Oleh: Mario Gonzaga Afeanpah
Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
Manusia adalah mahluk yang diciptakan Tuhan dengan akal dan perasaan. Dengan akal dan perasaan ini, manusia lebih unggul dibanding dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya.
Karena itu, dalam proses perjalanan sejarah manusia, dengan kemampuan yang dimiliki, manusia memanfaatkan pancaindranya; penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Sehingga, manusia mendapatkan pengalaman dengan alam dan dirinya sendiri dengan mengenal berbagai benda-benda yang ditemui.
Misalnya, rasa manis, asam dan pahit. Dengan pengalaman ini akhirnya manusia tahu.
Karena manusia adalah mahluk yang dibekali akal, manusia tidak puas dengan hanya tahu rasa tersebut, tetapi ingin mengetahuinya lebih jauh dan mendalam.
Mengapa ada rasa manis, asam dan pahit, maka manusia berusaha untuk mengetahuinya, melalui penyelidikan, penelitian dan sebagainya. Sehingga inilah yang disebut pengetahuan.
Manusia pun mencari sebab akibat sedalam-dalamnya dari segala sesuatu yang ada dan mungkin ada di muka bumi ini.
Termasuk mengapa daun-daun pohon, mengalami penuaan dan jatuh ke tanah kemudian hancur menjadi tanah.
Termasuk soal asal usul manusia, kenapa berbeda-beda secara fisik dan cara berpikir.
Pada akhirnya, pertanyaan misteri-misteri itu ada yang ditemukan manusia dan manusia menemukan banyak hal akan kebutuhannya, namun juga masih banyak rahasia alam ini yang belum terungkap. Hal inilah yang disebut sebagai filsafat.
Pemikiran manusia yang selalu skeptis, tidak pernah puas dengan hanya satu jawaban dan terus bertanya tentang sesuatu yang ada di muka bumi ini akan hakikat yang terkandung di dalamnya. Maka, disitulah manusia memulai filsafat.
Dengan pengalaman dan pengetahuan manusia pun dikelompokkan dalam beberapa tipe manusia.
Pertama, manusia yang tahu bahwa ia tahu. Ini yang disebut manusia berpengetahuan. Kedua, manusia yang tidak tahu bahwa ia tidak tahu.
Manusia sadar bahwa ia tidak tahu maka melakukan penyelidikan-penyelidikan dan penelitian-penelitian untuk mencari tahu.
Ketiga, manusia tahu bahwa tapi ia tidak tahu Maksudnya bahwa manusia belum tahu. Hal ini berhubungan dengan ketidakmampuan memberikan keputusan dalam mengambil keputusan.
Keempat, manusia yang tidak tahu bahwa ia tahu. Manusia seperti ini adalah manusia yang sok tahu.
Dengan tipe manusia yang disebutkan di atas, manusia dituntut untuk memiliki pengetahuan yang disebut ilmu pengetahuan dalam berinteraksi dengan sesama manusia dan juga dengan alam sekitarnya untuk mengungkap atau mengetahui misteri kehidupan yang belum terungkap. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan pendekatan ilmu pengetahuan.
Dewasa ini ilmu pengetahuan terbagi dalam dua kelompok yaitu ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial.
Namun demikian tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan.
Hanya pengetahuan yang memiliki persyaratan sebagai berikut yang dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yaitu objektif (memiliki objek kajian), metodis (usaha yang digunakan untuk mendapatkan kepastian kebenaran), sistematis (terumuskan dengan keteraturan membentuk sistem yang terpadu, dan universal (kebenaran yang didapatkan adalah kebenaran universal).
Jika ilmu alam obyek kajiannya adalah benda-benda dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku di mana dan kapan pun.
Karena itu, tingkat kepastiannya tinggi, mengingat obyeknya konkret, Oleh karena itu, ilmu alam disebut ilmu pasti atau eksakta.
Sedangkan ilmu sosial adalah ilmu yang tingkat kepastian rendah, karena obyek kajiannya adalah manusia.
Di mana manusia adalah mahluk sosial yang keinginan dan perilaku selalu berubah-ubah penuh dengan misteri.
Ilmu sosial disebut juga sebagai humaniora. Meskipun tingkat kepastian ilmu sosial rendah, karena tidak ada tindakan manusia yang bisa diulang sama-sama persis dari waktu ke waktu, namun demikian ilmu sosial masih memiliki derajat umum atau universalitas yang tertentu.
Dalam perkembangan ilmu sosial, dimana manusia menjadi obyek penelitiannya, memiliki alat bantu atau metodologi dalam penyelidikan dan penelitiannya, di antaranya dengan pendekatan metode deduktif dan induktif.
Dan, masih banyak istilah metode penelitian ilmiah yang membantu ilmu sosial misalnya metode kuantitatif dan kualitatif yang memiliki beragam teknik-tekniknya.
Meskipun, tingkat kepastiannya tidak seperti ilmu alam, tetapi mendekati dominasi kepastian atau kebenaran.
Didasari bahwa tidak ada kepastian kebenaran di muka bumi ini, kebenaran itu hanya milik Tuhan yang maha kuasa.
Manusia dengan ilmu pengetahuannya hanya mendekati kebenaran itu. Termasuk teori-teori keilmuan yang dikembangkan oleh para filsuf, tidak ada yang memiliki kebenaran hakiki, pasti ada kekurangan dan kelemahannya.
Untuk menjawab persoalan diatas, peran ilmu komunikasi sangatlah penting.
Ilmu komunikasi sebagai salah satu cabang ilmu sosial, meski pun ilmu komunikasi baru berkembang pada abad 19 masehi, tetapi sebenarnya ilmu komunikasi sudah setua usia manusia di muka bumi.
Ilmu komunikasi secara sederhana adalah proses penyampaian pesan dari sender (pengirim) ke receiver (penerima).
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa berbicara tentang komunikasi ada beberapa unsur yang mendasari yaitu source (sumber), communicator (pengirim pesan), communicate (pesan), channel (saluran atau media), communicant (penerima pesan), dan effect (hasil).
Meskipun sebenarnya jika dipelajari lebih jauh, para ahli komunikasi memiliki perbedaan akan unsur-unsur komunikasi termasuk juga dalam pendefinisiannya.
Karena itu, sebagai ilmu sosial yang terus mengalami perkembangan ilmu komunikasi tidak bisa terlepas dari filsafat ilmu sebagai induk seluruh ilmu pengetahuan untuk selalu mencari kebenaran yang hakiki.
Karena usaha-usaha dari pada orang-orang yang peduli dengan ilmu komunikasi, belakangan ini, ilmu komunikasi berkembang secara signifikan.
Ilmu komunikasi berkembang masuk pada bidang ilmu lainnya, misalnya dikenal dengan istilah sosiologi komunikasi, dan sebagainya.
Bertolak dari unsur-unsur ilmu komunikasi diatas, tentunya dalam setiap unsur kehidupan manusia selalu ada unsur-unsur komunikasi di dalamnya.
Hal ini disadari oleh generasi saat ini, yang dengan cara tersendiri telah memperjuangkan keutamaan komunikasi.
Hebatnya lagi, orang-orang yang haus akan pengetahuan, berlomba-lomba mempelajari ilmu komunikasi.
Padahal sederhananya ilmu komunikasi hanya sebuah ilmu yang mempelajari proses penyampaian pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan.
Tapi ini menjadi misteri manusia untuk mempelajari ilmu komunikasi untuk kepentingan dan kebahagiaan manusia di muka bumi.
Sehingga, setiap manusia sangat memerlukannya, dalam hal ini kepandaian dalam berkomunikasi.