Kupang, Vox NTT-Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa NTT menggelar aksi demonstrasi di Gedung DPRD Propinsi NTT, Kamis (26/09/2019).
Para mahasiswa menuntut presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perpu pembatalan hasil revisi UU KPK yang telah diketok DPR beberapa waktu lalu.
Mahasiswa juga menolak segala upaya yang dapat melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ronaldus Jarut, salah satu masa aksi dalam orasinya menyebut dewan pengawas KPK sebagaimana yang tertuang dalam hasil revisi UU KPK justru dapat melemahkan independesi lembaga antirasuah tesebut. Padahal korupsi di Indonesia sudah masuk ke level desa.
“Teman-teman, apakah korupsi di Indonesia menurun? Korupsi sekarang malah sudah mengalir dari pusat sampai ke desa. Di NTT saja 32 kades masuk dalam skandal korupsi,” sebut Ronal.
Emanuel Nong menambahkan, revisi UU KPK merupakan titipan kepentingan oligarki yang berusaha mengusai sumber daya negara.
“Indonesia dengan kekayaan alam yang sangat besar harusnya sudah mampu mendistribusikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Namun karena permufakatan jahat kaum oligarki, rakyat terus menjadi miskin. Lalu dalam kondisi seperti ini, apakah kita setuju dengan revisi UU KPK? Tentu tidak teman-teman,” tuturnya.
Sementara Soman Labaona, dalam orasinya menuntut pihak kepolisian untuk menghentikan tindakan represif kepada mahasiswa di seluruh Indonesia.
Dikatakan Soman, tindakan aparat kepolisian sangat tidak mencerminkan watak polisi yang humanis dan sahabat rakyat.
“Kami mendesak agar polisi yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa ditindak tegas,” tuntut aktivis PMKRI Kupang ini.
Masa aksi yang berasal dari berbagai kampus di Kota Kupang ini, sebelumnya sempat bersih tegang dengan aparat keamanan di gerbang DPRD Propinsi NTT.
Awalnya, pihak DPRD meminta perwakilan mahasiswa untuk berdialog. Namun permintaan itu ditolak mahasiswa. Mereka terus menuntut agar ribuan masa aksi tersebut dilibatkan dalam dialog.
Mereka terus bersorak sambil menuntut gerbang dibuka agar semua masa aksi bisa masuk.
Karena situasi yang makin tegang, pihak kepolisian pun berkonsultasi dengan DPRD. Alhasil, tuntutan mahasiswa untuk masuk dan berdialog dengan DPRD tercapai.
Mereka masuk secara berurutan di bawah pemeriksaan kepolisian dari Polda NTT.
Di hadapan DPRD NTT, mahasiswa menyampaikan tiga tuntutuan sebagai berikut:
Pertama, menolak UU KPK baru dan semua upaya pelemahan KPK. Mahasiswa menyebut Revisi UU KPK cacat prosedural karena tidak melibatkan semua pihak terutama pihak KPK. Mahasiswa menduga ada konspirasi dalam perumusan UU tersebu lantaran diketok secara tergesa-gesa dan dalam waktu yang relatif singkat.
Kedua, menolak pengesahan semua RKUHP yang dapat melemahkan demokrasi serta hak-hak sipil warga negara.
Ketiga, mengecam tindakan represif aparat terhadap mahasiswa di seluruh Indonesia.
Keempat, menghimbau masyarakat agar tidak mengucapkan ujaran kebencian yang bernuansa SARA serta menjaga perdamaian di Indonesia.
Penulis: Tarsi Salmon