Ruteng, Vox NTT – Produksi ikan tangkap di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur naik dalam kurun waktu dua tahun terakhir, yakni tahun 2023 dan 2024.
Tahun 2023 tercatat produksi ikan di wilayah itu mencapai 7381,99 Kg, kemudian pada tahun 2024 berjumlah 7.392,90 Kg.
Produksi ikan tangkap tersebut direkap dari empat Kecamatan penghasil ikan basah, yakni Kecamatan Satarmese Barat, Satarmese, Reok dan Reok Barat.
Empat Kecamatan ini turut menyumbang produksi ikan di Kabupaten Manggarai, sehingga pengahasilan para nelayan terjaga setiap tahunnya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Manggarai, Hendrikus Sukur, Rabu, 22 Januari 2025 menjelaskan, produksi ikan tangkap dari empat kecamatan itu terus dilaporkan sepanjang bulan Januari sampai Desember.
Jenis ikannya juga berbeda beda, yakni, ikan tongkol, ikan tembang, ikan tuna, ikan cakalang, ikan cendro, ikan julung-julung, ikan terbang dan ikan lainnya.
Menurut Hendrikus, ada 24 jenis ikan yang tercatat dalam produksi perikanan tangkap para nelayan di Kabupaten Manggarai.
Dari 24 jenis ikan itu, ikan tongkol masih mendominasi produksi di empat kecamatan.
Produksi ikan tongkol masing-masing kecamatan pada tahun 2023, kata Hendrikus, mencapai 1067,80 Kg dengan rincian Kecamatan Satamese Barat menyumbang 417,71 Kg, Satarmese menyumbang 445,61 Kg, Reok menyumbang 124,52 Kg dan Reok Barat menyumbang 78,95 Kg.
Kemudian tahun 2024, produksi ikan tongkol juga masih mendominasi, yakni Kecamatan Satarmese Barat menyumbang 424,27 Kg, Satarmese menyumbang 456,57 Kg, Reok menyumbang 123,29 dan Reok Barat menyumbang 72,77 Kg.
Hendrikus menambahkan, produksi ikan dari empat kecamatan tersebut berasal dari para nelayan di berbagai desa dan kelurahan, baik yang berstatus nelayan penuh, sambilan tambahan dan sambilan utama.
Mereka menggunakan alat tangkap yang sah, seperti pukat dan pancing untuk mendapatkan ikan.
Di wilayah Pantai Selatan Kecamatan Satarmese Barat misalnya, para nelayan kebanyakan berasal dari Desa Terong, baik yang berstatus nelayan penuh, sambilan tambahan maupun sambilan utama.
Kemudian di Kecamatan Satarmese para nelayan kebanyakan berasal dari Desa Legu, baik yang bersatus nelayan penuh, sambilan tambahan maupun sambilan utama.
Sedangkan di wilayah Pantai Utara Kecamatan Reok para nelayan kebanyakan berasal dari Kelurahan Reo, baik yang bersatus nelayan penuh, sambilan tambahan maupun sambilan utama.
Sementara Kecamatan Reok Barat kebanyakan berasal dari Desa Paralando, baik yang berstatus nelayan penuh, sambilan tambahan maupun sambilan utama.
Hasil ikan tangkap yang diproduksi para nelayan, tambah Hendrikus, selanjutnya dijual ke pasar sekitar dan ke pasar Ruteng, kebanyakan diperdagangkan di wilayah sendiri.
Sementara untuk kegiatan ekspor impor ikan di Kabupaten Manggarai sudah tidak berjalan lagi selama dua tahun terakhir dikarenakan pebisnis ikan meninggal dunia.
“Dulu memang ada nama Om Mex di Reo, dia sering bisnis ikan tuna, bahkan bisa sampai ekspor ke luar negeri, tapi sekarang sudah tidak berjalan karena beliau meninggal,” terang Hendrikus.
Hendrikus berkata, bagi Pemerintah Kabupaten Manggarai khususnya Dinas Perikanan, ekspor ikan merupakan sebuah momentum penting untuk menjual kualitas pengelolaan ikan daerah sendiri ke daerah luar sehingga segala potensi bisa terus dikembangkan.
Selain itu yang paling penting adalah menjaga ekosistem laut dan populasi ikan agar bisa menunjang pendapatan para nelayan di daerah.
Praktik-praktik illegal fishing atau penangkapan ikan ilegal, seperti pemboman ikan atau penangkapan ikan oleh nelayan asing diharapakan sudah tidak ada lagi di Manggarai.
“Untuk dua tahun terakhir memang belum ada informasi tentang illegal fishing di perairan Manggarai. Kami sering turun pantau ke wilayah utara dan selatan sembari memberi sosialisasi untuk para nelayan agar menghindar dari praktik illegal fishing,” ungkap Hendrikus.
Ke depan tahun 2025 diharapkan praktik illegal fishing tidak ada lagi demi menjaga populasi ikan dan ekosistem laut.
Apabila masih ditemukan praktek seperti itu maka Dinas Perikanan akan mendorong untuk segera memproses hukum para pelaku.
Hal tersebut juga dikuatkan dengan berlakunya Peraturan Desa (Perdes) tentang praktik illegal fishing.
“Di Desa Lemarang Kecamatan Reok Barat sudah ada Perdes tentang itu. Dulu di desa tersebut banyak sekali ditemukan praktik illegal fishing, semoga dengan berlakunya Perdes sudah tidak ada lagi praktik seperti itu,” ujar Hendrikus.
Menurutnya, alat tangkap ikan yang sah adalah alat tangkap yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, seperti pukat, jaring, pancing dan seser.
Di perairan Manggarai para nelayan sudah memakai alat tangkap yang sah, tetapi yang paling dominan pukat dan pancing.
“Penggunaan alat tangkap juga diharapkan mampu menjaga ekosistem kelautan dan populasi ikan,” tutup Hendrikus.
Penulis: Berto Davids