Oleh: Florianus Jefrinus Dain
Mahasiswa STFK Ledalero dan Ketua Centro John Paul II, Tinggal di Ritapiret- Maumere
Wajah politik di negara kita hari-hari diramaikan oleh hiruk pikuk permainan bahasa yang merupakan bagian dari wacana politik.
Bahasa dilihat sebagai salah satu kekuatan politik (politic power). Fungsinya ialah meyakinkan dan menanamkan pengaruh seperti ideologi, visi-misi, pengetahuan, untuk memberikan justifikasi suatu hal.
Penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam politik memungkinkan pendengar atau penerima pesan yakin akan hal yang disampaikan. Untuk mencapai maksud tersebut, pengetahuan dan kecerdasan individu sangat dibutuhkan.
Pengetahuan dan kecerdasan individu politisi sangat menentukan bahasa yang dipakainya. Penggunaan bahasa yang baik dan benar selalu mewakili diri dan cara berpikir politisi. Atau dengan kata lain, bahasa yang dipakai politisi selalu menggambarkan identitasnya.
Bahasa-bahasa politik yang digunakan itu, mesti dikonfrontasikan dengan kenyataan-kenyataan sosial, politik dan budaya masyarakat.
Dengan itu, politisi tidak berusaha menggambarkan keadaan masyarakat sesuka hati. Kenyataan-kenyataan masyarakat itu hanya dimungkinkan dan digambarkan dalam desain bahasa baik.
Hari ini masyarakat cukup pintar untuk menilai bahasa yang digunakan para politisi. Mereka menilai bahwa kadang-kadang politisi itu menjanjikan hal yang muluk-muluk, bahkan terkadang bombastis.
Ada semacam ketidaksinkronan antara kenyataan masyarakat dengan janji-janji politik yang muncul. Bahkan kurangnya data serta analisi-analisis sosial-kontekstual menyebabkan politisi itu berbicara sesuka hati.
Bahasa yang digunakan seringkali menciptakan sensasi semata. Misalanya fenomena pencitraan diri dengan bahasa-bahasa sensasional. Bahasa sensasional cenderung mencari perhatian dan membangkitkan emosi publik. Hal ini sebatas mencari sanjungan publik.
Pada taraf ini para politisi sebenarnya menghadirkan tontonan banalitas dari politik. Sebagai bentuk pencitraan diri, bahasa sensasional cenderung menampakkan nilai-nilai baik dalam diri (visible) serentak menyembunyikan yang tidak tampak (invisible).
Bahasa Politik
Dengan itu, dibutuhkan sikap ilmiah dari politisi dalam mentransferkan pengetahuan ke dalam agenda-agenda politik yang rasional serta prorakyat.
Sikap ilmilah yang perlu ditekankan ialah kejujuran dalam penyampaian ide-ide politik dengan basis data dan analisis-analisis yang jelas.
Cara ini merupakan salah satu bentuk strategi politik yang pada akhirnya akan menarik publik ke dalam domain politik. Sisi lain mendidik pemilih dalam menentukan pemimpin yang baik.
Penggunaan bahasa dan diksi-disksi yang baik akan meyakinkan kita bahwa mereka mampu memberikan arah baru dalam pembangunan masyarakat. Mulai dari pembangunan infrastruktur sampai pembangunan manusia.
Gubernur NTT Sebut TTS Tidak Maju karena Pemimpin “Namkak” dan Tolol
Dengan itu, perlu dijelaskan dengan realistis kenyataan sosial masyarakat serta akar-akar persoalan yang dialami. Mencari akar-akar atau sebab-sebab struktural patologi sosial masyarakt menjadi tugas utama dari seorang politisi.
Dengan demikian, politisi itu mampu memberikan solusi-konstruktif terhadap persoalan yang dialamai. Pada titik ini, bahasa tidak sekadar kekuatan retorika belaka, melainkan satu upaya transfomasi pengetahuan kepada masyarakat.
Karena itu, Claude Levi-Strauss, filsuf Belgia menekankan bahwa bahasa harus dimengerti dan dipahami sebagai sistem yang menjelaskan hubungan-hubungan yang terjadi dalam masyarakat dan dipahamai karena relasi dan oposisi antara kenyataan yang satu dengan kenyataan yang lain (Poespawardojo dan Seran, 2016:185).
Maka setiap kenyataan sosial, politik dan budaya masyarakat harus dijelaskan dengan baik. Diksi-diksi yang dipakai harus memenuhi kebutuhan publik dan mampu memberikan makna yang jelas.
Dengan itu, tidak ada kesalahpahaman masyarakat terhadap apa yang disampaikan. Begitu juga dengan penjelasan-penjelasan tentang pembangunan dalam rangka kemajuan bangsa. Artinya tugas politisi ialah memberikan semacam pencerahan bagi masyarakat.
Tetapi dengan itu, politisi tidak diharapkan untuk menciptakan kuasa hegemonik terhadap kebodohan masyarakat. Pengetahuan yang dimiliki harus menciptakan komunikasi emansipatoris, supaya tidak terkesan sedang membangun dominasi serta memperlakukan masyarakat sebagai pendengar yang tidak tahu apa-apa.
Perlu juga keterbukaan hati dari politisi untuk sebuah diskursus pada saat kampanye. Diskursus yang dimaksudkan ialah penjernihan agenda-agenda politik.
Karena itu, pendekatan bahasa politik merupakan suatu sistem yang menjelaskan dan mengkomunikasikan strategi dan proses untuk mencapai kebaikan bersama. Kebaikan bersama hanya akan terwujud dalam komunitas politik.
Kebaikan bersama itu hanyalah sebuah konsep absolut yang perlu dijabarkan dalam kerangka-kerangka program-program kerja untuk masyarakat. Melalui rancangan program-program prorakyat, wacana yang dipakai, masyarakat akhirnya mengerti tentang calon pemimpin..
Oleh karena itu, bahasa politik merupakan tindakan praktis untuk mengungkapkan segala agenda politik yang bertujuan demi kebaikan bersama.
Namun bahasa itu sendiri bukanlah sebuah tujuan utama. Bahasa hanya sebuah media untuk menyalurkan maksud-maksud politik. Maksud-maksud politik itu dijabarkan dalam tindakan-tindakan praktis politisi.
Ekstasi Politik
Di negeri ini, politisi kita sebenarnya sangat diuntungkan dengan adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat di depan umum. Bangsa kita telah mengatur dan memberikan ruang terhadap seluruh masyarakat untuk menyatakan pendapat di ruang publik.
Namun, perlu menjunjung tinggi etika komunikasi. Karena itu, perlu membangun komunikasi bebas dominatif –represif dalam ruang publik.
Ruang publik dalam alur pemikiran Hannah Arendt adalah “ruang penampakan” dan “ruang bersama”. Ruang di mana kita bertemu bersama.
Ruang penampakan adalah sesuatu yang bisa dilihat dan didengar oleh orang lain seperti juga oleh kita. Orang lain dengan kehadirannya melihat apa yang kita lihat dan dengar apa yang kita dengar tentang realitas dunia.
Dengan ini Arendt mau menggarisbawahi aspek keberadaan manusia di antara yang lain (inter homines esse). Artinya ruang privat tidak memiliki akses ranah kepublikan.
Sedangkan ruang bersama adalah ruang yang menyatukan kita bersama. Ruang di mana kita berada di antara yang lain. Dunia bersama ini memungkinkan manusia dapat hidup bersama dan memiliki rasa kebersamaan itu.
Setiap kita mesti menempati ruang bersama itu demi kemaslatan hidup bersama. Keharmonisan itu akan dimugkinkan ketika politisi mendisposisikan diri dalam ruang bersama ini.
Salah satu syarat untuk mengharmoniskan ruang bersama itu, ialah komunikasi yang baik dan intens. Komunikasi atau bahasa yang dibangun mesti mengarah pada upaya pencapaian program-program politik, bukan sekadar pencitraan.
Aspek politis bahasa dalam ruang bersama itu dilandasi oleh kepentingan yang berakar pada kebutuhan masyarakat. Ruang besama itu sebagai ruang kebebasan untuk menyatakan sesuatu, maka bahasa politik yang otentik harus dilihat sebagai kekuatan.
Bahasa politik yang otentik berusaha menjelaskan realitas sosial apa adanya. Untuk menjelaskan realitas itu dibutuhkan suatu pemikiran yang jernih dari politisi.
Pemikiran yang jernih dapat diungkapkan dengan bahasa yang benar untuk suatu keadaan masyarakat secara benar. Pengungkapan secara benar dan jujur merupakan kekuatan politisi dalam perhelatan politik. Maka bahasa politik yang cocok memungkinkan politisi untuk mendapatkan perhatian publik.
Perhatian publik yang besar merupakan simpul dari keberhasilan dalam komunikasi politik. Komunikasi politik itu harus dilandasi oleh keterbukaan. Atau dalam bahasa Antony Giddens, ruang di mana adanya keterbukaan individu terhadap yang lain (Giddens, 2004:159). Fungsinya untuk meyatukan persepsi tentang agenda politik. Antara harapan masyarakat dengan agenda politik yang dibahasakan.
Jangan sampai agenda politik itu jauh dari kenyataan riil, bersifat bombastis. Atau berusaha mempolitisasikan berbagai patologi sosial dalam masyarakat untuk mendulang dukungan yang kuat.
Hal inilah hemat saya menjadi perhatian publik saat ini. Kita harus kritis dan selektif untuk menerima berbagai tawaran dan agenda politik dari politisi. Kadang-kadang para politisi berusaha membingkai berbagai “kepentingan” demi mendapat dukungan.
Maka kita harus mulai memikirkan dan mengkaji berbagai agenda politik yang sedang ditebarkan politisi saat ini. Setelah itu, perlu sebuah introspeksi terhadap kenyataan yang ada. Kita masing-masing mesti sadar bahwa agenda politik yang dibuat itu harus berangkat dari kebutuhan, bukan keinginan.
Kebutuhan kita harus menjadi prioritas utama untuk memberikan pilihan politik. Oleh karena itu, mulai sekarang masing-masing orang harus memikirkan siapa pilihan terbaikyang mampu menjawabi kebutuhan. Dengan itu kita mencegah yang terburuk masuk ke dalam kekuasaan.