Kefamenanu, Vox NTT-Kepala Dinas PUPR Kabupaten TTU Yanuarius Salem akhirnya angkat bicara terkait sorotan atas pembangunan jembatan Naen.
Ditemui wartawan di ruang kerjanya, Senin (14/03/2022), Yanuarius mengakui proyek tersebut mulai dilakukan perencanaan untuk dikerjakan pada tahun anggaran 2016.
Pada tahun 2020 akan dikerjakan, namun bertepatan dengan pandemi Covid-19 sehingga dana untuk pembangunan jembatan Naen dialihkan.
Kemudian pada tahun anggaran 2021 proyek pembangunan jembatan Naen kembali dianggarkan, dengan pagu sebesar Rp19 miliar.
Saat dilakukan pelelangan, tuturnya, oleh pihak ketiga ditawar dengan harga Rp16 miliar lebih.
“Kalau tidak salah kontraktornya buang sekitar 14 persen, itu menurut perhitungan saya tapi yang lebih pasti panitia yang tahu,” tutur Yanuarius.
Proyek tersebut, jelas Yanuarius, mulai dikerjakan pada bulan Juli 2021. Sesuai kontrak harus selesai pada pertengahan bulan Desember 2021 lalu.
Namun oleh kontraktor hingga tenggat waktu tersebut hanya mampu menyelesaikan pekerjaan hingga 87 persen.
Sehingga dengan memperhatikan asas manfaat dan kepentingan banyak orang, tandasnya, kontraktor kemudian diberi perpanjangan waktu untuk menyelesaikan pembangunan jembatan Naen.
BACA JUGA: Pembangunan Jembatan Naen TTU Menjadi Sorotan, Mulai dari Keterlambatan hingga Dugaan Korupsi
Dengan ketentuan kontraktor diwajibkan membayar denda sebesar seperseribu dari nilai kontrak setiap harinya.
“Prinsip saya, saya tidak mau pembangunan itu mangkrak karena kalau mangkrak kapan mau dibangun lagi? Teman-teman wartawan bisa lihat sendiri bangunan-bangunan yang sudah mangkrak butuh berapa tahun baru dilanjutkan? Kalau jembatan ini mangkrak yang rugi siapa? Tentunya masyarakat TTU,” tandasnya.
“Yang menguatkan saya untuk jangan PHK karena kontraktor serius untuk menyelesaikan pekerjaan, material juga sudah ready lokasi, kalau kontraktor tenang-tenang tidak mau kerja yah sudah kita PHK tapi kalau masih ada niat untuk kerja yah kita kasih kesempatan biar pembangunan jangan mangkrak,” tegasnya.
Yanuarius menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi penyebab keterlambatan kerja.
Saat awal pelaksanaan, selama dua hingga minggu pertama dilakukan penelitian struktur dasar tanah.
Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi struktur tanah lantaran dikhawatirkan adanya perubahan mengingat proses perencanaan dilakukan pada tahun 2016 dan baru dikerjakan tahun 2021.
Selain itu, faktor cuaca (curah hujan) juga menjadi penyebab lambatnya pekerjaan tersebut.
Yanuarius mengaku dirinya memiliki data curah hujan mulai bulan November 2021 hingga Februari 2022
Dalam periode tersebut, jelasnya, curah hujan yang terjadi di lokasi proyek dan sekitarnya sebanyak 69 kali.
“Saya punya data yang kita ambil di stasiun-stasiun curah hujan yang ada di sekitar Maubeli sampai lokasi, kalau saya hitung mulai dari bulan November sampai 16 Februari total hari hujan itu sebanyak 69 hari,” tuturnya.
Yanuarius melanjutkan, setelah dilakukan penelitian ulang struktur tanah dasar maka diputuskan untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian, di mana lebar jembatan dikurangi dari 9 meter menjadi 7 meter.
Kemudian sisa anggaran dari pengurangan lebar jembatan tersebut, tambahnya, dialihkan untuk melakukan penguatan terhadap pilar-pilar jembatan.
Kedalaman awal tiang jembatan hanya 5 meter kemudian diperdalam menjadi 8 meter.
“Penyesuaian-penyesuaian itu juga bukan tanpa dasar, ada aturan yang memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian tersebut,” tuturnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba