Kupang, Vox NTT-Boni Hargens, tokoh muda asal Manggarai menegaskan sama sekali tidak berambisi menjadi bupati, merespons berita di media lokal yang menggadang-gadang namanya sebagai salah satu calon bupati Manggarai.
“Saya tidak pernah bermimpi menjadi bupati,” tegas Boni, Senin, 10 Juni 2019.
“Yang menulis berita itu hanya merusak nama saya,” kata Boni merespon berita yang dipublikasi di floreseditorial.com pada Minggu, 9 Juni.
Media lokal itu memasukkan nama Boni sebagai orang yang disebut sebagai calon penantang Kamelus Deno, Bupati Manggarai saat ini dalam Pilkada tahun depan.
Boni mengatakan, dirinya tidak pernah berpikir menjadi bupati atau anggota DPR. Pencantuman namanya, justru menciptakan kesan seolah-olah ia mengeritik karena ada maksud tertentu.
“Seolah-olah kritik saya terhadap Pemda Manggarai karena ada ambisi politik meraih kekuasaan,” kata Boni dalam rilis yang diterima VoxNtt.com.
“Saya kritik Pemda karena memang kerjanya tidak becus,” tegas akademisi yang juga pengamat politik kelahiran Anam, Kecamatan Ruteng ini.
Sementara itu, Andre Kornasen dari floreseditorial.com mengatakan, berita itu hanya berdasarkan wacana yang beredar di masyarakat.
“Nama-nama yang kami dapat dan didiskusikan (dengan) masyarakat.” kata Andre.
Ia mengatakan menghargai keberatan Boni atas tulisan tersebut.
Kritik demi Perbaikan
Boni termasuk sosok yang kerap mengkritik penyelenggaraan pemerintahan di Manggarai dan NTT.
Pekan lalu, ia mengkritik keras RSUD Ben Mboi Ruteng dan Dinas Kesehatan Manggarai karena gagal menjamin ketersediaan obat anti racun ular. Kasus ini merujuk pengalaman keluarganya sendiri yang harus ke Labuan Bajo untuk bisa mengambil obat itu.
Ia pun mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginvestigasi penggunaan dana di dinas itu, mengingat bukan baru kali ini kabar tentang salah urus sektor kesehatan di Kabupaten Manggarai mencuat ke publik.
Sebagaimana juga terbaca dari respon terhadap status di Facebook Boni yang mengupas masalah ini, banyak netizen yang mengungkap kekesalan dan pengalaman buruk saat berobat di RSUD Ben Mboi.
Kritik Boni terhadap pemimpin di NTT yang juga ramai dibicarakan adalah saat Agustus 2016 ia menyebut para bupati di NTT loyo dan sontoloyo.
Bupati loyo, kata Boni mengacu pada bupati yang tahu apa yang harus dilakukan, punya niat baik untuk rakyat, tetapi lamban dan tidak sensitif dengan kondisi, persoalan yang mencengkram masyarakat.
Sementara bupati tipe sontoloyo, kata dia, adalah mereka yang tidak tahu banyak tapi sok tahu, sok pintar, dan cendrung menjadi perampok uang rakyat.
Menyampaikan kritik keras semacam itu, kata dia, adalah bagian dari tanggung jawab moral terhadap tanah kelahirannya dan masyarakat yang lebih sering diabaikan dalam proses pembangunan.
“Dengan kritik semacam itu, sama sekali tidak ada motivasi untuk menjadi bupati,” tegasnya.
Boni, yang kerap muncul dalam dialog dan diskusi di televisi, juga penulis di koran-koran nasional, termasuk Kompas dan The Jakarta Post.
Ia merupakan mantan Komisaris Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara dan kini menjadi direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI). Lembaga ini fokus pada kajian politik dan pengembangan wacana-wacana kebangsaan.
Ia termasuk orang yang pertama kali mewacanakan Jokowi menjadi calon presiden pada 2013, saat Jokowi kala itu masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Irvan K