Oleh: Patrison Benefaciendo Bulu Manu
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira Kupang
Pembangunan nasional Indonesia sering kali dinilai melalui indikator ekonomi dan fisik seperti pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), infrastruktur, dan investasi asing.
Namun, di balik statistik ini, terdapat dimensi filosofis yang mendalam yang sering kali diabaikan.
Nilai-nilai filosofis seperti keadilan, kesejahteraan, demokrasi dan keberlanjutan memainkan peran penting dalam membentuk arah dan tujuan pembangunan.
Menyelami nilai-nilai ini dapat membantu kita memahami pembangunan nasional secara lebih holistik dan memastikan bahwa kemajuan yang dicapai bersifat inklusif dan berkelanjutan.
Penulis akan membahas bagaimana keadilan sosial dalam pembangunan, demokrasi dan partisipasi publik, keberlanjutan dan etika lingkungan, pembangunan sebagai proses humanisasi serta nilai-nilai lokal dan kearifan tradisional yang akan menjadi nilai-nilai filosofis dalam pembangunan nasional.
Keadilan sosial adalah konsep yang menekankan distribusi sumber daya dan peluang secara merata di seluruh lapisan masyarakat.
Dalam konteks pembangunan nasional, ini berarti bahwa manfaat dari pembangunan harus dirasakan oleh semua kelompok, terutama yang terpinggirkan.
Tanpa keadilan sosial, pembangunan hanya akan memperdalam ketimpangan dan mengakibatkan ketidakstabilan sosial.
Seperti yang diungkapkan oleh seorang pemikir Amerika, John Rawls yang terkenal dengan teorinya keadilan sebagai kewajaran.
Baginya, ketidaksetaraan hanya dapat diterima jika memberikan manfaat terbesar kepada mereka yang paling kurang beruntung atau ketidaksetaraan sosial atau ekonomi hanya dapat dibenarkan jika hal tersebut menghasilkan manfaat yang paling besar bagi orang-orang yang paling tidak beruntung atau paling membutuhkan.
Indonesia, dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika,” memiliki kewajiban moral untuk memastikan bahwa pembangunan tidak hanya menguntungkan segelintir elit tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat luas.
John Rawls telah berbicara dalam konsepnya keadilan sebagai kewajaran. Dalam konteks ini, kebijakan seperti program perlindungan sosial, akses pendidikan dan layanan kesehatan universal adalah langkah-langkah yang sejalan dengan prinsip keadilan sosial.
Program-program itu tidak hanya bertujuan untuk menciptakan kesetaraan material, tetapi juga mempromosikan kesempatan yang adil bagi setiap individu untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal sesuai dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Dengan demikian, Indonesia memegang teguh komitmen moralnya untuk memastikan bahwa pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan benar-benar bermanfaat bagi seluruh masyarakatnya.
Pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip demokrasi dan partisipasi publik. Demokrasi bukan hanya tentang pemilu, tetapi juga tentang partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Dalam filsafat politik, partisipasi publik adalah esensi dari kedaulatan rakyat, di mana masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Partisipasi publik mencerminkan konsep kebajikan sipil, di mana keterlibatan aktif warga negara dianggap sebagai perwujudan dari etika bersama dan tanggung jawab moral.
Selain itu, partisipasi publik memperkuat dimensi dialogis dari demokrasi, yang menekankan pentingnya diskursus dan interaksi antar warga sebagai fondasi bagi pencapaian kesepakatan bersama yang adil dan inklusif.
Partisipasi publik yang efektif dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah dan memastikan bahwa kebijakan pembangunan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Jurgen Habermas, dalam teorinya tentang ruang publik, menekankan pentingnya diskursus yang inklusif dan rasional dalam pembentukan kebijakan.
Ini relevan bagi Indonesia dalam memastikan bahwa pembangunan tidak hanya didikte oleh kepentingan politik dan ekonomi jangka pendek, tetapi juga oleh dialog yang berkelanjutan dengan berbagai pemangku kepentingan.
Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Prinsip ini sangat penting di tengah krisis lingkungan global dan perubahan iklim.
Nilai-nilai etika lingkungan, yang menekankan penghormatan terhadap alam dan pemanfaatan sumber daya yang bijaksana, harus diintegrasikan dalam setiap aspek pembangunan nasional.
Filsuf seperti Aldo Leopold dan Arne Naess yang berbicara mengenai lingkungan telah mengadvokasi pendekatan etika lingkungan yang holistik, di mana manusia dianggap sebagai bagian integral dari ekosistem.
Untuk Indonesia, yang kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, menjaga keseimbangan ekologis adalah kunci untuk keberlanjutan jangka panjang.
Ini memerlukan kebijakan yang mendukung praktik-praktik pertanian berkelanjutan, konservasi hutan, dan pengurangan emisi karbon.
Filsuf Paulo Freire menyatakan bahwa pembangunan harus dilihat sebagai proses humanisasi, di mana manusia diperlakukan sebagai subjek yang aktif, kreatif, dan berdaya.
Dalam konteks ini, pembangunan nasional bukan hanya tentang pembangunan fisik dan ekonomi tetapi juga tentang pengembangan kapasitas manusia, pendidikan, dan pemberdayaan.
Pendidikan memainkan peran sentral dalam pembangunan sebagai proses humanisasi. Melalui pendidikan, individu dapat mengembangkan potensi mereka secara penuh, memahami hak dan tanggung jawab mereka dan berkontribusi pada masyarakat.
Indonesia, dengan jumlah penduduk muda yang besar, memiliki peluang besar untuk memajukan pembangunan melalui investasi dalam pendidikan yang inklusif dan berkualitas.
Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai alat untuk mengembangkan karakter dan etika.
Dalam konteks ini, pendidikan inklusif dan berkualitas menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkelanjutan, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil.
Selain pendidikan, Indonesia memiliki kekayaan budaya dan nilai-nilai lokal yang dapat memberikan panduan dalam pembangunan nasional.
Kearifan tradisional seperti gotong royong, musyawarah, dan keadilan komunitas adalah nilai-nilai yang telah terbukti efektif dalam memelihara harmoni sosial dan keberlanjutan.
Mengintegrasikan nilai-nilai lokal ke dalam kebijakan pembangunan menciptakan model pembangunan yang lebih bermakna dan berkelanjutan, memperkuat identitas nasional, serta menumbuhkan rasa memiliki di antara masyarakat.
Menggali nilai-nilai filosofis dalam pembangunan nasional memungkinkan kita untuk melihat pembangunan dari perspektif yang lebih luas dan mendalam.
Nilai-nilai seperti keadilan sosial, demokrasi, keberlanjutan, humanisasi, dan kearifan lokal memberikan landasan yang kuat untuk menciptakan pembangunan yang tidak hanya material, tetapi juga moral dan spiritual.
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini, Indonesia dapat memastikan bahwa kemajuan yang dicapai bersifat inklusif, adil dan berkelanjutan, membawa manfaat yang nyata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, pembangunan yang berlandaskan nilai-nilai filosofis memungkinkan terciptanya keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial, serta antara kemajuan teknologi dan kelestarian lingkungan.
Melalui pendekatan ini, kita dapat membangun bangsa yang tidak hanya maju secara fisik tetapi juga kaya akan nilai-nilai kemanusiaan yang menghormati martabat setiap individu dan keberlanjutan alam.
Mari kita integrasikan nilai-nilai filosofis seperti keadilan sosial, demokrasi, keberlanjutan, humanisasi, dan kearifan lokal dalam setiap aspek pembangunan nasional untuk mencapai kemajuan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.