Borong, Vox NTT- Program budi daya sorgum yang digalakkan di Manggarai dan Manggarai Timur sejak 2021 kini mulai berhasil.
Pada Jumat (01/07/2022), program dengan tujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, stunting, degradasi lingkungan hidup, perubahan iklim dan berkurangnya lahan sawah akibat kekurangan air irigasi itu masuk masa panen.
Sebagai wujud syukur dan merayakan keberhasilan program budi daya sorgum organik, Keuskupan Ruteng bersama Yayasan KEHATI, dan Yayasan AYO Indonesia, Hivos Voices Climate Action, Koalisi Pangan Baik mengadakan Panen raya Sorgum di Paroki Dampek Kecamatan Lamba Leda Utara Kabupaten Manggarai.
Panen raya dilakukan di lahan sorgum seluas 4 hektare milik paroki yang digunakan sebagai demplot dari 18 ha, Desa Satar Padut, Kecamatan Lambaleda Utara (LAUT).
Panen raya di hadiri oleh Bupati Manggarai Timur Agas Andreas beserta jajaran, Anggota DPRD NTT Fraksi Hanura Ben Isidorus, Direktur Program Yayasan KEHATI Rony Megawanto, Vikjen Keuskupan Ruteng, Vikep Reo dan tokoh lintas agama, lembaga swadaya masyarakat di wilayah Manggarai, media dan masyarakat.
Kegiatan didahului dengan ibadat ekologis yang dipimpin oleh Pastor Vikep. Setelahnya, dilanjutkan dengan kegiatan panen raya secara simbolis yang dipimpin langsung oleh Bupati Agas Andreas.
Selain kegiatan panen raya sorgum, di tempat yang sama juga akan diadakan Manggarai Youth Local-foodpreneur Camp. Kegiatan diharapkan menjadi ruang diskusi sekaligus ruang gerakan bersama berbagai pihak, serta menjadi wadah di mana anak-anak muda dapat mengikuti pelatihan dan membangun visi mereka terkait usaha pangan lokal berbasis sorgum.
Manggarai Youth Local-food preneur ini diikuti oleh 20 anak muda lintas agama yang berada di wilayah lima paroki dan tiga kecamatan. Selama tiga hari mereka akan mendapat pengetahuan mulai dari etika lingkungan, budi daya pasca-panen olahan sorgum secara ekologis, bisnis model canvas, dan lain-lain.
“Dengan panen ini umat di 12 stasi terlibat dalam gerakan budi daya sorgum secara ekologis untuk peningkatan kesejahteraan umat agar tercukupi kebutuhan gizi pangan dan ekonomi, sekaligus melestarikan kearifan lokal,” jelas RD. Willy Gandi Pr, Pastor Paroki Santo Petrus dan Paulus Dampek.
Panen raya sorgum di Dampek disambut baik oleh Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Pangan Nasional, Andriko Noto Susanto.
Andriko mengatakan, penanaman sorgum sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengantisipasi krisis pangan yang disebabkan oleh perubahan cuaca, pandemi Covid-19 dan peningkatan gejolak konflik antarnegara.
Untuk antisipsi krisis pangan, pemerintah sedang meningkatkan produksi komoditas pangan besar-besaran yang disesuaikan karakter daerah, memastikan obtaker yang akan tampung hasil produksi tersebut serta merancang pendistribusiqn yang baik agar stok pangan tidak menumpuk atau kualitasnya turun.
“Oleh karena itu, diperlukan daya ungkit pangan lokal di setiap daerah untuk memastikan ketersediaan pangan. Di NTT salah satunya adalah sorgum,” kata Andriko.
Pemerintah memandang perlu untuk melakukan pemantapan dan pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan, dengan cara memanfaatkan berbagai jenis pangan yang tersedia sebagai kekayaan hayati indonesia dan Sorgum menjadi salah satu komoditinya.
Pada awal tahun 2021, Keuskupan Ruteng telah mencanangkan program peningkatan ekonomi, kesehatan dan ketahanan pangan serta pelestarian lingkungan hidup melalui budidaya sorgum organik.
Sebagai percontohan, program ini mulai dilaksanakan di wilayah pantai utara (Pantura) Keuskupan Ruteng. Pemerintah Kecamatan Lamba Leda Utara juga menyambut baik program ini dengan menggulirkan program satu hektare kebun contoh tanaman sorgum organik di semua desa di wilayah Lamba Leda Utara.
Bupati Manggarai TImur, Agas Andreas menyampaikan, sorgum menjadi cara untuk kemandirian pangan di wilayahnya. Ia memimpikan sorgum menjadi komoditi yang bisa setara dengan beras, jagung dan kedelai.
Agas mengatakan, beberapa tahun belakangan ini terjadi banyak bencana ekologis di Manggarai Timur berupa perubahan cuaca yang sudah sangat dirasakan.
“Bencana ini sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat di Manggarai Timur, seperti kematian ternak, kerusakan panen, hingga kekurangan gizi. Produksi pertanian menjadi rendah. Hal ini sangat berdampak pada krisis pangan,” kata Agas.
Kondisi ini diperparah dengan ketidakmandirian pangan karena suplai makanan masih sangat bergantung pada impor. Jagung, kedelai, beras, lebih banyak didatangkan dari luar sehingga harga menjadi mahal.
Tiga komiditi pangan utama akan terus ditingkatkan di Manggarai Timur, yaitu jagung, sorgum dan kedelai atau jasoke.
“Saya minta daerah Dampek ini jangan menanam padi terus. Selang seling harus dilakukan antara padi, jagung, sorgum dan kedelai. Dengan sistem ini tanah juga menjadi subur,” tutur Agas.
Bupati Agas mengatakan, pihaknya serius untuk menjadikan Manggarai Timur sebagai kabupaten sorgum, dengan mengeluarkan Peraturan Bupati Manggarai Timur Nomor 34 tahun 2021 tentang Pengembangan Sorgum sebagai Pangan Alternatif.
Perayaan panen raya sorgum bertujuan untuk membuka wawasan dan membangun gerakan masyarakat dalam membangun ketahanan pangan dan gizi di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Timur. Sorgum merupakan tanaman pangan yang multifungsi dan memiliki banyak manfaat.
Direktur Program Yayasan Kehati, Rony Megawanto, mengatakan, sorgum menjadi salah satu solusi agar kita tidak sangat bergantung pada pangan luar. Sorgum sangat cocok tumbuh di wilayah tandus seperti Manggarai Timur.
“Kalau kita sangat bergantung pada sumber pangan dari luar, maka kiat akan kelaparan. Contohnya saja ketika pandemi Covid-19 melanda, banyak negara-negara di dunia menghentikan ekspor untuk mengamankan pasokan makanan mereka terlebih dahulu,” tutur Rony.
Pangan lokal seperti sorgum, lanjut Rony, perlu terus digiatkan dan disosialisasikan agar lebih dikenal masyarakat sehingga menciptakan pasar bagi para petani sorgum.
“Kunci dari keberhasilan ini semua adalah kolaborasi berbagai pihak. Sorgum jangan lagi dipandang rendah karena tanaman ini sangat bergizi. Sorgum bahkan sudah disebut sebagai superfood karena kandungan gizinya luar biasa,” kata Rony.
Ia mengingatkan agar sorgum bisa menjadi konsumsi masyarakat lokal untuk memenuhi pangan mereka terlebih dahulu. Tidak boleh banyak dijual ke luar daerah, kecuali jika memang sudah ada sisa produksi setelah kebutuhan pangan terpenuhi.
Sebagai sumber pangan, sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tidak kalah dengan padi dan jagung. Sorgum kaya beragam zat antioksidan, mineral, protein, karbohidrat dan serat penting.
Selain itu, sorgum mampu tumbuh subur meski di musim kemarau panjang di daerah yang kering, bertanah marjinal, berpasir bahkan berbatu.
Dengan demikian, tanaman ini cocok untuk dikembangkan di lahan kering yang cukup banyak jumlahnya seperti di Kabupaten Manggarai Timur yang memiliki luas kurang lebih 40 ribu hektare.
Sementara itu, Vikjen Keuskupan Ruteng RD. Alfons Segar Pr, mengatakan Keuskupan Ruteng terus berupaya membebaskan masyarakat dari kelaparan serta meningkatkan perekonomian masyarakat di wilayahnya.
Berbagai upaya tersebut salah satunya dilakukan dengan mendorong agar masyarakat bisa memproduksi sendiri pangan mereka. Lahan-lahan yang dimiliki keuskupan ini menjadi lahan yang digarap bersama masyarakat untuk menanam Sorgum.
Sorgum dan Perubahan Iklim
Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pembengkakan populasi, termasuk penyediaan pangan di masa depan juga menghadapi persoalan alam. Pemanasan global telah memicu perubahan iklim dan pergeseran pola hujan.
Daerah yang secara klimatologis kering seperti Nusa Tenggara Timur, akan semakin kering. Diperlukan tanaman yang memiliki tingkat adaptif tinggi terhadap dampak perubahan iklim.
Kajian dari David B. Lobell dari Universitas Satanford, Amerika Serikat dan tim yang dipublikasikan di jurnal Science (2008) menyebutkan bahwa sorgum sebagai tanaman yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap perubahan iklim.
Graeme Hammer dari Queensland Alliance for Agriculture and Food Innovation (2015) menyebutkan, kemampuan adaptasi sorgum terhadap perubahan iklim karena efisien dalam menyerap air.
Kemampuan adaptasi ini membuat sorgum menjadi salah satu harapan pemenuhan kebutuhan pangan di masa depan, terutama jika dikaitkan dengan perubahan iklim. Apalagi, luas lahan kering di Indonesia cukup besar.
Lahan kering untuk pertanian memiliki 144 juta hektare dan menutut DEPTAN lahan pertanian yang potensial untuk sorgum ada seluas 19,91 juta hektar (DEPTAN, 2004).
Dalam banyak kasus di beberapa daerah yang memiliki lahan kering, mereka tidak hanya mengalami gagal panen, namun juga gagal tanam.
Berkurangnya curah hujan, musim hujan yang mundur, sampai fenomena alam seperti El Nino menyebabkan petani tidak bisa bercocok tanam sesuai waktu yang biasa ditentukan.
“Sorgum merupakan tanaman pilihan paling sesuai dalam upaya peningkatan produktivitas lahan-lahan kering marginal, lahan kosong atau lahan non-produktif lainnya. Dengan menanam sorgum maka produktifitas lahan akan meningkat dan juga mendukung upaya pengembangan pertanian berkelanjutan dan peningkatan produksi pangan Indonesia. Jadi, selain daya tahannya terhadap perubahan iklim, sorgum juga memenuhi syarat dari aspek gizi maupun produktivitas,” ungkap Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI, Puji Sumedi.
Pelatihan Pascapanen Sorgum
Pelibatan anak muda dalam rantai produksi sorgum juga merupakan hal yang perlu menjadi perhatian. Anak-anak muda harus diperkenalkan kembali potensi pangan lokal mereka.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Panen Raya Sorgum, diadakan acara Manggarai Youth Local-foodpreneur Camp. Kegiatan ini dilaksanakan selama 3 hari diikuti oleh perwakilan kelompok anak muda dari Desa Melo, Desa Golo Ndari, Desa Satar Padut, dan Desa Robek.
Kegiatan ini diharapkan menjadi ruang diskusi di mana peserta dapat membangun visi terkait usaha pangan lokal berbasis sorgum dan merencanakan aksi-aksi ke depan untuk mencari solusi permasalahan di hulu sampai ke hilir.
Beberapa pelatihan yang akan dilakukan yaitu, pengenalan sorgum sebagai pangan lokal yang memiliki potensi yang luar biasa baik dari sisi ekologi, sosial budaya, dan ekonomi. Sebagai makanan nenek moyang, sorgum merupakan solusi ketahanan pangan lokal dan pemenuhan gizi masyarakat.
Selain itu, peserta pelatihan akan diberikan materi kewirausahaan. Sorgum diharapkan dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat melalui produk olahan sorgum.
Dalam pelatihan ini, para peserta belajar mengenai budi daya sorgum, menggambarkan mimpi terkait sorgum sebagai pangan lokal dan solusi ketahanan pangan, mengenal aneka produk turunan sorgum, memahami pentingnya keamanan pangan, merancang business plan, mengenal bauran pemasaran 4P (Product, Piece, Place, Promotion) dan membuat rencana tindak lanjut.
Di hari terakhir pelatihan, peserta secara berkelompok melakukan praktik pembuatan produk olahan sorgum yang disajikan, dinilai oleh juri dan dinikmati bersama-sama di akhir acara.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba