Ruteng, Vox NTT- Utusan pihak PLN dan perusahaan geothermal kembali mengunjungi wilayah Poco Leok pada Selasa (01/08/2023). Seperti biasa, kehadiran mereka juga dikawal ketat oleh gabungan aparat keamanan, yang terdiri dari polisi dan Brimob.
Rombongan itu datang dari arah Ruteng, ibu kota kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sekitar pukul 08.00 Wita, rombongan itu sudah memasuki Ndajang, kampung pertama menuju Poco Leok. Di Ndajang, tepatnya di rumah Vinsensius Godat, rombongan itu melakukan pertemuan dan diskusi singkat.
Sementara itu, warga Poco Leok yang sudah mengetahui kehadiran pihak PLN itu segera merespons dengan sangat cepat. Warga mulai berdatangan ke sejumlah lokasi yang selama ini telah menjadi target pengoperasian PLN, juga sebagiannya berjaga-jaga di tempat-tempat strategis di wilayah Poco Leok.
Di simpang tiga Lungar, yang selama ini di kalangan warga sudah tenar dengan sebutan simpang tiga ‘bupati kaku’, kumpulan warga dari beberapa kampung dan gendang sudah bersiap-siap.
Orang berdatangan dari seluruh penjuru Poco Leok, dan segera menambah jumlah massa penolak geothermal. Kumpulan besar warga itu datang dari beberapa gendang, seperti gendang Lungar, Tere, Jong, Tebak, Cako, Nderu, dan tiga kampung yang paling jauh, Mori, Mocok dan Mucu.
Mereka tiada hentinya menyuarakan penolakan terhadap kehadiran pihak PLN di Poco Leok. Terutama, mereka ingin agar pemerintah dan pihak PLN segera menghentikan rencana perluasan proyek geothermal di Poco Leok.
Setelah sekian lama menunggu, kumpulan warga dari 10 gendang penolak bergegas ke arah Ndajang untuk melakukan pengecekan. Sebagian berjalan kaki dan sebagian lagi menggunakan kendaraan motor.
Dari jarak beberapa ratus meter, warga mendengar suara mesin genset dari Lingko Rame Munting, milik gendang Rebak. Besar kemungkinan, rombongan PLN itu datang bersama tim peneliti, untuk mengukur suhu tanah, udara, dan sebagainya.
Beberapa warga mempercepat langkah menuju sumber suara. Dari jarak beberapa puluh meter, tampak beberapa kendaraan aparat keamanan sedang parkir di jalan raya.
Puluhan aparat keamanan yang terdiri dari polisi dan brimob tampak berjaga-jaga di jalan. Beberapa warga berteriak agar segera mencari orang-orang atau tim yang datang tanpa izin, tanpa prosedur yang baik. Beberapa lainnya menyatakan penolakan terhadap rombongan asing itu.
“Datang terus, datang terus saja. Tidak pernah malu. Apakah kalian tidak dengar kami punya suara penolakan,” demikian seorang ibu berteriak.
“Kalian yang datang ini orang-orang terdidik. Tapi kalian datang dan bor sembarang saja di lahan warga tanpa tata cara yang baik. Beginikah adab orang terdidik?” ibu lain menyambar.
Lalu terjadi perdebatan sengit antara warga dan aparat. Beberapa aparat juga terlibat saling dorong dengan warga. Bahkan seorang aparat, yang tidak diketahui namanya, menuduh seorang anak muda yang turut hadir dalam aksi sebagai provokator.
“Hei, kau provokator,” Kata salah seorang aparat sambil menunjuk ke arah wajah sang pemuda.
Mendengar itu, sang pemuda naik pitam dan segera berteriak. “Apa? Anda cap saya provokator? Saya warga Poco Leok, dan sedang berjuang mempertahankan hak dan tanah Poco Leok. Itu anda anggap provokator?” demikian pemuda itu membalas ke arah sang aparat.
Setelah bersitegang cukup lama, pihak aparat keamanan itu segera bergegas dan bergerak ke arah Ruteng. Namun, gabungan Warga Poco Leok dari 10 gendang itu tetap membuntuti pergerakan aparat keamanan sampai di Lingko Ndajang.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba