Atambua, Vox NTT-Sejak pelaksanaan sidang paripurna DPRD Belu pada Jumat malam (16/08/2019), hingga kini ‘gesekan’ antara Bupati Wilybrodus Lay dengan sejumlah anggota dewan semakin memanas.
Sidang itu dengan agenda penyampaian hasil kerja Badan Anggaran (Banggar) DPRD Belu.
Perdebatan di ruang sidang yang kemudian menyebabkan Bupati Wily meninggalkan ruang sidang berlanjut hinggga perang statement di ruang publik yang dilontarkan melalui sejumlah media online.
Informasi yang dihimpun VoxNtt.com, pangkal perdebatan antara sejumlah anggota DPRD dengan Bupati Belu adalah perihal anggaran untuk membiayai honor 204 orang tenaga kontrak (Teko) daerah, yang terdiri dari 200 tenaga guru/pengajar dan empat orang tenaga administrasi.
Untuk diketahui, pada sidang paripurna yang dilaksanakan Jumat (16/08/2019), Bupati Wily dikabarkan meninggalkan ruang sidang setelah interupsi sejumlah anggota DPRD. Interupsi terjadi setelah diketahui ada rasionalisasi sejumlah mata anggaran yang tertuang dalam APBD murni tahun 2019.
Atas aksi meninggalkan ruang sidang, Bupati Wily kemudian melakukan konfrensi pers di ruang rapat Bupati Belu pada Senin (19/08/2019).
Dalam konferensi pers, Bupati Wily menegaskan bahwa dirinya meninggalkan ruang sidang lantaran tidak diberi ruang untuk menjelaskan perihal anggaran Rp 4.063.086.000 yang diperuntukkan bagi 12 bulan honor Teko dan penambahan anggaran Rp 725.000.000 untuk revitalisasi rumah adat di Belu.
Politisi Demokrat itu bahkan mengakui akan “pasang badan” jika DPRD ingin melakukan rasionalisasi atau mencoret anggaran tersebut lalu memindahkannya untuk menjawabi kebutuhan di OPD lain.
Ia menegaskan, DPRD tidak berhak untuk mengutak-atik anggaran yang sudah tertuang dalam APBD murni. Apalagi memindahkan anggaran ke OPD lain tanpa melalui usulan dari instansi yang bersangkutan.
Di hadapan awak media, Bupati Wily mengaku geram lantaran sejumlah anggota DPRD ingin mencoret anggaran untuk honor Teko. Dimana, dari total anggaran 4 miliar lebih, DPRD ingin memindahkan 2 miliar lebih untuk membeli obat-obatan dan membayar honor Teko di RSUD Atambua.
Selain itu, sebagian anggaran yang hendak dialihkan akan diperuntukkan ke Dinas Lingkungan Hidup untuk kegiatan konsultasi.
Pengalihan anggaran itu menurut Bupati Wily, sudah tidak sesuai mekanisme perencanaan dan sudah keluar dari substansi sidang perubahan.
Ia menegaskan, jika sejumlah anggota DPRD memaksakan kehendak, artinya sidang perubahan seolah tidak dilakukan.
Didampingi Wakil Bupati J.T.Ose Luan dan sejumlah pimpinan OPD, Bupati Wily mengaku geram atas sikap sejumlah anggota DPRD yang memaksakan keinginan di luar mekanisme.
Karen itu, ia mengaku akan tetap pada posisi mempertahankan anggaran sebesar 4 miliar lebih yang akan digunakan untuk membayar honor 204 orang Teko. Saat ini, kata dia, datanya masih diverifikasi Inspektorat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Belu.
“Saya bertahan ini untuk bela para guru dan sesuai aturan, DPR tidak punya hak untuk ambil anggaran yang sedang berjalan.Kecuali ada usulan dari OPD terkait.Gaji guru diambil untuk kepentingan rapat konsultasi. Ini yang buat saya marah,” tegas Bupati Wily.
DPRD Minta Bupati Lakukan Klarifikasi
Terpisah, Anggota DPRD BeluTheodorus Seran Tefa, yang ditemui awak media di kediamannya, Senin malam (19/08/2019), menegaskan tidak ada pergeseran anggaran atau pencoretan anggaran yang dialokasikan untuk membayar honor 204 orang Teko, sebagaimana tertuang dalam APBD murni tahun 2019.
Theodorus mengakui bahwa rasionalisasi yang diusulkan Komisi sudah sesuai mekanisme perencanaan dan penganggaran.
Theo Manek, begitu sapaan Theodorus, menegaskan esensi dari sidang perubahan adalah melihat kembali target dan realisasi penyerapan anggaran pada APBD murni dan sudah sejauh mana diimplementasikan.
Terkait posisi anggaran untuk honor Teko memang menjadi perdebatan dalam sidang paripurna.
Namun Theo Manek menjelaskan, perdebatan itu terjadi lantaran anggaran untuk honor Teko sudah tertuang dalam APBD murni. Namun dalam sidang perubahan, TAPD Belu kembali menuangkan dalam dokumen perubahan.
Artinya pemerintah tidak sanggup melakukan penyerapan anggaran secara maksimal pada APBD murni 2019.
Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya dokumen penunjang yang disiapkan untuk penyerapan anggaran tersebut.
Kata dia, hingga akan ditetapkan dokumen APBD perubahan, nama-nama Teko yang akan diangkat belum selesai diverifikasi, sehingga SK mereka belum diterbit.
Ia menambahkan, selain soal rencana rasionalisasi anggaran Teko guru, DPRD juga menyarankan untuk melakukan rasionalisasi anggaran terkait program revitalisasi rumah adat.
Alasannya karena pemerintah melalui dinas teknis terkait tidak menyiapkan dokumen pendukung dan tidak mampu menjelaskan saat rapat Komisi.
Karena itu, terkait tudingan yang dialamatkan kepada dirinya dan sejumlah anggota DPRD, bahwa ingin mengambil anggaran di luar wewenang legislatif, bahkan Bupati mengatakan DPRD susah mencampuri urusan Satuan Tiga, Theo Manek meminta Bupati Wily untuk mengklarifikasi dan membuktikan tudingannya sehingga tidak menimbulkan opini sesat di publik.
Ia menilai Bupati Wily gagal paham terhadap program kegiatan yang dirasionalisasi.
Theo Manek bahkan menilai Bupati Wily tidak mengerti tentang mekanisme perencanaan dan dan substansi sidang perubahan.
“Sidang perubahan itu, kita mengevaluasi kinerja pemerintah daerah terhadap target dan realisasi anggaran APBD murni, dimana dalam sidang APBD murni kita menggeser kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan karena masih ada kegiatan yang realisasinya nol dan ini menurut DPR kita anggap belum terlaksana secara baik. Atas dasar itu, dalam pertimbangan Komisi kita merasionalisasi anggaran,” jelas Theo Manek yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi III DPRD Belu itu.
Dikatakan, dari anggaran 204 guru Teko, 80-an orang di antaranya yang dirasionalisasi. Pertimbangannya karena SK-nya belum dibuat.
”Tidak mungkin SK itu diberlakukan hari ini, Bupati harus pahami ini dulu,” tegas politisi partai Golkar itu.
Theo Manek mengancam, jika Bupati Belu memaksakan diri untuk memberlakukan SK yang hingga hari ini belum diterbitkan, maka DPRD meminta untuk melakukan audit karena termasuk perbuatan melawan hukum.
Selain itu, anggaran 725 juta yang akan direalisasikan untuk renovasi sejumlah rumah adat di Belu anggarannya dicoret DPRD.
Alasannya menurut Theo, anggaran tersebut belum ada perencanaan.
Dalam APBD murni, lanjut dia, sudah ada anggaran 100 juta lebih untuk program renovasi rumah adat, tapi belum dilaksanakan.
Anehnya, Bupati Wily malah ingin menambahkan lagi anggaran sebesar 725 juta untuk program serupa yang tidak diperkuat dengan dokumen penunjang.
Menurut dia, DPRD melakukan rasionalisasi kepada kegiatan yang sifatnya prioritas untuk menunjang kegiatan pada OPD lain.
Hal itu lantaran program bakal mandek karena tidak dilengkapi dokumen penunjang. Apalagi pimpinan OPD terkait tidak mampu menjelaskan terhadap alokasi anggaran tersebut.
DPRD menganggarkan untuk membeli obat-obatan pada RSUD Gabriel Manek. Sebab, di rumah sakit ini terjadi defisit anggaran untuk pengadaan obat-obatan. Lalu, untuk membayar sisa honor Teko di RSUD Gabriel Manek.
Namun demikian, lanjut Theo, Bupati Wily menyatakan bahwa obat-obatan juga tidak penting. Itu artinya Bupati Wily juga mendukung agar masyarakat Belu tidak boleh sehat.
Theo menambahkan, meski berstatus BLUD, RSUD Atambua belum berdiri sendiri. Hal itu belum ada regulasi yang mengatur. Oleh sebabnya hingga saat ini masih menggunakan anggaran dari APBD.
Terkait gesekan ini, Theo malah mempertanyakan keberpihakan Bupati Belu.
Ia menilai, Bupati Belu tidak peduli terhadap Teko. Buktinya, ia membiarkan begitu banyak Teko kesehatan yang tidak dibiayai APBD.
Menurutnya, tidak masuk akal kalau Bupati Belu mau mengangkat Teko guru, tapi mengabaikan Teko di rumah sakit.
“Kalau bilang dia selamatkan uang rakyat untuk kepentingan tenaga kontrak maka ini merupakan model pencitraan untuk kepentingan Pilkada ke depan. Ini bagian dari pencitraan. Jangan karena kita mengalokasikan anggaran juga pada program prioritas,” ujarnya.
Theo menegaskan, dalam sidang yang kemudian ditinggalkan Bupati Belu tersebut, DPRD tidak menghilangkan anggaran.
Perdebatan Diduga Dipicu oleh Lemahnya Dinas Teknis
Dari hasil konferensi pers dengan Bupati Belu dan klarifikasi Theo Manek, informasi yang berhasil dihimpun VoxNt.com terkait polemik ini, ternyata usulan rasionalisasi yang kemudian menjadi perdebatan terjadi karena kinerja dinas teknis terkait diduga sangat lamban.
Ketua Komisi III DPRD Belu menyampaikan, pada rapat Komisi sudah dipertanyakan konsistensi pemerintah terhadap perencanaan.
Ini terjadi karena lemahnya asistensi di tingkat TAPD.
TPAD tidak lihat secara jernih dalam mengalokasikan anggaran untuk hal-hal yang sifatnya prioritas.
Pemerintah tidak cermat dalam melakukan alokasi anggaran. Seharusnya pemerintah mampu membedakan hal yang sifatnya wajib dan pilihan.
Selain lemahnya di TAPD, kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belu juga lemah.
Betapa tidak, menurut Bupati Wily proses penerbitan SK Teko sudah diajukan sejak Februari 2019. Namun hingga bulan Agustus, nama-nama Teko belum selesai diverifikasi.
Alasannya, karena data yang tidak lengkap perlu diteliti lagi.
Selain itu, waktu liburan yang panjang menjadi hambatan bagi Dinas Pendidikan dan Inspektorat untuk melakukan verifikasi.
Untuk diketahui, karena tidak ada titik temu antara legislatif dan eksekutif terkait anggaran Teko, maka DPRD memutuskan untuk membawa persoalan ini agar dievaluasi bersama TAPD Provinsi NTT.
“Karena tidak ada kesepakatan, sehingga kita bawah ke provinsi untuk dievaluasi bersama TAPD provinsi,” jelas Theo Manek melalui pesan WhatsApp-nya, Rabu pagi (21/08/2019).
Penulis: Marcel Manek
Editor: Ardy Abba