Bajawa, Vox NTT – Jasad Nikolaus Sedhu saat ini mungkin sudah lapuk diurai tanah. Tiga tahun sebelum dijemput ajal tahun 2018, ia menghirup udara bebas setelah mendekam di balik jeruji besi selama 22 bulan.
Warga Desa Rakalaba, Kecamatan Golewa Barat, Kabupaten Ngada itu dipenjara lantaran dituduh menggelapkan uang ratusan juta rupiah oleh seorang pengusaha di Bajawa, Kabupaten Ngada.
VoxNtt.com belum mengantongi nama lengkap dari pengusaha tersebut. Oleh warga kota Bajawa, orang yang memenjarakan Nikolaus tahun 2014 adalah seorang pria yang sering disapa Baba Engku. Dia berprofesi sebagai pengusaha sekaligus pemilik Toko Aneka Jaya.
Informasi yang dihimpun VoxNtt.com, kasus pidana yang menjerat suami dari Sofia Lodo itu bermula ketika Baba Engku hendak menitipkan uang suap kepada Marianus Sae, mantan Bupati Ngada periode 2010-2015.
Uang tersebut rencananya digunakan untuk melobi proyek-proyek pemerintah di Kabupaten Ngada. Jumlahnya diperkirakan di atas Rp250 juta.
Dihubungi melalui seluler pada Minggu, 30 Agustus 2020, istri Baba Engku, Eufrasia S Lay atau Aci Emi membenarkan kisah itu.
Ia menduga, uang suap tidak diserahkan kepada Bupati Marianus, tetapi masuk kantong Nikolaus sehingga mereka gagal mendapatkan proyek.
“Kayaknya uang itu dia, beliau pake sendiri dan tidak sempat diserahkan, trus kita tidak dapat pekerjaan apa pun, makanya merasa ditipu kita,” aku Aci Emi.
Singkat cerita, setelah uang tersebut diserahkan kepada Nikolaus, proyek yang diharapkan tak diraih. Baba Engku pun menuduh Nikolaus telah menggelapkan uang itu sehingga ia dipenjara selama 22 bulan.
Persoalan antara keuarga Nikolaus dengan Toko Aneka Jaya tak hanya sampai di situ. Dua tahun setelah kematiannya, muncul lagi masalah baru. Kali ini, Toko Aneka Jaya mempolisikan Yohanes Lusi, putera keduanya.
Pada pertengahan Agustus 2020, Yohanes dilaporkan ke Polres Ngada oleh Aci Emi. Dalilnya, Yohanes menyebarkan kabar bohong dan melakukan ujaran kebencian, rasis, dan pemfitnaan melalui media sosial Facebook.
Melalui akun Juand Fernando Mmc, Yohanes memposting tulisan di grup facebook Ngada Bangkit pada Kamis, 13 Agustus 2020 lalu. Ia menyampaikan permintaan kepada semua calon bupati dalam Pilkada Ngada 2020 agar memperhatikan nasib petani.
“Satu permintaan saya untuk seluruh calon bupati yg maju pilkada kali ini,,, Apa bila terpilih,,, Mohon pupuk dan obat2 serta bibit yg untuk para petani jangan numpuk di mata sipit kulit putih. Menyebarlah ke setiap kecamatan,, Sehingga memudahkan masyarakat untuk pengambilanx,,” tulisnya.
Ia menyebutkan pupuk, obat-obatan, dan bibit tanaman untuk petani menumpuk di Toko Aneka Jaya, sementara nasib 70% warga Ngada yang bekerja sebagai petani, kerap diabaikan.
“Semua menumpuk ditoko ANEKA JAYA.
trus pelayanan buat kita pribumi kebinatang,,,
Jangan mau maju omong visi misi 70% fokus untuk sektor pertanian. Karena 70% suara dari petani.. Setelah jadi 70% mengabaikan para petani,,, Sudah lumbrah politik dingada…. Stop tipu-tipu….”
Pihak Toko Aneka Jaya merasa difitnah dengan tuduhan telah melakukan sistem perdagangan monopoli barang-barang pertanian seperti obat-obatan, bibit tanaman, dan pupuk.
Apalagi dalam postingan dan komentar terdapat ujaran kebencian menggunakan kalimat-kalimat bernada rasis seperti China, mata sipit, dan kulit putih.
Selain Yohanes, Toko Aneka Jaya juga melaporkan tiga pemilik akun Facebook lainnya karena turut berlaku rasis dan fitnah melalui tulisan di kolom komentar. Mereka dipolisikan setelah mengabaikan waktu empat hari untuk klarifikasi langsung dan menempuh jalur damai dengannya.
Persoalan ini mendapat perhatian dari Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (PADMA) Indonesia. Lembaga ini mengambil posisi untuk mendampingi Toko Aneka Jaya. Alasannya agar permasalahan tidak membias.
“Pada saat Ibu (Aci Emi) membuat laporan itu ke Polres Ngada, maka kita diminta untuk mendampingi supaya ada jalurnya yang benar, begitu. Karena kalau bias di luar, di media sosial, maka jadi ramai ini,” kata Direktur PADMA Indonesia Gabriel Goa.
Menurutnya, pendampingan terhadap Toko Aneka Jaya merupakan langkah yang tepat untuk mempermudah koordinasi dengan Polres Ngada, termasuk bila ada niat untuk berdamai dari pihak-pihak yang dilaporkan.
Sementara itu, Yohanes Lusi yang ditemui di rumahnya pada Minggu, 31 Agustus 2020, mengaku khilaf. Ia berniat menyampaikan keluhan petani yang sulit mengakses kebutuhannya. Namun ia sadar atas kesalahan dalam menyampaikannya.
“Saya akan bertemu dengan pihak Aneka Jaya untuk menyampaikan permohonan maaf. Selama ini saya belum bisa keluar rumah karena sedang melaksanakan acara adat,” ujarnya.
Penulis: Patrick Romeo Djawa
Editor: Yohanes