Mbay, Vox NTT- Sirih pinang telah lama menjadi bagian integral dari kehidupan budaya masyarakat adat Suku Dhawe di Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo.
Tradisi ini bukan sekadar kebiasaan sehari-hari, tetapi memiliki makna mendalam yang mencerminkan nilai-nilai kekerabatan, penghormatan, dan kebersamaan dalam komunitas.
Demikian disampaikan oleh Mbulang Lukas, S.H, Ketua Persekutuan Masyarakat Adat Dhawe, yang kini siap dilantik menjadi anggota DPRD Nagekeo dari Partai Perindo.
“Tradisi ini bukan sekadar kebiasaan sehari-hari, tetapi memiliki makna mendalam yang mencerminkan nilai-nilai kekerabatan, penghormatan, dan kebersamaan dalam komunitas,” ujar Ketua Persekutuan Masyarakat Adat Dhawe, Mbulang Lukas
yang kini siap dilantik menjadi anggota DPRD Nagekeo dari Partai Perindo, belum lama ini.
Meskipun dikenal sebagai makan sirih pinang komposisi yang digunakan dalam tradisi ini cukup beragam.
Selain daun dan buah sirih, masyarakat sering menggunakan pinang, baik yang mentah maupun yang kering, kapur yang dihasilkan dari sisa pembakaran kerang laut, dan kadang dipadukan dengan tembakau. Kombinasi ini memberikan rasa dan efek yang berbeda-beda bagi para penggunanya.
Namun, tidak semua anggota masyarakat Suku Dhawe terbiasa atau mau memakan sirih pinang, terutama karena efek memabukkan yang bisa ditimbulkan.
“Saya awalnya pernah mencoba, tapi saya mabuk. Mabuknya seperti mabuk moke, mual, pusing bisa sampai muntah,” kata Avrida Wula, seorang warga setempat berbagi pengalamannya.
Meski demikian, bagi mereka yang merasa cocok, sirih pinang dapat menimbulkan efek kecanduan, menjadikannya bagian dari rutinitas sehari-hari.
Mama Maria Assumpta Ratna (61) menjelaskan bahwa memakan sirih pinang bisa meningkatkan semangat dalam bekerja.
Namun, jika seseorang yang sudah terbiasa memakan sirih tidak mengonsumsinya, hal ini dapat menyebabkan perubahan perilaku, wajah pucat, dan sakit pada gusi.
Secara budaya, sirih pinang memiliki peran penting dalam berbagai upacara dan interaksi sosial. Misalnya, dalam prosesi melamar gadis Dhawe, pihak keluarga pria wajib membawa sirih dan pinang beserta perlengkapannya sebagai tanda penghormatan.
Sirih pinang juga menjadi simbol penghormatan ketika seseorang hendak masuk dan bersilaturahmi ke rumah adat Suku Dhawe, di mana tamu biasanya membawa cinderamata berupa sirih dan pinang untuk dinikmati bersama para tetua adat dan fungsionaris adat.
Selain itu, dalam membangun komunikasi antar anggota masyarakat, sirih pinang sering kali menjadi sarana untuk mempererat hubungan kekerabatan.
Pembicaraan penting dalam masyarakat Dhawe umumnya dimulai setelah sirih pinang dinikmati bersama, dan tanda berakhirnya suatu kegiatan sering kali ditandai dengan sesi makan sirih pinang, yang menandakan bahwa semua urusan telah selesai dengan baik.
Dengan demikian, tradisi makan sirih pinang tidak hanya sekadar kebiasaan, tetapi juga menjadi lambang persatuan, kerukunan, dan penghormatan yang terus dijaga dan diwariskan dalam komunitas adat Suku Dhawe di Kabupaten Nagekeo.
Penulis: Patrianus Meo Djawa