Kupang, Vox NTT- Puluhan aktvis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kupang kembali menggelar unjuk rasa di Kantor DPRD, Kantor Bank Indonesia Perwakilan NTT, dan Kantor Gubernur NTT, Rabu (10/10/2018), siang sekitar pukul 11:00 Wita.
Aksi unjuk rasa PMII itu dilakukan untuk mendesak Pemerintah Provinsi NTT agar menstabilkan perekonomian dan keuangan regional di tengah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mencapai 15.200 perhari ini.
Aksi itu mulai dari depan Undana lama Jalan Jendral Soeharto kemudian long march menuju kantor DPRD NTT, Kantor Gubernur NTT, dan dilanjutkan ke Bank Indonesia. Aksi tersebut dikawal ketat oleh aparat Keamanan Polresta Kupang Kota.
Namun, saat tiba di kantor DPRD NTT, para anggota dewan tak ada di tempat. Begitu pun di Kantor Gubernur NTT, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat juga tak ada di tempat.
Mereka beralasan sedang melakukan pertemuan antara Pimpinan DPRD dan anggota dewan beserta pimpinan OPD lingkup Pemerintah Provinsi NTT di Hotel Aston Kupang.
Ketua Umum PMII Cabang Kupang, Hasnu Ibrahim mengatakan, aksi yang digelar oleh PMII Kupang ini adalah salah satu bentuk upaya kritis organisasi itu untuk mengingatkan pemerintah agar tidak tidur. Itu terutama demi mendorong terciptanya perekonomian dan keuangan regional NTT untuk mencegah terjadinya inflasi.
Hasnu mengatakan, aksi demonstrasi juga digelar sebagai salah bentuk kekecewaan PMII terhadap laporan Ketua Komisi III DPRD NTT terkait stabilitas ekonomi dan keuangan provinsi itu, yang justru berbanding terbalik dengan hasil laporan Badan Pusat Statistik (BPS).
PMII Kupang, kata dia, menilai pemerintah lebih sibuk mencari kambing hitam ketimbang mencarikan upaya substansi dalam menyikapi persoalan kenaikan harga tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Apabila nilai tukar rupaih terus melambung, maka secara otomatis perekonomian nasional akan terganggu dan tergantung kepada pihak asing,” tegas Hasnu Kepada VoxNtt.com, Rabu malam.
Dia mengatakan, krisis ekonomi bisa saja akan terjadi melebihi krisis ekonomi nasional di era 1997 hingga 1998.
Hal tersebut bisa terjadi, apabila pemerintah tidak mengambil langkah taktis dan strategis dalam menyikapi persoalan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“PMII Kupang mengajak kepada seluruh elemen masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) dan mahasiswa agar menyerukan terkait penyelamatan nilai tukar rupiah,” imbuhnya.
Menurut Hasnu, PMII peduli dan kritis dalam merespon dan menyelamatkan nilai tukar rupiah agar tetap stabil. PMII khawatir melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak pada kenaikan harga sembako dan BBM.
“PMII sangat prihatin dengan carut marutnya persoalan ekonomi dan keuangan bangsa Indonesia yang kian hari terus bergantung pada perekonomian dan keuangan Negara lain,” katanya.
“Apabila tuntutan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kupang tidak diindahkan selama 3 x 24 jam, maka PMII secara kelembagaan akan melakukan aksi demontrasi secara besar-besaran dengan menghadirkan massa lebih banyak lagi,” tegas Hasnu.
Sementara itu, Deputi Perwakilan Bank Indonesia (BI) NTT yang juga Kepala Tim Advisori Muhammad Syahrial mengatakan, kenaikan harga dolar terhadap nilai tukar rupiah merupakan suatu konsekuensi rill yang harus diterima oleh negera-negara berkembang seperti Indonesia.
“Karena stok devisa luar negeri Indonesia masih sangat bergantung pada Dolar AS,” katanya.
Kenaikan harga tukar dolar AS tehadap rupiah, kata dia, masih sangat beruntung karena naiknya cuman 10 persen, ketimbang negara-negara lain seperti Turki dan Argentina mengalami penekanan yang sangat memprihatinkan.
Sedangkan persoalan stabilitas ekonomi dan keuangan regional NTT dalam keadaan baik, karena memiliki satu lembaga khusus yang menangani persoalan inflasi dan deflasi.
“Dan provinsi NTT sendiri telah meraih penghargaan dari presiden RI sebagai provinsi yang hebat dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan,” ujar Syahrial.
Namun di lain pihak, kata dia, persoalan kenaikan harga bahan pokok yang terjadi di Provinsi NTT bersifat musiman. Itu seperti momen perayaan hari raya idul fitri dan idul adha, paskah dan natal.
Hal tersebut disebabkan karena tingginya kebutuhan konsumsi dari masyarakat NTT, sehingga harga bahan pokok cenderung meningkat.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba