Atambua, Vox NTT- SK untuk 204 orang guru Tenaga Kontrak (Teko) Daerah Belu hasil revisi beberapa waktu ternyata masih menyimpan masalah.
Sejumlah guru teko tidak terima dengan lampiran nama-nama yang ada pada SK yang sudah direvisi.
Di mana, pada SK sebelumnya nama-nama guru ini termuat dalam lampiran.
Anehnya, pada SK yang sudah direvisi, nama mereka tidak ada dan digantikan dengan guru yang datanya diduga dimanipulasi.
Kopian SK yang diperoleh VoxNtt.com menyebutkan, lama masa kerja guru Teko yang ada paling sedikit tujuh tahun dan yang mengabdi paling lama 19 tahun.
Namun rupanya data tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Hal ini diakui sejumlah guru ketika kembali melakukan protes di DPRD Belu, Selasa (08/10/2019).
Diakui para guru, dalam SK yang telah direvisi terdapat sejumlah kejanggalan yang diduga dilakukan kepala sekolah, inspektorat sebagai verifikator dan Dinas Pendidikan, serta Badan Kepegawaian yang memutuskan penentuan kuota guru Teko.
Beberapa kejanggalan yang ditemui yakni; terdapat manipulasi masa kerja dalam SK yang telah direvisi. Akibatnya, terjadi penumpukan guru mata pelajaran di sekolah tertentu.
“Kami nama di SK pertama itu ada tapi dalam SK yang direvisi nama kami tidak ada. Saya sendiri sudah mengabdi 8 tahun dua bulan,” ujar salah seorang guru dari SMPN Ainiba Kecamatan Kakuluk Mesak yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Selain itu, terdapat tenaga guru yang tidak layak mengajar, dimana background pendidikan tidak sesuai mata pelajaran yang diasuh.
Untuk meloloskan Teko “titipan”, ada sekolah yang gurunya tidak memenuhi syarat.
Selain terjadi penumpukan guru, akibat revisi SK yang tidak cermat, menyebabkan adanya guru yang baru saja wisuda dan mengajar namun masa kerjanya pada SK sudah di atas tujuh tahun.
Tidak hanya itu, ada guru yang mengajar dan sempat berhenti lalu mengajar lagi tapi lama pengabdiannya diakumulasi. Sehingga seolah guru tersebut sudah mengabdi di atas tujuh tahun.
Ada pula guru yang data Dapodiknya rangkap di dua sekolah, dimana hal ini mestinya tidak terjadi karena sistim kerja Dapodik sudah online.
Benediktus Hale anggota DPRD Belu dari Partai Golkar menegaskan, dari sejumlah persoalan yang ditemui pasca dilakukan revisi SK, kelihatan data yang diambil Inspektorat dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belu tidak berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang ada pada setiap sekolah.
“Hari ini kami sebatas menerima data yang ada. Ini merupakan koreksi dan akan segera kami sampaikan ke Pemda. Ternyata hasil revisi SK juga masih menimbulkan masalah. Hasil revisi bukan menyelesaikan masalah tapi tetap menumbulkan masalah,” tegas Benediktus.
Benediktus menjanjikan pengaduan yang disampaikan akan diteruskan ke Pimpinan DPRD Belu. Sebab, saat guru datang mengadu pimpinan DPRD Belu tidak berada di tempat.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Ardy Abba