Jakarta, Vox NTT– Masyarakat sipil mendesak Kepala Negara Indonesia dan Filipina segera memberi kesempatan kepada Mary Jane Veloso untuk bersaksi dalam persidangan.
Mary Jane Fiesta Veloso merupakan seorang wanita berkebangsaan Filipina yang dijatuhi vonis hukuman mati karena mengedarkan heroin hingga masuk ke Indonesia.
Mary Jane Fiesta Veloso telah dipindahkan ke Lapas Perempuan Kelas IIB Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia dipindahkan bersama 88 warga binaan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A Yogyakarta.
Direktur Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa dalam keterangan rilis yang diterima media ini, Senin (06/09/2022), menjelaskan, pada tanggal 30 Juli adalah momentum bagi rakyat dunia untuk memperingati hari antiperdagangan orang yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB sejak tahun 2013.
Namun, dalam dokumen trafficking in persons report atau TIP Report tahun 2022 yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri AS menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia mengalami penurunan kinerja dalam menangani kasus perdagangan orang.
“Sampai hari ini Kementerian Luar Negeri menyebutkan sejumlah 206 buruh migran Indonesia sedang menghadapi hukuman mati karena dijebak menjadi korban sindikat narkoba dan persoalan lainnya. Kami sangat menyayangkan karena belum ada itikad baik dari pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan konkret yang dialami rakyat,” ujar Gabriel.
Ia mengatakan, kasus Mary Jane Veloso (MJV) buruh migran asal Filipina dan Merri Utami (MU) buruh migran perempuan asal Indonesia yang sampai hari ini masih di penjara dan terancam hukuman mati.
MJV ditangkap di Bandara Internasional Adi Sucipto Yogyakarta pada 25 April 2010 karena petugas menemukan heroin sebesar 2,6 kilogram yang terbungkus alumunium foil.
Sedangkan, MU ditangkap di Bandara Soekarno Hatta Jakarta sejak tahun 2002 karena petugas menemukan narkoba jenis heroin seberat 1,1 kg di dinding tas.
Menurut Gabriel, latar belakang dan perjalanan hidup MJV dan MU tak jauh beda dari kenyataan sehari-hari yang dialami para perempuan buruh migran.
Mereka adalah korban kemiskinan, migrasi paksa, perdagangan manusia dan sindikat narkoba yang memanfaatkan ketidakberdayaan dan kerentanan para perempuan desa untuk kepentingan bisnis mereka.
Dengan modus ditawari pekerjaan menjadi buruh migran, namun nahas MJV dan MU malah dijebak oleh para sindikat untuk membawa narkoba yang menyebabkan mereka ditangkap dan dipenjara.
Gabriel menegaskan, JV dan MU korban perdagangan manusia dan sindikat narkoba dan tidak sepatutnya negara menghukum korban.
Hingga saat ini MJV menunggu untuk diberikan kesempatan testimoni, menuntut pembebasan sayangnya tidak diberikan.
“Sudah 2 kali pergantian Presiden Filipina dan Indonesia, namun kejelasan proses keadilan Mary Jane masih digantung. Sementara MU memohon grasi kepada presiden namun juga tidak diberikan,” ujar Gabriel.
Kasus serupa dengan MJV juga menimpa seorang buruh migran Indonesia, Dwi Wulandari (DW).
Ia ditangkap oleh di Bandara Internasional Nonoy Aquini Filipina karena ditemukan kokain seberat 6,3 kg di bagasi yang dibawanya.
DW direkrut oleh tetangganya untuk bekerja di Malaysia. Namun, setelah itu ia diminta untuk berpergian ke beberapa negara hingga ke Peru lalu ke Manila.
Dalam perjalanannya di Peru, ia dititipi barang oleh seseorang yang harus diantar ke Manila.
Barang ini lantas yang membuatnya sempat dijatuhi hukuman seumur hidup oleh pengadilan Filipina setelah 5 tahun dipenjara.
Namun di tahun 2019, setelah ajuan bandingnya dikabulkan, ia dinyatakan bebas dari segala tuntutan.
Belajar dari kasus-kasus MJV, MU dan DW bahwa sindikat narkoba menjalankan aksinya dengan berbagai macam cara dan tidak segan-segan mengorbankan kehidupan pekerja migran.
Kasus DW menunjukkan bahwa masih besar kemungkinan pembebasan MJV dan MU untuk dilakukan.
“Kami yakin bahwa Presiden Jokowi dan Ferdinand ‘Bongbong’ masih memiliki hati nurani sehingga dapat meyakinkan pembebasan mereka,” ujar Gabriel.
Gabriel sendiri mendengar bahwa tanggal 4-6 September 2022 mendatang, Presiden baru Filipina Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Jr berencana untuk mengunjungi Presiden Indonesia Joko Widodo.
Setelah resmi dilantik pada 30 Juni 2022 Presiden Ferdinand ‘Bongbong’ ingin mengikuti tradisi masa lalu mengikuti presiden sebelumnya dengan berkunjung ke negara kawasan Asia Tenggara untuk tujuan kenegaraan.
Dalam kesempatan kunjungan kenegaraan pertama presiden Ferdinand ‘Bongbong’ ke Indonesia, pihak Gabriel dan kumpulan berbagai organisasi masyarakat sipil menyatakan sikap;
Pertama, mendesak kedua kepala negara Indonesia dan Filipina untuk segera memberi kesempatan kepada Mary Jane Veloso bersaksi dalam persidangan di Filipina terhadap perekrutnya.
Sebab hingga sekarang, Mary Jane tidak diberi kepastian kapan dan bagaimana dia bisa bersaksi dan memaparkan apa yang menimpa dirinya.
Kedua, menuntut kepada Presiden Jokowi untuk membebaskan Mary Jane dan Merri Utami dari ancaman hukuman mati serta mengembalikan mereka kepada keluarga masing-masing. Mereka korban yang harus dilindungi dan bukan dihukum.
Sebagai negara-negara supplier tenaga kerja di Asia Tenggara untuk berbagai sektor, Gabriel berharap kepada Presiden Jokowi dan Presiden Ferdinand ‘Bongbong’ tidak hanya membahas kerja sama bisnis dan keamanan negara saja, namun juga membahas perlindungan dan kondisi kerja migran dengan menggunakan kekuatan diplomasi mereka. [VoN]