Kefamenanu, Vox NTT- Dalam 8 bulan terakhir, Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (TTU) berhasil mengungkap 6 kasus dugaan korupsi dana desa.
Enam kasus dugaan korupsi dana desa yang ditangani Kejari TTU di antaranya; dana desa Naikake B, Botof, Birunatun, Letneo Selatan, Banain B dan desa Makun.
Dari 6 kasus tersebut, 4 di antaranya yakni kasus dana desa Botof, Naikake B, Letneo Selatan dan Birunatun sudah sampai tahap persidangan.
Sedangkan kasus dana desa Banain B dan Makun saat ini dalam proses perampungan berkas untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Kupang.
Sementara satu kasus dugaan korupsi yang sementara ditangani Polres TTU yakni terkait pengelolaan dana desa Akomi.
Kajari TTU Robert Jimmy Lambila menegaskan, dasarnya dana desa dikucurkan oleh pemerintah pusat untuk dipergunakan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa secara keseluruhan, bukan hanya untuk kepentingan oknum tertentu.
Sehingga menurut dia, para pengelola harus benar-benar memahami dan bekerja sepenuh hati demi kepentingan masyarakat di desa tersebut.
“Kalau hati yang melayani itu tidak ada maka yang ada hanya kepentingan pribadi dan itulah awal kehancuran baik bagi pembangunan di dalam desa maupun dia sendiri (pengelola dana) karena kalau dia diperiksa dan tidak dapat dipertanggungjawabkan maka sudah tentu punya konsekuensi hukum,” tegas Kajari Robert saat ditemui VoxNtt.com di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu
Robert pada kesempatan itu juga secara terbuka menyampaikan modus yang digunakan oleh oknum dalam melakukan tindak pidana Korupsi dalam pengelolaan dana desa.
Sejumlah modus yang dipakai di antaranya membuat laporan pertanggungjawaban fiktif pada program kegiatan yang diketahui fiktif, dan terdapat proyek yang tidak sesuai dengan spek namun tetap dipaksakan untuk dibayarkan.
Selain itu, terdapat juga kepala desa yang langsung sendiri bertindak sebagai supplier untuk mengelola program kegiatan yang dianggarkan dari dana desa. Padahal Undang-undang secara tegas telah melarang hal tersebut.
“Ada juga penggelapan, ada juga pemalsuan terhadap bukti-bukti pertanggungjawaban, itu semua merupakan tindak pidana,” tegasnya.
Kajari Robert pada kesempatan yang sama meminta para pengelola dana desa untuk tidak segan-segan meminta masukan ke pihak lain bila diperlukan.
Pihak lain yang dimaksudkan seperti kejaksaan, polisi atau pun Inspektorat dan DPMD. Hal ini tentu saja penting agar kebijakan yang dilakukan dalam pengelolaan dana desa tidak berpotensi melanggar hukum.
“Penegakan hukum yang kami lakukan ini merupakan bentuk tanggung jawab kami dalam mendukung pelaksanaan pembangunan di dalam desa,” ujarnya.
BPD Diminta Berperan Aktif Mengontrol
Kajari Robert pada kesempatan itu juga meminta ketua dan anggota BPD untuk berperan aktif dalam mengontrol pelaksanaan seluruh kegiatan pembangunan di dalam desa. Sehingga diharapkan kesalahan yang ada tidak dibiarkan berlarut-larut.
“Jangan sudah 3 atau 4 tahun barulah BPD membuat laporan ke kejaksaan, polisi dan juga ke bupati, lalu kerjanya dia (BPD) apa selama ini? Pengawasan itu harus dilakukan secara terus-menerus,” tegasnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba