Labuan Bajo, Vox NTT- Aktivis pergerakan yang konsen dengan persoalan agraria, Yosef Sampurna Nggarang, mencium adanya upaya busuk para mafia tanah di Labuan Bajo, Kabupaten Mannggarai Barat dalam rangka memuluskan praktik kotor mereka.
Yang terbaru, Yos Nggarang mengaku mengendus adanya upaya mereka yang diduga bagian dari mafia tanah, seperti membangun narasi melemahkan dan bahkan tidak mengakui peran Fungsionaris Adat.
“Saya membaca berita terkait persoalan agraria di Labuan Bajo ini, di mana saya melihat ada framing yang sengaja didesain, untuk melemahkan Fungsionaris Adat Nggorang,” kata Yos Nggarang di Labuan Bajo, Senin (17/6/2024).
“Saya melihat narasi-narasi yang dibuat ini diarahkan untuk menyerang dan memframing seolah-olah persoalan agraria yang sedang disidangkan di pengadilan saat ini bagian dari persoalan Fungsionaris Adat,” imbuhnya.
Sebagai orang yang fokus meneliti persoalan agraria di Labuan Bajo, Yos Nggarang berharap proses sidang yang ada di pengadilan saat ini bisa menyelesaikan persoalan hukum sesuai pokok perkara. Apalagi persoalan hukum itu tidak terkait fungsionaris adat.
“Jadi saya mau tegaskan bahwa dalam kasus yang sedang disidangkan itu tidak ada persoalan dengan fungsionaris adat. Tetapi orang-orang itu justru mempersoalkan fungsionaris adat,” ujar Yos Nggarang.
Ia pun menyebut, ada dua kelompok di Labuan Bajo, yang memiliki pandangan berbeda terkait Fungsionaris Adat. Ada kelompok besar yang berjuang untuk kepentingan orang banyak, dan ada kelompok kecil yang cenderung berjuang untuk kepentingan pribadi mereka.
Untuk kelompok besar, demikian Yos Nggarang, mereka ini paham sejarah, struktur adat dan mereka betul-betul menjaga amanah dan marwah Fungsionaris Adat. Mereka terdiri dari mayoritas masyarakat
yang tinggal di wilayah 12 kampung dalam wilayah bekas Kedaluan Nggorang.
“Kelompok besar ini melihat institusi adat sangat penting, mereka paham struktur adat, mengikuti amanah para tetua sejak dahulu, serta memiliki hubungan baik dengan Fungsionaris Adat, dan terus menjaga,merawat dan memajukan peradaban di Labuan Bajo,” ujarnya.
“Selanjutnya untuk kelompok kecil, saya identifikasi mereka ini bagian dari mafia tanah di Labuan Bajo. Sebagian lagi punya rekam jejak terkait dengan pencaplokan lahan 30 hektare milik Pemda dulu. Ada juga satu pemangku adat yang mengaku sebagai Tua Golo, tetapi diduga kurang mendapat legitimasi di masyarakat dikampungnya sendiri, bahkan juga saya mencium Pemerintah Desa setempat juga tidak mengakui, soal ini Yos Nggarang mengajak publik untuk mengkroschek dilapangan.”
Saat ini, kata dia, kelompok kecil ini yang bermain dalam perkara yang sedang disidangkan di Pengadilan. Mereka berjuang menggiring perkara ini ke Fungsionaris Adat.
“Kelompok ini juga melihat Fungsionaris Adat dibutuhkan, tetapi dibutuhkan untuk kepentingan mereka saja. Jadi sepanjang kepentingan mereka diakomodir, mereka akui Fungsionaris Adat. Sebaliknya jika tidak, mereka membangun narasi sebagaimana diberitakan beberapa hari ini, bahkan cenderung menyerang Fungsionaris Adat,” tandas Yos Nggarang.
Dari analisa lapangan yang dilakukan Yos Nggarang, semula pihak yang berperkara ini sesungguhnya mengurus surat-surat pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dalam perjalanan, BPN meminta adanya Surat Penegasan Fungsionaris Adat terkait surat – surat dan Alas Hak, sesuai ketentuan yang berlaku. Saat meminta Surat Penegasan itu, mereka menemui jalan buntu, karena Fungsionaris Adat tidak mengiyakan. Fungsionaris Adat melihat ada yang tidak beres dengan dokumen tanah yang ada.
“Dugaan saya, dokumen yang dimiliki kelompok ini kurang beres, Itu sebabnya Fungsionaris Adat tidak mengeluarkan Surat Penegasan sesuai permintaan BPN,” kata Yos Nggarang, menduga.
“Terkait dugaan pemalsuan ini, Yos memberi contoh soal sengekta lahan Pemda seluas kurang lebih 30 Ha, ada dokumen seolah- olah Alas Hak tersebut benar ditandatangani Camat yang menjabat saat itu. Saat di baca dan teliti, ternyata ada perbadaan halaman pertama dan halaman kedua,” Ujarnya.
Lanjutnya, dalam fakta persidangan lahan Pemda 30 Ha di Pengadilan Tipikor Kupang, Cara- cara kotor ini terbongkar dan pelaku mengakui perbuatanya, motifnya adalah imbalan uang.
Putra Manggarai Barat ini juga menjelaskan soal keberadaan Fungsionaris Adat bukan baru saja muncul sekarang, sudah puluhan tahun dan sifat kerjanya itu independen, melayani, menjaga dan melanjutkan amanah para pendahulu.
“Dalam bekerja pelayanannya mengedepankan tiga unsur; unsur kehati- hatian, ketelitian dan saksama,” jelasnya.
Tiga unsur ini tidak terpisahkan dan yang paling mendasar dari itu semua adalah memiliki landasan integritas dan moral.
“Fungsionaris Adat sudah membuktikan itu semua. Sebagai contoh,lagi- lagi di lahan 30 Ha. Fungsionaris Adat Nggorang menjaga dan meneruskan amanah para pendahulu,mempertahankan bahwa lahan tersebut sudah diberikan kepada negara,” ungkap Yos.
Kembali ke persoalan yang sedang ramai diframing sekarang, karena misi ini gagal, menurut dia, mereka kemudian menyeret Fungsionaris Adat dalam perkara mereka. Bahkan ada juga narasi yang dibangun, yang diarahkan untuk menyerang dan melemahkan Fungsionaris Adat.
“Karena kepentingan mereka, yang saya duga bagian dari mafia tanah ini tidak diakomodir, mereka akhirnya menyerang Fungsionaris Adat,” ujarnya.
“Target mereka jelas, Fungsionaris Adat ini hilang sehingga tidak perlu lagi ada Surat Penegasan Fungsionaris Adat. Padahal Surat Penegasan ini penting, untuk memastikan bahwa Alas Hak yang ada itu benar adanya,” lanjut Yos Nggarang.
Ia mengaku telah berkomunikasi dengan Satgas Mafia Tanah di Kejaksaan dan Kepolisian, untuk mencermati misi terselubung kelompok ini.
“Aparat juga sudah mengendus permainan mereka ini. Kuat dugaan, mereka ini bagian dari mafia tanah. Kita dorong supaya cara penyelesaiannya nanti seperti lahan Pemda dulu, supaya ada efek jera bagi para mafia tanah,” pungkas Yos Nggarang. [VoN]