Tambolaka, Vox NTT- Umat Katolik di seluruh dunia tengah merayakan peringatan Trihari hari suci Yesus Kristus. Begitu juga dengan umat Stasi Salib Suci Waipaddi, Paroki Waimarama Kodi Bangedo, Sumba Barat Daya, NTT.
Setelah berjaga bersama Tuhan semalaman dalam penyembahan Sakramen Maha Kudus, pada umat (29/3/2024) seluruh umat stasi Salib Suci Waipaddi hadir kembali mengikut ibadat Jalan Salib.
Gerimis pagi baru usai, jalan dan pepohonan masih basah, Romo Fidel, Pr, Romo Oris, Pr dan Pater Frans Seda, SVD berarak bersama seluruh umat mulai dari anak-anak, orang muda, orang tua dalam suasana hening dan mulai berkumpul tepat di depan gerbang Biara SCMM Waipaddi.
Jalan Salib dipimpin oleh Suster Pascalia, SCMM yang dimulai tepat pukul 09.00 waktu setempat. Seperti biasa umat Paroki Waimarama mengikuti ibadat Jalan Salib bersama melintasi jalan diperkampungan masyarakat sekitar Gereja Waipaddi. Kebiasaan Jalan Salib melintas perkampungan ini telah berlangsung selama dua tahun.
Jalan Salib pagi ini juga melewati perumahan dan perkebunan masyarakat. Para petugas dan OMK bersama umat telah menyiapkan beberapa tempat perhentian tepat di depan halaman rumah umat sebagai tempat untuk berdoa dan merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus Kristus.
Setiap perhentian tempat untuk berdoa dihiasi dengan beberapa lembar kain, bunga seadanya dan lilin bernyala oleh petugas bersama keluarga-keluarga.
Perhentian pertama tepat di depan gerbang biara SCMM dan perhentian terakhir di dalam Gereja Salib Suci Waipaddi.
Dalam suasana hening para peserta ziarah salib berdoa dan bernyanyi. Beberapa kali mendaraskan doa Bapa Kami, Salam Maria dan menyanyikan lagu-lagu sengsara Tuhan Yesus di sepanjang jalan.
Satu hal yang menarik dan berbeda dari Jalan Salib ini adalah kebiasaan umat Stasi Waipaddi di
mana di setiap perhentian, umat atau keluarga-keluarga mempersembahkan hasil karya mereka untuk Tuhan yang tersalib.
Umat membawa padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran serta bahan persembahan lainnya di setiap perhentian Jalan Salib dan menaruh persembahan di samping gambar Yesus yang menderita. Ini persembahan sebagai silih atas dosa.
Persembahan tersebut disiapkan oleh keluarga yang rumahnya dipilih sebagai tempat perhentian untuk berdoa.
Umat memberi dengan senang hati dan dilihat sebagai persembahan imam kepada Tuhan Yesus yang rela menderita bagi dosa-dosa umat manusia.
Dalam keadaan terbatas dan berkekurangan umat Waipaddi tetap setia untuk berbagi. Spiritualitas berbagi dimulai dengan hal yang kecil dan sederhana.
Menurut Romo Fidel, kebiasaan ini baik untuk membantu umat dalam penghayatan iman. “Menurut saya kebiasaan ini sangat baik dan mereka luar biasa,” katanya.
Menurut kesaksian Romo Oris, Pr, kali ini ada peningkatan jumlah umat dalam partisipasi baik kehadiran untuk berdoa maupun semangat memberi persembahan yang dibawa.
Yesus telah mempersembahkan diriNya secara total. Ia rela wafat di Salib sebagai persembahan tersuci untuk keselamatan umat manusia.
“Mari kita mempersembahkan diri seperti Tuhan bagi dunia dan sesama kita,” ajak Romo Oris.
Kontributor: Pater Fransiskus Seda, SVD