Kupang, Vox NTT-Keterangan terdakwa kasus korupsi NTT Fair, Yulia Afra dalam persidangan beberapa waktu lalu terkait keterlibatan mantan gubernur NTT, Frans Lebu Raya dinilai tidak mendasar.
Hal itu disampaikan kuasa hukum terdakwa, Hadmen Puri, Samuel Haning kepada sejumlah wartawan di Kupang pada Senin 18 November 2019.
Menurut Samuel Haning, pengakuan Afra mengantar uang ke Frans Lebu Raya tidak didukung alat bukti yang kuat. Sehingga pembuktian hukumnya lemah.
“Katanya dia antar uang dua kali, tetapi tidak ada saksi yang melihat. Tidak ada saksi lain yang melihat bahawa FLR terima uang,” ujar Haning.
Sesuai pengakuan kliennya, Hadmen Puri, ia tidak menyerahkan uang ke Lebu Raya. Uang tersebut diberikan ke Yulia Afra melalui transferan sesuai permintaan Yulia Afra.
“Klien saya transfer uang sesuai permintaan Yulia Afra yang meminta fee 2,5 persen, bukan permintaan Lebu Raya,” katanya.
Sesuai fakta sidang, kata dia, penyidik tidak punya cukup bukti untuk menetapkan Lebu Raya sebagai tersangka.
“Dalam sidang jaksa tidak pernah ajukan bukti transferan untuk Lebu Raya, yang ada hanya untuk Yulia Afra. Silahkan saja jaksa bicara, tetapi resikonya harus dipikirkan,” tandasnya.
Samuel pun berharap, para dapat memberikan keterangan yang jujur agar pelaku lain bisa terungkap.
Tak Mampu Buktikan Keterlibatan Lebu Raya
Sementara pengamat hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Karolus Kopong Medan mengatakan, tidak ada bukti hukum yang kuat untuk menjerat Frans Lebu Raya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek itu.
Keterangan terdakwa Yulia Afra terkait keterlibatan Lebu raya yang sejak awal kasus ini digembar-gemborkan sebagai orang yang ikut terlibat dalam kasus tersebut, justru semakin tidak terbukti.
Berbagai keterangan yang terungkap selama persidangan, menurut dia, semakin memperlihatkan tidak cukup bukti untuk menjadikan mantan gubernur NTT dua periode itu sebagai tersangka, sekalipun dalam sidang Yuli Afra mengungkapkan, beberapa kali menyerahkan fee kepada Lebu Raya baik melalui ajudan maupun olehnya di ruangan kerja gubernur.
Kata Kopong, keterangan terdakwa Yuli Afra tersebut tentunya tidak serta-merta memiliki nilai pembuktian atas kasus korupsi NTT Fair.
Dijelaskannya, keterangan yang demikian itu baru bisa bernilai pembuktian, ketika keterangan itu didukung dan memiliki keterkaitan yang erat dengan alat bukti yang lain, seperti keterangan terdakwa lain, keterangan para saksi, alat bukti surat, dan sebagainya.
“Majelis hakim tentunya tidak percaya begitu saja dengan keterangan terdakwa Yuli Afra tesebut. Apalagi keterangannya itu tidak didukung oleh bukti petunjuk lain untuk membenarkan pemberian fee kepada mantan gebernur FLR itu, sungguh benar adanya. Misalnya, saat memberikan fee itu disaksikan oleh orang lain, ada namanya terdaftar di buku tamu saat penyerahan fee, ada bukti kwitansi, dan sebagainya,” ujarnya kepada wartawan.
Terkait keterangan Yuli Afra di persidangan bahwa Lebu Raya sempat berulang-ulang menyampaikan terima kasih atas pemberian fee proyek tersebut, kata dia, tidak ada bukti petunjuk yang bisa digunakan untuk meyakinkan majelis hakim bahwa benar, Lebu Raya menyampaikan hal itu kepada Yuli Afra.
Bahkan sangat mengherankan, ketika mantan Kadis PUPR tersebut tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah uang yang sudah diserahkan kepada FLR. Dia bahkan hanya memperkirakan saja jumlah uang yang diberikan kepada FLR kurang lebih di atas Rp 100 juta.
Karena itu, tegas dia, keterangan terdakwa Yuli Afra tersebut patut diragukan kebenarannya, karena selain sering berubah-ubah atau tidak konsisten, tetapi juga tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan.
“Akibatnya, banyak keterangan dari terdakwa Yuli Afra dalam perspektif hukum acara pidana tidak bernilai pembuktian. Dalam hal ini berarti, keterangannya itu tidak dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa hukum,” tandas Kopong. (VoN)