Kupang, VoxNtt.com-Aksi Bozhan Kaboax bikin geger se-NTT bahkan seantero negeri. Bagaimana tidak, di tengah semarak perayaan HUT RI ke-76, ia menjadi topik perbincangan warganet lantaran sebuah foto yang dinilai beberapa pihak sebagai penghinaan terhadap simbol/lambang negara.
Jika banyak orang ramai-ramai berpose dengan atribut kenegaraan, ia malah tampil beda dengan memposting foto menghormati tiang dengan masker raksasa terpajang di atasnya.
Foto ini pun memicu kontroversi. Banyak yang menilai aksi Bozhan sebagai bentuk kritikan terhadap pemerintah karena belum tepat mengatasi pandemi covid-19. Namun tak sedikit juga yang berbeda tafsiran. Salah satunya datang dari Ketua Ormas Garuda Kupang NTT, Mex M Sinlae. Mex menyebutkan, pose ini diduga bentuk penghinaan dan pelecehan bendera kebangsaan RI.
Karena menimbulkan kontroversi, tak lama berselang, komedian dari grup lawak Kaboax ini pun meminta maaf. Dalam video yang beredar ia menerangkan bahwa ia sama sekali tidak berniat untuk menyinggung negara dan atributnya. Ia beralasan, foto tersebut merupakan harapan agar Indonesia bisa keluar dari situasi pandemi covid-19.
Benarkah Bozhan Melecehkan Bendera?
Untuk meluruskan isu ini, VoxNtt.com meminta pendapat pakar hukum, Elias Sumardi Dabur. Menurut dia, tindakan Saudara Bhozan sama sekali tidak memenuhi unsur menghina simbol negara.
“Itu kan masker semata. Lain halnya kalau pada masker tersebut, Bhozan tulis, gambar atau coret yang ada unsur Bendera Merah Putih. Kalau keadaanya demikian, Bhozan bisa dipidana, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan” terang Elias saat dihubungi VoxNtt.com, Rabu, 18 Agustus 2021.
Merujuk UU Nomor 24 Tahun 2009, bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan merupakan simbol kedaulatan dan kehormatan negara, serta simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan negara.
Hal ini diatur dalam Pasal 154a KUHP: ”Barangsiapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.”
Menodai di sini maksudnya perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghina.
Pasal 68 UU 24/2009 menyatakan, setiap orang yang mencoret, menulis, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda paling banya Rp. 500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
Jika dihubungkan dengan tindakan Bozhan, lanjut Elias, tidak ada materi simbol negara di sana.
“Lalu, menghina itukan sifatnya subjektif. Maksud dari perbuatan Bozhan hanya dia sendiri yang tahu. Terkait ini, setiap warga negara punya hak dan tanggung jawab untuk mengekspresikan dirinya, baik ekspresi politik, budaya atau suatu kritik sosial,” tutur Elias.
Untuk itu ia menyimpulkan, kasus ini bukan penghinaan simbol negara.
“Representasi sebagai simbol negara dalam gambar itu apa? Sikap hormatnya kah? Bambu, masker, atau statusnya? Ini kan soal tafsir atau interpretasi yang susah untuk dihukum. Orang tidak dapat dihukum karena Pikiran atau tafsirannya,” tegas Elias.
Penulis: Irvan K