(Tanggapan atas Opini Jon Kadis)
Oleh: Herymanto Mau
Bekerja di JPIC SVD Ruteng
Pada hari minggu tanggal 26 September 2021, media online “TransTV45” menurunkan opini dari saudara Jon Kadis (JK) dengan judul “JPIC Ruteng Kami Punya Sense Of Belonging Untukmu dan Tahu Dirilah! “.
Tentunya konten ini hadir untuk memantik diskursus pasca statement yang dikeluarkan oleh koordinator JPIC SVD Ruteng (P. Simon Suban Tukan, SVD) terkait polemik penangkapan dan penahanan ke-21 warga.
Pelbagai affirmasi dan negasi terkait posisi JPIC secara vulgar ditampilkan saudara JK dengan nada yang sangat tendensius mengklaim JPIC sebagai lembaga agama yang terlalu jauh ikut campur dengan urusan hukum (ruang pidana).
Alih-alih membuka ruang diskusi, saudara JK terjebak dalam inkonsistensi berpikir (contradictio in terminis).
Pada awal tulisan ini, penulis ingin mengajak publik dan saudara JK sejenak merenungkan entitas JPIC SVD Ruteng sebagai lembaga Gereja dan lembaga advokasi.
Kiprah JPIC SVD Ruteng
JPIC (Justice, Peace, and Integrity of Creation) SVD Ruteng adalah sebuah Komisi Religious dari Kongregasi Serikat Sabda Allah/Societas Verbi Divini (SVD) yang bekerja di dalam wilayah pelayanan kongregasi SVD Provinsi Ruteng.
JPIC SVD Ruteng sebagai bagian integral dari SVD mempunyai tanggungjawab pelayanan khusus untuk mempromosikan, mengembangkan dan memperjuangkan Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan menurut nilai-nilai Injili dan Konstitusi SVD (Konstitusi SVD No.112).
Komisi JPIC SVD Ruteng berkarya dibawah visi “Manusia merdeka dan utuh dalam persatuannya dengan Alah Tritunggal yang mencintai, menghidupkan, dan membebaskan dengan seluruh ciptaan sebagai perwujudan tahun Rahmat Tuhan”.
Visi JPIC SVD Ruteng menjadi arah dan corong karya-karya misi di tengah umat, khususnya di wilayah provinsi SVD Ruteng (Manggarai Raya, Sumba, dan Bima).
Karya misi ini merupakan amanat ultim dari eksiklik pacem in terris (Damai Bagi Dunia) yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XXIII.
Gereja mengundang semua manusia yang berkehendak baik untuk bekerjasama menumbuhkan damai. Bukan oleh konflik, tetapi lewat pertemuan satu dengan yang lain, lewat kerja sama dan sikap solider terhadap manusia.
Karya-karya JPIC SVD Ruteng bercermin beberapa prinsip keterlibatan sosial Gereja dewasa ini, yakni Pertama, solidaritas.
Keterlibatan JPIC SVD Ruteng merupakan satu keterlibatan yang solider dengan situasi dan keadaan korban ketidakadilan.
Keterlibatan ini semata-mata demi penegakkan keadilan, kesejahteran bersama masyarakat kecil dan kaum marginal.
Kedua, subsidiaritas. Perjuangan melawan ketidakadilan adalah perjuangan menegakkan hak-hak asasi manusia.
Prinsip ini menekankan penghargaan (to promote) dan perlindungan (to protect) terhadap hak-hak masyarakat kecil.
Ketimpangan terjadi ketika hak-hak masyarakat kecil dipasung, aspirasi dibungkam dan paling parah ketika otoritas pemerintah dan aparat penegak hukum membiarkan itu menimpa masyarakatnya sendiri (by ommission).
Berhadapan dengan kenyataan ini, JPIC SVD Ruteng berjuang menata kembali mosaik-mosaik kehidupan masyarakat kecil dan korban ketidakadilan yang sempat pecah dan terbengkelai oleh tembok ketidakadilan.
Ketiga, solidaritas compassion. Keberpihakan pada Masyarakat Marginal adalah suatu sikap dan tindakan secara kelembagaan dan individual yang mengutamakan pembelaan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang mengalami marginalisasi baik secara ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, ekologi, dan hukum.
Keempat, bonum communae. Seluruh rangkaian karya JPIC SVD Ruteng bermuara pada penegakan keadilan, terciptanya perdamaian, dan tercapainya kesejahteraan bersama. Prinsip ini menjadi jawaban akhir dari segala perjuangan yang digalakkan JPIC SVD Ruteng.
Posisi JPIC SVD Ruteng dalam Kasus Golo Mori
Dalam beberapa minggu terakhir, kasus Golo Mori santer diberitakan di media mainstream dan mulai menyingkap secara perlahan motif penangkapan dan penahanan ke-21 warga sejak tanggal 2 Juli 2021.
Hampir semua media ramai dengan pemberitaan ini, bahkan sosok sekaliber JK pun turut nimbrung mendiskusikan kasus ini.
Penulis secara moral dan sosial berkewajiban untuk menyampaikan kepada publik terutama saudara JK bahwa keterlibatan JPIC SVD Ruteng dalam kasus Golo Mori telah dimandatkan oleh ke-21 tahanan dan keluarga melalui Surat Kuasa Non Litigasi tertanggal 26 Agustus 2021 No.06/VIII2021/S.Kuasa/JPIC-VIVAT.
Keterlibatan ini semata-mata untuk memperjuangkan hak-hak dari ke-21 tahanan dan keluarganya, serta memastikan proses penegakan hukum yang adil dan puritan.
Sebab berdasarkan asesmen para pihak dan dalam rilisnya, JPIC SVD Ruteng menduga bahwa telah terjadi malprosedural dalam penangkapan dan penahanan ke-21 warga, serta terkesan adanya intrik politisasi penguasa dan aparat penegak hukum di dalam kasus ini.
Dengan kata lain, JPIC SVD Ruteng sedang membaca adanya indikasi conflict of interest dalam proses kasus Golo Mori yakni perang antara kepentingan oknum versus nilai-nilai keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan.
Ironinya, yang selalu menang adalah kepentingan oknum, kepentingan kekayaan, kepentingan jabatan, kepentingan rente.
Situasi inilah yang ingin dilawan oleh JPIC SVD Ruteng demi terciptanya sebuah ruang publik yang rasional, beradab, dan bebas represi.
Tanggapan atas Opini Saudara JK
Membaca dan mencermati tulisan opini saudara JK, maka penulis merasa perlu memberikan tanggapan terhadap opini saudara JK supaya isi tulisan tidak liar dan tidak menggiring opini publik.
Tanggapan penulis sebagai berikut:
Pertama, Pendampingan Non Litigasi JPIC SVD Ruteng terhadap ke-21 warga yang ditangkap dan ditahan adalah sebuah panggilan moral (otorisasi iman).
Para tahanan dan keluarganya saban hari membutuhkan perlindungan dan pendampingan ketika mereka ditangkap secara sewenang-wenang dan ditahan hingga saat ini.
Penulis menduga bahwa ada upaya secara sistematis dan massif untuk merampas hak-hak dari ke-21 tahanan.
Untuk itu tidak salah jika JPIC SVD Ruteng hadir untuk sama-sama memperjuangkan apa yang menjadi hak dari ke-21 tahanan sekaligus memberikan peneguhan di saat-saat mereka mengalami kegelisahan, kecemasan dan ketakutan berhadapan dengan prosedur hukum.
Kedua, Penulis ingin meluruskan bahwa dalam opininya, saudara JK sedang mengkonstruksi sebuah kesimpulan yang tidak konsisten.
Di satu sisi saudara JK menganjurkan agar JPIC tidak terlibat dalam prosedur hukum pidana.
Di sisi lain saudara JK menegasi opininya sendiri dengan masuk ke ranah teologi-religius yang bukan bidangnya.
Ketika saudara JK mencoba mendefinisikan tugas lembaga Gereja (JPIC), sesungguhnya ia sedang mencampuri ranah lembaga Gereja dan JPIC atau ia sedang berteologi.
Sebab pandangan yang menghendaki distingsi teologi dan praksis ilmu lain (hukum) adalah salah satu model teologi, meski bukan model satu-satunya.
Ketiga, Penulis memahami JPIC SVD Ruteng sebagai salah satu perangkat dalam karya pastoral Gereja sekaligus merupakan perwujudan dari hakekat Gereja yang sebenarnya.
Gereja pada hakekatnya persekutuan umat Allah dengan segala dimensinya. Persekutuan umat Allah dalam segala dimensinya yang mencakup dimensi Rohaniah maupun dimensi lahiriah.
Dalam konteks hakekat Gereja seperti ini maka karya pastoral Gereja tidak hanya berkaitan dengan pewartaan dan atau pelayanan sacramental tetapi juga terpanggil untuk pelayanan-pelayanan di bidang sosial termasuk melakukan peneguhan dan pendampingan Non Litigasi bagi para korban berkaitan dengan hak-hak dasarnya.
Keempat, Penulis juga memaknai JPIC SVD Ruteng sebagai salah satu perangkat gereja yang mengemban banyak tugas.
Salah satu tugasnya adalah advokasi. Advokasi JPIC SVD Ruteng bukan advokasi serabutan dan tidak sistematis.
Advokasi JPIC SVD Ruteng selalu diletakkan pada korban yang membutuhkan bantuan.
Sebanyak 21 tahanan dan keluarga meminta bantuan pendampingan Non Litigasi kepada JPIC dan memberikan kuasa kepada JPIC berkaitan dengan dugaan pelanggaran hak-hak dasarnya yang tidak dihargai dan sangat mengganggu rasa keadilan korban.
Kelima, Sebuah opini dan ide memiliki daya kritis dan berbobot bila sanggup melihat dan menarasikan hal-hal yang tidak dilihat banyak orang bahkan diluar basic keilmuan seseorang.
Kalau saudara JK jeli dan bersikap obyektif terhadap berbagai dimensi dalam kasus ini, bukannya dengan menjadikan JPIC sebagai musuh atau sasaran tembak.
Saudara JK bisa membuat investigasi objektif seperti yang sudah dibuat oleh JPIC SVD Ruteng selama ini lalu memutuskan keberpihakannya.
Akhirnya, penulis memberikan apresiasi dan support bagi karya pelayanan JPIC yang menempatkan Advokasi kasus Golo Mori sebagai panggilan moral dan implementasi dari spirit solidaritas compassio.
Advokasi JPIC bukan soal harta, takhta, dan tanah, tetapi lebih kepada komitmen JPIC untuk berjuang menegakkan hak-hak warga yang menjadi korban ketidakadilan.
Perjuangan JPIC SVD Ruteng adalah perjuangan nilai-nilai kemanusiaan.