Oleh: Yohanes Mau
Misionaris SVD.
Asal Betu Utara-NTT.
Tinggal di Zimbabwe-Afrika.
“Dalai Lama, pemimpin Tibet dalam pengasingan, menyatakan sangat sedih dengan pecahnya perang di Ukraina. Dia menyebut perang sudah ketinggalan zaman, dan menyeruhkan agar perdamaian diutamakan. “Perang sudah ketinggalan zaman-tanpa kekerasan adalah satu-satunya cara,”ucap Dalai Lama dalam pernyataannya CNN, Senin (28/2/2022). Lebih lanjut Dalai lama mengingatkan ‘pentingnya saling pengertian’di antara pihak-pihak yang berkonflik. “Masalah dan perbedaan pendapat paling baik dapat diselesaikan dengan dialog,” cetusnya. Demikian kata Dalai Lama yang dikutip dari berita detikNews Senin 28Feb 2022.”
Seruan Dalai Lama dari sunyi pertapaannya adalah gaung perdamaian yang menggugat akan butanya mata manusia dan kerasnya hati oleh aneka tawaran dunia yang menggiurkan.
Mata manusia tidak bisa melihat keindahan yang terpancar dari sesama manusia. Hati manusia tidak lagi mampu merasa dan mencinta sesama manusia sebagai saudara-saudari yang menghembuskan napas kedamaian dan cinta sejuk.
Singkatnya hati manusia hanyut di dalam indahnya dunia dengan segala tawaran hari ini.
Sedih hati yang diungkapkan oleh Dalai Lama adalah unsur tertinggi dari rasa humanism yang keluar dari kedalaman hatinya. “perang sudah ketinggalan zaman-tanpa kekerasan adalah satu-satunya cara.”
Sedihnya yang dalam ini menggoreskan hati Putin, para pemimpin NATO dan EU untuk segera sadar bahwa perang bukanlah zamannya lagi. Perang hanya dilakukan oleh pemimpin yang tidak memiliki akal budi sama seperti binatang.
Peperangan yang sedang dilakonkan oleh Rusia terhadap Ukraina ini bagaikan anjing Rusia rebut tulang di piringnya anjing Ukraina.
Oleh karena anjing Ukraina tak setuju maka marahlah anjing rusia dan memaksa mengambil tulang anjing Ukraina. Maka terjadilah saling gigit satu sama lain hingga mematikan unsur-unsur kehidupan yang lain.
Bahkan mereka yang tak berdosa sama sekali pun menjadi korban akibat tindakan binatang ini. Inilah sandiwara konyol yang sedang berlangsung di Ukraina.
Rusia memaksa Ukraina untuk tidak bergabung dengan NATO. Rusia tidak menghendaki Ukraina menganut paham demokrasi.
Sehingga dengan kekuasaan otoriternya itu putin menyerang Ukraina serta beberapa militer dari luar yang sedang berjaga di batas wilayah-wilayah Ukraina.
Perang pun pecah antara Rusia dan Ukraina. Dan tahun 2022 menjadi sejara baru di dalam buku hidup generasi selanjutnya.
Para ilmuwan dan sejarawan mulai menulis ini sebagai kisah yang akan kelak menjadi cerita turun-temurun di tengah perkembangan zaman.
Sedih menyayat hati dunia. Mata tertuju kepada ukraina. Ratap dan tangis anak-anak negeri pecah di tengah letusan nuklir Rusia yang mengepung kota-kota penting di Ukraina. Korban berjatuhan.
Bahkan mereka yang tak berdosa pun menjadi korban dari keji dan tumpulnya hati para elite politik. Hasrat melangit untuk menguasai bahkan kemanusiaan dijadikan tumbal bermandikan darah.
Kutukan keras dari seluruh dunia kepada Rusia atas tindakan brutal ini. Ajaran agama dan nilai-nilai kebaikan yang selama ini digaungkan di dalam rumah-rumah ibadat tidak mempan lumpuhkan hati Putin dan para pemimpin NATO.
Ukraina menjadi korban. Ratap dan tangis anak negeri tak pernah henti-henti hingga sekarang. Masyarakat kecil kehilangan segalanya. Yang tersisa di hati hanyalah rindu terdalam untuk peluk erat damai seperti yang dulu lagi. Namun sayangnya, entalah sampai kapankah damai itu bersemi kembali.
Seruan Dalai Lama dari sunyi yang terdalam menggetarkan nurani para elite politik kedua negara, dan NATO untuk berdialog.
Berdialog artinya berkomunikasi dengan kepala dingin untuk menemukan akar persoalan serta bersama-sama mencari jalan keluar untuk kebahagiaan dan kedamaian kehidupan kedua negara tersebut.
Perang bukanlah jalan damai. Perang adalah tindakan terkutuk karena hanya bisa dilakukan oleh binatang yang tidak berakal budi.
Kalau manusia masih berakal budi mengapa mesti perang? Perang hanya boleh terjadi kalau manusia bukan lagi sebagai binatang yang berakal budi.
Namun sayangnya mereka telah membinatangkan diri karena mata tidak lagi terbuka untuk melihat kebaikan Tuhan yang terpancar dari sesama dan hati telah membatu oleh nikmatnya indah dunia yang menawan.
Dialog adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah perbedaan pendapat. Lewat dialog orang dapat menyampaikan informasi tertentu secara khusus dan jelas agar apa yang menjadi persoalan bisa dibedah dan diselesaikan secara bersama dengan gagasan-gagasan yang brilliant.
Bukan dengan angkat senjata dan perang. Bukan tunjuk dada bahwa saya yang terhebat di dunia ini. Jadi berdialog itu menyangkut kesediaan hati meluangkan waktu membuka ruang hati bagi yang lain dan saling menerima sebagai saudara.
Saling mendengarkan tentang apalah salah dan kurang. Selanjutnya bulatkan hati dan tekadkan semangat untuk menggapai esok yang lebih baik.
Artinya menjadikan perjuangan hari ini sebagai jalan untuk menggapai bahagia di hari-hari mendatang. Bahagia dan berpelukan bersama.
Membiarkan damai dan keadilan berjalan bersama di tengah indahnya semesta maha luas ini.
Dari percikan Dalai Lama dapat dipahami bahwa perang bukan satu-satunya jalan menuju damai. Damai yang sebenarnya itu hanya bisa mengalir dari hati yang tiada henti mengalirkan sejuk.
Kesejukan tercipta oleh keseimbangan atmosfir cinta yang menghembuskan cinta di tengah situasi hidup yang tak menentu.
Di titik inilah manusia teringat akan eksistensi dirinya sebagai binatang yang berakal budi. Berakal budi artinya mampu melihat yang lain sebagai aku yang lain yang selalu siap dan hadir untuk mengisi kekosongan menuju kepenuhan.
Kepenuhan yang sejati hanya terjadi bila ada kerendahan hati untuk menjadi jembatan dalam menjalin relasi yang harmonis dengan Tuhan, sesama dan semesta.
Ketiga elemen ini mesti berjalan seiring untuk harapan dan rindu yang terdalam. Harapan semua manusia adalah bahagia dan damai. Satukan hati, bulatkan tekad untuk rangkul erat esok dengan penuh sukacita.