Kupang, Vox NTT-Sepanjang Jalan El Tari Kupang pada Rabu (22/12/2021) ramai bukan main. Jalan itu diramaikan oleh sekelompok wartawan yang diberi nama Forum Wartawan NTT.
Ada yang orasi sembari berjalan di samping mobil pikap dilengkapi sound system, ada pula yang berjalan dengan selebaran di tangan.
Semua berbaju hitam. Dalam selebaran tertulis ‘stop intimidasi terhadap wartawan’. Mereka bergerak dari depan Kantor DPRD Provinsi NTT menuju Kantor Polda NTT, kira-kira 3 kilometer jaraknya.
“Ganti Kabid Humas…, Copot Kabid Humas, Pecat Kabid Humas,” teriak beberapa kelompok laki-laki di barisan depan.
Rombongan wartawan yang kurang lebih berjumlah 60 orang itu, sedang marah besar. Alasannya, Selasa (21/12/2021) kemarin, anggota polisi yang bertugas di lokasi rekontruksi kasus pembunuhan ibu dan anak di Kupang, membentak, melarang merekam dan mengancam akan merebut ponsel milik salah satu wartawan media Pos Kupang yang sedang meliput di sana.
Video kemarahan polisi itu ramai berseliweran di media sosial sejak Selasa hingga Rabu pagi.
BACA JUGA: Kapolda NTT Didesak Ajari Anak Buah untuk Taat UU Pers
Sejak video berisi polisi yang sedang memarahi wartawan itu viral, Isak Kasmetan, Joey Rihi Gah, Andyos Manu, Jefry Tapobali dan beberapa wartawan lain berembuk di belakang Kantor DPRD Provinsi NTT.
Rupanya, dengan merujuk pada UU dan kebebasan pers, kemarahan polisi tidak beralasan dan dianggap mencederai kebebasan pers. Tidak mau tunggu lama, rencana singkat dibuat, aksi pun digelar pada Rabu (22/12) siang.
Sekitar pukul 12.00 Wita, rombongan wartawan sampai di depan gerbang Polda NTT.
“Kami ingin melawan segala jenis bentuk diskriminasi terhadap pers. Siapapun yang mengekang kebebasan pers adalah musuh kebenaran,” teriak Lorens Leba Tukan, salah seorang wartawan dari atas mobil komando dengan pengeras suara.
Forum wartawan itu membuat aksi unjuk rasa di depan Polda NTT dengan tujuan mendesak kepolisian untuk segera meminta maaf dan memberikan sanksi tegas bagi anggotanya yang dianggap melanggar UU Pers.
Orasi bergilir pun menghiasi jalanya aksi damai.
Di gerbang masuk ke Markas Polda NTT, berdiri beberapa anggota polisi dengan seragam lengkap. Tegap dan bermasker. Kurang lebih 10 menit sejak orasi di depan Polda dimulai sosok tegap wibawa dan kalem muncul di hadapan massa aksi. Mereka tidak berkata apa-apa.
“Kami meminta Kapolda NTT agar bertemu dengan kami sekarang juga. Kami minta Kabid Humas Polda NTT harus menghadirkan oknum polisi yang telah melakukan tindakan pengancaman terhadap rekan kami dihadirkan di sini,” teriak Jefri Taolin, jurnalis lain dari atas mobil komando dengan memakai pengeras suara.
Selang sejam lebih, usai beberapa wartawan bertalian melakukan orasi, Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto akhirnya diberikan waktu untuk meladeni massa aksi.
Ia hanya berdiri terpaku meski beberapa massa dan orator aksi berteriak untuk mencopot dan memecatnya.
Beberapa kali sempat bersikukuh karena massa aksi meminta agar oknum polisi yang melakukan tindakan tidak terpuji kepada wartawan harus dihadirkan di situ.
Kombes Pol Rishian akhirnya melunak. Ia menyadari bahwa, fungsi humas yang melekat pada dirinya adalah jembatan agar kemitraan polisi dan pers tetap akur.
Akui Salah dan Meminta Maaf
“Kami sadar bahwa kami punya tanggung jawab untuk mendapatkan informasi secara cepat dan akurat. Saya selalu berada di lapangan mendampingi rekan-rekan. Kami menyadari di antara kami ada kekurangan dan kami mohon maaf ini menjadi bahan kepada kami ke depan menjadi lebih baik lagi,” ujar Kombes Pol Rishian saat diberi kesempatan meladeni massa aksi
Terkait dengan kasus ini, ia pun mengucapkan terima kasih kepada awak media yang turut menyampaikan fakta yang sebenarnya.
“Jujur tidak ada niat kami untuk menyakiti atau menghalangi rekan-rekan. Kami berjanji akan ke depan akan lebih baik lagi,” sambung Rishian.
Jiwa besar Kombes Pol Rishian kemudian membuatnya harus memanggil salah satu anggota kepolisian yang pada Selasa (21/12) kemarin, diduga telah melakukan tindakan tidak terpuji kepada wartawan.
Kurang lebih 30 menit berselang, Kanit Jatanras Polda NTT Laurensius yang melarang wartawan merekam, serta mengancam akan menyita handphone jurnalis akhirnya tiba di depan Polda NTT.
“Saya minta maaf. Saya tidak memiliki niat sedikitpun untuk menghalang-halangi pekerjaan wartawan,” ujar Lorens didampingi oleh Kabid Humas Polda NTT.
Dalam penjelasanya, dirinya tidak memiliki niat sedikitpun untuk menghalang-halangi pekerjaan jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
“Saya tidak mendengar saat wartawan menyebut identitasnya saat dilarang merekam. Saat itu saya sedang jalan jadi karena keributan saya tidak mendengar,” katanya lagi.
Kombes Polisi Rishian Krisna di ujung kesempatan itu dengan jiwa besar mengakui bahwa sebetulnya peran media massa sangat besar dalam meluruskan opini dan narasi liar di publik. Oleh karenanya, ia sangat mengapresiasi itu.
“Apa yang disampaikan oleh rekan-rekan akan saya sampaikan ke Kapolda juga. Saya mewakili organisasi minta maaf sebesar-besarnya jika ada rekan-rekan kami menyakiti teman-teman. Ini adalah kondisi yang berlangsung secara spontan. Kondisi di lapangan masyarakat begitu antusias,” katanya.
Selesai Soal
Polemik antara pers dan oknum anggota polisi Lorensius telah usai. Pada Rabu (22/12) malam, Kabid Humas Polda NTT dan dirinya sudah mendatangi Kantor Pos Kupang untuk melakukan klarifikasi dan meminta maaf.
Setidaknya, jiwa besar polisi untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah pelajaran penting dari viral-nya video dugaan intimidasi terhadap wartawan. Polisi dan pers sebetulnya mitra kerja yang saling membutuhkan satu sama lain.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba