Betun, Vox NTT– Dalam kasus sengketa tanah di Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, ada dugaan pemalsuan identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dugaan pemalsuan itu diduga kuat untuk kepentingan urusan sengketa tanah yang melibatkan Kepala Disdukcapil Malaka, Ferdinandus Rame.
Dalam kasus perdata tersebut (tanah) Ferdinandus Rame berstatus tergugat.
Sedangkan dalam dugaan pemalsuan KTP ini juga terindikasi ada konspirasi jahat antara tergugat dan penggugat intervensi untuk kepentingan kemenangan kasus perdata lahan.
“Dugaannya ada konspirasi jahat antara tergugat dan penggugat intervensi dalam kasus sengketa lahan dan dugaan pemalsuan KTP ini,” kata Silvester Nahak, kuasa hukum Wilhelmina Bete Nahak, penggugat pada kasus sengketa lahan di Laran, Kamis (26/08/2021).
Ia menjelaskan, ketentuan pidana pemalsuan KTP-el dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
BACA JUGA: Kasus Tanah di Laran Diduga Kuat Ada Pemalsuan Identitas
Dalam pasal tersebut, selain pidana penjara 10 tahun, pelaku pemalsuan juga dapat dikenai denda paling banyak 1 miliar rupiah.
Silvester pun mengecam keras dugaan konspirasi jahat di balik penertiban KTP tersebut.
“Ini kejahatan. Saya sudah investigasi semuanya di Kantor Disdukcapil Malaka atas izin resmi Bupati Malaka. KTP penggugat intervensi atas nama Raiminda Funan itu diduga kuat palsu,” ungkap Silvester.
Ia juga membeberkan modus pemalsuan KTP tersebut kepada media.
Kata dia, KTP atas nama Raiminda Funan yang diduga palsu dijadikan bukti saat sidang. Dalam KTP tertulis jelas bahwa Raiminda Funan lahir di Laran, 01-07-1940, dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) 530419 410762 0030.
“Saat saya dapat izin resmi dari bupati untuk cek di operator Disdukcapil Malaka, ternyata nomor induk KTP 5304194107620030 itu atas nama Raymunda Luruk dengan tempat lahir Builaran, 01-07-1962. Ini jelas pemalsuan identitas. Disdukcapil harus bertanggung jawab atas hal ini,” tegas Silvester.
“Indikasinya jelas, nomor induk yang sama dipakai untuk 2 KTP. Artinya Raiminda Funan ini palsu,” lanjut Silvester.
Dalam kasus sengketa lahan di Laran, pihak penggugat mengkalim lahan tersebut milik Salomon Seran Tahu Taek.
Klaim tersebut diaminkan oleh pihak penggugat intervensi karena dalam gugatannya, pihak intervensi hadir dan mengaku sebagai anak kandung dari Salomon Seran Tahu Taek, pemilik lahan.
Untuk memperkuat pengakuan tersebut, pihak intervensi diduga memalsukan KTP Raiminda Funan dengan keterangan tempat lahir di Laran.
“Faktanya, Raiminda Funan ini berdomisili di Tunuahu dan tidak lahir di Laran. Karena data sebenarnya dia bernama Raymunda Luruk, lahir di Builaran pada tahun 1962 tanggal 1 Juli, berdasarkan nomor induk kependudukan yang tercatat di server Disdukcapil Malaka,” beber Silvester.
Ia pun mengecam keras sistem operasi percetakan KTP di Disdukcapil Malaka.
“Dirjen Dukcapil harus awasi khusus Disdukcapil Malaka. Ada yang tidak beres di sana. Ini harus diproses secara hukum,” kecam Silvester.
Sementara itu, Kepala Disdukcapil Malaka Ferdinandus Rame yang dalam kasus sengketa lahan sebagai tergugat itu belum bisa dikonfirmasi terkait dugaan pemalsuan KTP tersebut.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba