Kupang, Vox NTT- Ketua GMKI Cabang Kupang Ferdinand Umbu T. Hambandima menyatakan, kasus perdagangan orang atau human trafficking harus “digebuk” secara bersama-sama.
Hal itu ditegaskan Umbu saat dialog orang muda lintas agama di Hotel Neo By Aston Kupang, Kamis (25/07/2019).
Dalam dialog bertajuk “Selamatkan Generasi Muda” itu, Umbu menegaskan, semua elemen masyarakat sipil dan para pemuda harus bersama-sama menekan pemerintah untuk menangkap mafia perdagangan orang di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Dan juga lembaga-lembaga keagamaan, sekolah-sekolah dan seluruh organisasi kepemudaan wajib memberikan sosialisasi terkait bahaya perdagangan orang,” katanya.
Ia menjelaskan, para mafia perdagangan orang saat ini haus akan kekuasaan. Mereka pun melegalkan segala cara demi melanggengkan tindakan durhakanya itu.
Para mafia perdagangan orang, lanjut Umbu, sangat jago dengan memberi iming-iming yang menjanjikan kepada calon tenaga kerja.
Di balik maraknya kasus perdagangan orang di NTT, Umbu menilai pemerintah tidak punya komitmen perlawanan terhadap para mafia. Di tambah lagi, lembaga penegak hukum sangat lemah dalam mengusut tuntas tindak pidana perdagangan orang.
Sementara itu, Pendeta GMIT Emy Sehertian yang juga hadir dalam kesempatan itu mengungkapkan hasil penelitiannya di Amanatun Utara terkait kasus perdagangan orang.
Di Amanatun Utara, ungkap dia, tren migrasi tertinggi terjadi pada usia produktif.
Dalam catatan pihak Emy di balik penelitian tersebut, tren migrasi tertinggi juga terjadi di desa dan jauh dari kota.
“Sekolah yang ada di daerah terpencil ini banyak yang memiliki pendidikan rendah, karena sekolah yang ada di daerah tersebut hanya SD,” kata Emy.
Menurut dia, di Amanatun Utara juga biasanya laki-laki yang disekolahkan, sedangkan perempuan tidak. Perempuan hanya bekerja di rumah.
Akibatnya, ketika ada orang datang dengan iming-iming kerja dan pendapatan besar, maka anak perempuan inilah yang paling rentan masuk perangkap perdagangan orang.
“Dikarenakan pendidikan yang rendah tadi. Dari pendidikan yang rendah ia direkrut lalu diberi sedikit bujukan dan rayuan, dia datang dan mengajak lagi adik atau keluarganya. Jadi ini merupakan perekrutan yang dilakukan oleh orang yang pengetahuannya rendah,” aku Pendeta Emy.
Menurutnya, pengiriman tenaga kerja di Amanatun Utara sudah terjadi dari tahun 1980-an. Akan tetapi dahulu ada kebijakan rehiring di Malaysia.
Namun ketika kebijakan rehiring ini berhenti, pihak Emy mendapatkan pengiriman mayat TKI yang sangat banyak.
“Karena tidak ada rehiring ini para pekerja bekerja melebihi kapasitas mereka, sehingga mereka menjadi sakit dan meninggal. Migrasi ini tidak hanya keluar negeri dan kasus meninggalnya pekerja ini bukan hanya di luar negeri tetapi juga terjadi di Indonesia, misalnya yang terjadi di Medan,” kata Emy.
“Kami gereja di Asia ini menitikberatkan bahwa mereka yang bekerja ini juga menguntungkan kedua Negara. Maka dari itu kedua Negara ini juga bertanggung jawab terhadap mereka,” sambung dia.
Ia kembali menyatakan, para pekerja yang bermigrasi dan bekerja ini adalah mereka yang memiliki pendidikan yang rendah dan faktor himpitan ekonomi keluarga.
“Ketika mereka tidak bekerja, maka mata rantai keluarga mereka mati,” kata Emy.
Untuk melawan mafia perdagangan orang, kata Emy, harus diberi edukasi, terutama kepada korban dan calon korban. Sebab, mereka yang dekat dengan para mafia perdagangan orang.
Ia juga mengungkapkan, pada tahun 2019 jumlah jenazah TKI yang dikirimkan ke NTT sudah sebanyak 65 orang.
Modus Para Mafia Tak Bisa Dihentikan
Thomas Suban Hoda dari Dinas Nakertans NTT dalam kesempatan itu mengaku, pihaknya tidak bisa menghentikan dan menekan modus-modus yang dilakukan para mafia perdagangan orang.
Kata dia, problem human trafficking tidak terlepas dari faktor-faktor pendorong sebagai alasan menjadi TKI.
“Kebijakan pemerintah bapak Gubernur tentang moratorium. Yang mau pergi ke sana tidak dilarang, tetapi mengikuti prosedur yang ada,” kata Thomas.
Ia mengaku, pihaknya berkonsentrasi untuk melindungi orang-orang yang pergi bekerja ke luar negeri.
“Kami bekerja sama dengan Angkasa Pura, Satgas yang ada di bandara dan juga yang ada di pelabuhan untuk mencekal keberangkatan tenaga kerja ke luar negeri,” ucap Thomas.
Ia juga mengungkapkan, berdasarkan data Dinas Nakertrans per Juli 2019 ada sekitar 638 orang yang pergi kerja ke luar daerah. Mereka pergi tidak melalui prosedur.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba