Selasa, 8 Juni 2021 lalu.
Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Nagekeo Petrus F.B. Tenda mengatakan, Delfina dan kematiannya merupakan potret buram dunia pendidikan di kabupaten yang dimekarkan dari Ngada tersebut.
Apalagi, kata Petrus, pemicu peristiwa ini didalangi oleh pembiayaan pendidikan yang jumlahnya tergolong besar untuk ukuran tingkat pendidikan dasar yakni mencapai Rp1,7 juta.
Secara khusus, GMNI Nagekeo telah menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam kepada pihak keluarga atas tragedi tersebut.
GMNI Nagekeo secara organisatoris juga mengecam dan mengutuk keras segala tindakan sadis hingga menghilangnya nyawa orang.
Apalagi, kejadian itu dilakukan orangtua murid terhadap Delfina Azy, seorang tenaga pendidik yang merupakan garda terdepan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Ini adalah potret buram dunia pendidikan kita,” kata Petrus.
Bahkan, psikologis anak-anak yang diusir dari lembaga pendidikan termasuk nasib masa depan anak dari pelaku penikaman Delfina Azy juga tidak dibicarakan.
Menurut Petrus, pilu ini adalah potret kecil tentang buruknya citra pendidikan di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur dan bahkan di Indonesia secara umumnya.
Bahwa, yang jarang diketahui publik adalah masih ada saja keputusan guru dan lembaga pendidikan yang mengusir siswa dari lembaga pendidikan dengan dalil “dipulangkan” ke orangtua mereka hanya sekadar untuk melunasi tunggakan pembiayaan pendidikan.
Sebagai abdi negara, jelas Petrus, perilaku guru yang mengusir ketika hendak mengikuti ujian dengan alasan iuran sekolah juga tidak dapat dibenarkan bila berkaca dari amanat Undang-undang.
Hal ini sebagai upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan pemenuhan hak anak mendapat akes pendidikan.
Meski hal tersebut dianggap paling manjur untuk mendesak orangtua agar segera melunasi biaya pendidikan di sekolah, namun etika dan moral pendidik tidak bisa dibenarkan dengan dalil apapun.
Apalagi, kejadian yang menimpa Delfina Azy di SDI Ndora seperti yang telah diberitakan, dipicu oleh besaran iuran komite yang angkanya bahkan mencapai Rp1,7 juta. Angka yang tergolong cukup besar untuk level pendidikan dasar.
Pasalnya, menurut Petrus, pemerintah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) memang telah berupaya menanggulangi persoalan pembiayaan pendidikan.
BOS sendiri pada hakekatnya semata untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan pemerataan akses layanan pendidikan.
“Anak berhak mendapatkan akses pendidikan. Terkait pembiayaan, Negara sudah hadir disitu dengan intervensi BOS dan BOSDA. Namun, apakah implementasinya telah dijalankan dengan baik? Ini harus segera ditelusuri dan dievaluasi secara mendalam agar konflik orangtua murid dan guru segera diakhiri sehingga tidak ada lagi Delfina-Delfina lain di republik ini,” ujar Petrus.
Sekolah dan lembaga pendidikan, selain harus tetap menerapkan aturan-aturan hukum terkait tatakelola keuangan juga diminta untuk tetap mengedepankan moral dan etika dalam menerapkan kebijakan. Apalagi di lembaga pendidikan dasar.
BACA JUGA: Kepala SDI Ndora Nagekeo Tewas Ditikam Orangtua Murid
Misalnya, lanjut Petrus, dengan menahan laporan pendidikannya dan atau mengharuskan orangtua membayar lunas terdahulu semua beban biaya pendidikan di awal tahun pembelajaran baru. Sehingga, guru dan siswa hanya fokus pada kegiatan belajar mengajar.
“Itulah yang menjadi dasar pertimbangan kita bersama bahwa bila kita mau membenah sistem pendidikan kita, semua pihak yang menjadi aktor penggerak pendidikan harus bisa mengamalkan dua aspek yakni soal moral dan etika serta asas taat hukum. Pelaku sekarang sudah ditangani pihak berwajib, namun apakah pihak berwajib juga mau menelusuri semua dugaan penyimpangan dana BOS? Karena dana BOS bisa diduga menjadi pemicu masalah itu,” kata Petrus
Hal utama yang menjadi catatan GMNI Nagekeo adalah perihal iuran sekolah yang memang sudah menjadi tanggung jawab orangtua untuk melunasi biaya pendidikan anaknya bila sudah disepakati bersama.
Anak dan peserta didik hanya memiliki hak mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak melalui sistem pendidikan informal, nonformal termasuk pendidikan formal di sekolah seperti mengikuti ujian sekolahnya.
Sementara, sekolah berkewajiban memberikan pendidikan reguler kepada siswa di secara berjenjang tanpa memiliki niatan sedikit pun untuk membatasi pelajar mendapat akses pendidikan.
Petrus menjelaskan, secara sederhana urusan iuran sekolah adalah urusan orangtua. Sebab itu, memulangkan anak saat hendak mengikuti ujian di sekolah dipandang bukan merupakan pilihan bijak pihak sekolah karena dinilai berpengaruh pula terhadap psikologi muridnya.
Berdaşarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut, maka Dewan Pimpinan Cabang GMNI Nagekeo menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, mendesak Pemda dan DPRD Nagekeo, segera menyikapi kejadian di SDI Ndora sebagai dasar membuat kebijakan nyata yang menjamin pendidikan gratis bagi seluruh siswa di Nagekeo.
Kedua, mendesak Pemerintah Daerah dan DPRD Nagekeo, agar segera menetapkan anggaran dan perangkat aturan lainnya yang menjamin kesejahteraan guru dan tenaga pendidik di Nagekeo.
Ketiga, mendesak Pemerintah Nagekeo untuk segera mengevaluasi proses penyaluran dan penggunaan dana BOS dan BOSDA karena dinilai belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pendidikan di sekolah, sehingga berdampak pada pungutan tambahan lainnya di lembaga pendidikan.
Ketiga, menjadikan Delfiana Azy sebagai pahlawan di bidang pendidikan Nagekeo, dan hari wafatnya diperingati secara khusus di Nagekeo, bila perlu diperjuangkan secara nasional.
Keempat, pemerintah wajib mendampingi dan memberikan perhatian secara khusus kepada anak dari pelaku penikaman guru, untuk mencegahnya dari trauma berat yang berdampak pada gangguan psikologis anak.
Kelima, mendorong aparat penegakan hukum memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatan.
Sebagai informasi, setelah insiden itu terjadi, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Nagekeo menjadi lembaga pertama yang secara resmi mengecam perbuatan pelaku. PGRI meminta pelaku segera dihukum berat dan didukung oleh publik Nagekeo kebanyakan.
Penulis: Patrick Romeo Djawa
Editor: Ardy Abba