Soe, Vox NTT- Masyarakat menilai isu dan penanganan kasus human trafficking atau perdagangan orang di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih bertendensi politis dan terkesan elitis.
Masyarakat NTT belum mendapatkan dampak langsung dari moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.
Penilaian ini disampaikan John Liem, salah seorang dosen pada Universitas Persatuan Guru (UPG) 45 NTT, Kupang.
“Ini semua permainan. Kalau mau jujur, moratorium hanyalah sebuah isu politik,” beber mantan Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang ini dalam diskusi di Group VoxNtt.com TTS, Minggu (28/07/2019).
John mengatakan, penanganan hukum terhadap para pelaku human trafficking selama ini pun terkesan hanya menyentuh para perekrut lapangan. Sementara pemilik perusahan perekrut belum tersentuh.
Agar penanganan bisa dilaksanakan dengan baik di Bandar Udara El Tari Kupang, usulnya, maka harus benar-benar diberikan kewenangan besar kepada kepada Kepolisian bukan angkatan udara atau AURI.
Sementara itu, Pina Nope salah seorang pemerhati sejarah asal TTS, mengurai masalah human trafficking sudah terjadi sejak zaman dulu terjadi NTT, khususnya Pulau Timor.
“Penjualan budak dari Timor, menurut laporan Tom Pires, sudah marak terjadi sejak tahun 1600 dan menurut dokumen-dokuken historis itu berlangsung sampai abad 20. Bahkan penamaan Ata-pupu itu berasal dari kata “ate” dan “pupu” (Pelabuhan Budak),” jelas Pina Nope.
Atapupu di Kabupaten Belu, sebutnya, sejak dulu adalah pelabuhan budak.
“Sudah banyak upaya untuk penghapusan perbudakan dari zaman Belanda ketika di akhir tahun 1800-an sudah ada pelarangan penjualan budak tapi itu masih ada sampai tahun 1940-an dan sekarang bermetamorfosis menjadi istilah TKW/TKI tapi sama artinya yakni ” Trafficking“,” sambung Pina.
Menurut Pina, melihat berbagai tindakan oknum hingga pola penanganan yang belum menyelesaikan persoalan maka pemimpin agama maupun pemerintah perlu mendoakan agar bisa memutus rantai persoalan ini.
Maci Selan, salah seorang aktivis Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAKSI) TTS mengatakan, banyak petinggi di daerah NTT menjadi backing TKI ilegal ke luar negeri.
“Banyak kepentingan baik itu politik maupun ekonomi bermain di balik masalah human trafficking. Sehingga masalah ini belum terurai dengan benar,” tandas Maci Selan.
Penulis: L. Ulan
Editor: Ardy Abba