Oleh: Yahanes Mau
Warga Lamaknen NTT. Pemerhati masalah sosial kemanusiaan. Kini tinggal di Zimbabwe-Afrika
Hatiku tersayat sedih ketika membaca berita bertajuk; Jelang Nataru, Polisi Sita Sejumlah Jeregen Berisi Miras (Sopi) di Manggarai yang ditayangkan di Koran lokal KORANNTT.Com, 14 desember 2021.
Seorang bapak tua bernama (H.N) berusia 69 tahun ditahan oleh pihak aparat polisi dan miras beberapa jeregen yang dibawa sertanya disita tanpa kasihan sedikit pun. Saya melihat tindakan aparat polisi seperti ini adalah tindakan yang tidak humanis.
Mengapa saya katakan demikian? Karena polisi hadir untuk mengayomi masyarakat kecil agar hidup mereka lebih baik dari hari-hari kemarin dan hari ini hingga hari-hari selanjutnya yang lebih baik.
Memang benar, bahwa polisi menjalankan amanahnya sebagai aparat keamanan mengontrol masyarakat kecil yang menjual minuman lokal. Tujuan agar meminimalisasi aksi tawuran dan kekerasan lainnya akibat minum minuman beralkohol yang berlebihan.
Namun mesti dimengerti juga bahwa menjual miras bagi bapak tua ini hanyalah pekerjaan sampingan untuk bertahan hidup dari realitas musim panen yang tak menentu di tengah pandemi Covid-19.
Berhadapan dengan realitas seperti ini polisi sebaiknya tahu secara baik latar belakang tradisi dan budaya Manggarai Raya. Berdasarkan adat dan budaya Manggarai miras (sopi) adalah elemen terpenting menjelang hari-hari raya besar seperti natal, tahun baru dan hari-hari raya penyambutan tamu agung lainnya.
Dikatakan sangat penting karena miras adalah salah satu unsur vital yang digunakan untuk menerima tamu yang datang dan masuk di kampung dan rumah. Sebutan yang lazim untuk Manggarai Timur adalah Kepok. Lewat Kepok tamu diterima secara adat dan menjadi bagian terpenting dari kampung atau keluarga setempat. Namun sangatlah disayangkan karena polisi secara sepihak langsung menyita beberapa jeriken miras bapak tua yang tidak bersalah itu.
Lantas apa yang mesti dilakukan untuk membuka wawasan polisi sebagai aparat negara ini? Untuk menjalankan tugas negara sebagai aparat keamanan itu sangatlah mulia.
Namun hal pertama yang mesti dipahami dan dimengerti secara baik oleh polisi adalah tahu secara mendalam tradisi dan budaya suatu daerah agar tidak mengalami kepincangan dalam menjalankan tugas mulia. Jangan menyakiti dan melukai hanya oleh karena ketidaktahuan.
Ketidaktahuan itu sama sekali tidak bisa menolong Anda. Maka jalan terbaik adalah berusaha untuk tahu secara baik dan benar tentang tradisi dan budaya suatu daerah.
Tindakan polisi menyita miras milik bapak tua yang beritanya dimuat di KORANNTT.com tertanggal, 14 Desember 2021 ini adalah bentuk sandiwara minus nalar dan gagal paham akan budaya Manggarai.
Manggarai itu daerah yang berpenghuni oleh orang-orang yang sangat menjunjung tinggi budaya. Dalam menyambut tamu agung miras itu selalu menjadi elemen utama yang digunakan untuk menyapa dan menyambut tamu.
Ini adalah ungkapan respect dan selamat datang kepada tamu agar tamu merasa betah dan nyaman berada di kampung atau rumah keluarga bersangkutan. Bahkan polisi yang datang dan masuk di rumah orang Manggarai pasti akan disambut dengan kebiasaan Kepok ini.
Dari kejadian polisi menyita beberapa jeriken miras milik bapak tua yang berbisnis kecil ini sebaiknya polisi belajar untuk tahu lebih dahulu apa kegunaan dari miras ini di tengah lingkungan sosial?
Kalau miras sebagai wadah untuk menyambut tamu maka hargailah orang-orang kecil yang menggantungkan nasib hidupnya dari itu.
Karena setiap manusia memiliki nasib yang berbeda-beda untuk memaknai hidup ini agar bisa bertahan dan berguna bagi orang lain.
Bapak tua kini telah hanyut di dalam sedih karena telah kehilangan separuh napas hidupnya. Ia menjadi korban kerugian dari ketidaktahuan aparat polisi yang menjalankan tugas negara.
Pada titik ini aparat negara bertindak untuk mengamankan warga namun tidak menolong malah menggoreskan luka di hati terdalam bapak tua sebagai rakyat kecil yang mengais rejeki dari miras itu.
Ya, mau bilang apalagi. Polisi telah bertindak sewenang-wenang berdasarkan aturan yang ada dan yang tersisa di hati bapak tua adalah luka hati. Polisi gagal paham budaya dan masyarakat kecil telah menjadi korbannya.
Berikut beberapa tips agar diperhatikan secara baik oleh polisi yang hendak tugas di tempat baru dengan segala tawaran budayanya.
Pertama, polisi mesti meleburkan diri di dalam budaya setempat agar tidak mengalami perbenturan dengan budaya setempat dalam menjalankan tugas negara.
Kedua, mesti adanya orientasi oleh pihak pemerintah setempat kepada polisi agar mereka tidak membabi buta dalam menjalankan tugas negara di tengah masyarakat kecil yang sangat kental dengan tradisi dan budayanya.
Ketiga, berkomunikasilah secara humanis dengan orang-orang kecil yang menjadi pelaku dalam menjalankan bisnis miras sebagai pekerjaan sampingan untuk bertahan hidup. Sehingga dari sana bisa diketahui secara mendalam apa tujuan utama dilakukannya bisnis miras di tengah masyarakat yang sering rentan dengan kekerasan setelah minum minuman keras.
Semoga beberapa tawaran tips sederhana ini menjadi pegangan untuk aparat kepolisian agar tidak merugikan orang-orang kecil ketika menjalankan amanah negara di tengah masyarakat.
Memang polisi dan masyarakat hanyalah kawanan kecil yang sedang berjuang melakonkan hidup ini dengan caranya masing-masing.
Harapan dan rindu terdalam dari setiap manusia adalah bahagia. Dan bapak tua yang menjadi korban dari polisi ini juga adalah manusia biasa yang sedang di jalan menuju bahagia dengan caranya yang sederhana dan biasa.
Namun sedih karena jalan yang ia tempuh selama ini diblockir oleh aparat polisi. Semoga matahari besok masih terbit dan menghangatkan hati setiap insan untuk berhati mulia.