Labuan Bajo, Vox NTT- Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus korupsi tanah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil diringkus Tim Kejaksaan Negeri Manggarai Barat.
Penangkapan ini berdasarkan perintah Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi NTT.
Afrisal alias Unyil yang menjadi salah satu terdakwa dalam kasus korupsi sengketa lahan Pemda Mabar seluas 30 hektare dengan kerugian negara mencapai 1,3 triliun ini ditangkap di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Selasa (9/7/2024).
Pria asal Sumatera ini diketahui sudah beberapa hari berada di Labuan Bajo.
Aktivis sosial Yos Nggarang menyebut penangkapan Unyil membuat ingatan publik kembali ke kasus Kerangan.
Pada tahun 2021, penyidik Kejaksaan Tinggi NTT mengusut kasus ini dan disidangkan di Pengadilan Negeri Tipikor NTT di Kupang.
Hakim memvonis bersalah terhadap 15 terdakwa, salah satunya Unyil divonis 6 tahun penjara dan denda satu miliar.
Yos yang selalu mengawal kasus ini mengatakan, Unyil dan tiga terpidana lainnya dalam proses persidangan kala itu sempat bebas demi hukum karena masa tahanan berakhir.
“Ketika hakim memvonis bersalah dikuatkan oleh keputusan Pengadilan Tinggi dan keputusan Mahkamah Agung( MA), dua dari tiga terpidana ini patuh dengan keputusan MA, mereka kembali masuk ditahan. Sedangkan Unyil abai dengan keputusan kasasi MA,” jelas Yos dalam keterangan yang diterima awak media, Selasa (9/7/2024).
Oleh karenanya, lanjut dia, Kejati NTT menegakkan hukum, menjalankan putusan MA, memasukan terpidana Afrizal alias Unyil menjadi Daftar Percarian Orang (DPO). Sejak putusan kasasi, Unyil menjadi buronan.
Keberadaan Unyil di Labuan Bajo, menurut Yos, seakan Labuan Bajo memanggilnya. Diduga daerah ini baginya tetap menjadi magnet, tempat untuk mengais rezeki dan tempat persembuyian yang nyaman?
Kini Kejaksaan berhasil menangkap Unyil di Bandara Komodo saat hendak terbang ke Pulau Dewata.
Kerangan Memanggil
Yos menilai, Unyil mungkin tidak berniat melarikan diri, hanya “menghindar” dan menunda menjalankan putusan kasasi dan seraya berharap Jaksa memaklumi dan jika bisa melupakannya sebagai buronan.
Namun, “roh” Kerangan berkata lain. “setiap orang yang melakukan perbuatan salah dan jahat harus dihukum.”
“Yang menghukum bukan Jaksa, hakim atau publik, tapi buah dari setiap perbuatan. Sekali kamu ‘main’ menjual tanah, kamu akan kecanduan. Sama seperti kecanduan Narkoba,” kata Yos.
DPO kasus Kerangan ini diduga Yos sudah candu “main” tanah di Labuan Bajo, jauh-jauh dari pulau Sumatera sana.
Ia menegaskan, hanya orang candu yang nekat seperti ini. Tidak sadar diri masuk DPO, buronan Kejaksaan Tinggi NTT. Bebas melenggang seperti wisatawan yang ingin berlibur.
“Dugaan saya, kenekatan si DPO ini ke Labuan Bajo, bukan tidak mungkin urusan transaksi tanah. Tinggal aparat Kejaksaan lacak, apakah sang DPO berurusan dengan Notaris atau dengan pihak lain?” tukas Yos.
Naga Tanah Labuan Bajo
“Jangan pernah klaim kita yang punya tanah. Sejujurnya yang kita miliki hanya surat tanah.”
Tanah tidak bisa berpindah, ia tetap kokoh. Sedalam-dalamnya kamu gali, ia tetap ditempat yang sama. Sedangkan surat bisa berpindah-pindah ke banyak orang, kata Yos.
“Jika tanah disalahgunakan, misalnya ending semunya bisnis dan cara memperolehnya dengan tidak benar, maka tanah di tempat itu akan “bereaksi”. Muncul banyak masalah,” imbuh dia.
Lebih dari lima tahun Yos berhubungan dengan banyak orang di Labuan Bajo. Orang-orang yang dulunya mendapatkan pembagian tanah dari Fungsionaris Adat Nggorang atau pun dari 12 mukang (anak kampung) bagian dari kampung Nggorang, dan dari tindak- tanduknya mereka sudah merasa jadi “tuan” tanah. Kini beberapa di antaranya sudah kehilangan tanah.
Jika dulu orangtua mereka yang dapat pembagian tanah, digenerasi kedua (anak), di tanah rumah mereka lahir, tempat tinggal pun ludes di jual ke pihak lain.
Kalau sampai rumah dijual, artinya tanah yang lain diduga sudah habis terjual.
“Saya semakin sedih ketika mendengar testimoni, “rumahnya di jual atau disita karena terlilit utang. Ketika ditelusuri orang tersebut “pemain” tanah. Tapi mengapa dia tidak bisa kaya dari “maen” tanah? Malah hilang aset warisan orangtua?” tukas Yos.
Ketika rumah di jual atau disita, dia kehilangan tempat tinggal. Akhirnya dia memilih mengontrak di Kos.
Proses kehilangan aset rumah dan tanah diatas, bukan tidak berakibat pada tindak kriminal di kemudian hari.
Bisa-bisa karena kecanduan “main” tanah, ia nekat, tanah milik orang lain pun bisa dia jual tanpa sepengetahuan pemiliknya.
“Dari kejadian beberapa tahun ini, sepertinya alam Labuan Bajo sedang bekerja, menyeleksi kepada kita semua. Yang berniat baik akan bertahan, yang berniat jahat akan tersingkir,” terang Yos.
Seperti Naga Tanah Kerangan terus bekerja. Kerangan adalah simbol tentang menjaga warisan dan menjaga amanah leluhur.
Kerangan juga simbol membuang angan rasa memiliki tanpa hak, menyingkirkan pemodal yang ingin nambah pundi kekayaan dengan mengabaikan syarat kebenaran.
“Ingat, uang dan kekuasaan tidak bisa mengalahkan Naga tanah Kerangan,” katanya.
“Roh” tanah Kerangan terus bekerja. Dan Kerangan tetap milikNya. [VoN]