Ende, Vox NTT-Bangunan Sea Water Reverse Osmoses (SWRO) atau alat penyulingan air laut menjadi air tawar di Kecamatan Pulau Ende, Kabupaten Ende-Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak dimanfaatkan sama sekali atau mubazir.
Proyek itu sedianya dibangun untuk mengatisipasi masalah air minum di wilayah tersebut. Sebab, keseharian sebagian besar warga mengonsumsi air asin dari sumur bor.
Proyek senilai Rp 14 Miliar tersebut memang menjadi harapan warga sejak tahun 2015. Warga hanya beberapa kali menikmati air tersebut pada tahun 2016 hingga akhirnya tak berfungsi lagi sampai saat ini.
Untuk mengantisipasi konsumsi air tawar, sebagian warga harus mengangkut air dari wilayah Numba, Kecamatan Nangapanda menggunakan perahu motor.
Ada pula warga membeli air kemasan dari kota Ende. Sedangkan, warga lain harus menahan hidup dengan mengonsumsi air asin dari sumur.
“Semua instalasi rumah memang sudah dipasang. Petugas bilang, itu kekurangan pasokan listrik,” ucap Ibrahim Waja Uje, warga Desa Rendoraterua kepada wartawan, Kamis (17/10/2019) pagi.
“Kami warga memang sudah berharap banyak karena setiap hari kami minum air asin,” sambung dia.
Ibrahim sendiri mengaku telah menghabiskan biaya untuk pemasangan instalasi sambungan rumah. Bahkan dengan usianya lebih dari setengah abad itu, ia harus membuang waktu mengurus sejumlah administrasi dengan harapan mendapatkan air tawar.
“Tapi mau bilang apa. Saya hanya sebagai warga biasa lalu menunggu harapan-harapan seperti ini,” ungkap Ibrahim polos.
Sementara Hasan Runu warga lainnya berharap agar pemerintah dapat mengoptimalisasi bangunan SWRO tersebut. Menurut dia, alat penyulingan itu benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat.
“Ini kebutuhan dasar pak. Jadi, kalau misalkan soal lain kami tidak berharap. Air ini ada sangat dekat dengan kehidupan,” ucap Hasan
Hasan pun mengaku telah memasang instalasi sambungan rumah pada tahun 2016. Kini, instalasi tersebut mulai karat dan tidak dimanfaatkan.
“Ya, sudah karat semua karena dekat laut. Tidak digunakan lagi,” ucap Hasan.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba