Ruteng, Vox NTT- Lomba penulisan karya sastra berupa cerpen dengan tema Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) memiliki sejumlah catatan penting dari tim juri.
Perlombaan dalam rangka Lustrum Klinik Jiwa Renceng Mose ini diinisiasi oleh Yayasan Karya Bakti Ruteng dan Klub Buku Petra.
Kegiatan perlombaan telah melewati beberapa tahapan penilaian hingga akhirnya terpilih 5 besar sebagai karya terbaik.
Lima besar cerpen tersebut ternyata tidak lepas dari sejumlah kesalahan elementer.
Baca Juga: Tiga Cerpen Bertemakan ODGJ Jadi Pilihan Karya Terbaik
Kesalahan seperti penggunaan kalimat-kalimat yang tak efektif, kesalahan ejaan dan tanda baca, dab pemilihan diksi yang tak hati-hati.
Bahkan silap yang memberikan dampak serius pada otoritas pengarang, seperti kesalahan informasi faktual dalam narasi.
Kesalahan-kesalahan tersebut tampaknya disebabkan oleh kerja penyuntingan yang tergesa-gesa dan riset yang digarap ala kadarnya.
“Dengan demikian, kelima cerpen terpilih bisa dibilang sebagai minus malum, cerpen-cerpen yang memiliki kadar kesalahan paling sedikit, cerpen-cerpen yang mempunyai tingkat kesalahan yang masih dapat dimaafkan,” tutur A.N Wibisana salah satu dewan juri dalam perlombaan itu, Selasa (10/12/2019).
Ia juga mengungkapkan kekecewaannya. Tema semenarik ini, para cerpenis tampak menggarap isu ODGJ berdasarkan pengamatan minim riset.
Ada spektrum tipe gangguan jiwa yang sangat luas—apakah para cerpenis membaca buku pedoman gangguan jiwa- Diagnostic and Statistical Maual of Disorders-Fifth Edition (DSM-5), atau paling tidak ikhtisarnya—tetapi nyaris semua cerpen tergiring membahas ODGJ dengan sederhana sebagai “orang gila”.
Beberapa cerpen membahas post traumatic stress disorder (PTSD)- gangguan jiwa setelah trauma, tetapi subyek permasalahan favorit para cerpenis itu adalah pemasungan, stigma.
“Betul pemasungan adalah problem krusial di NTT atau di Jawa Barat mungkin paling krusial juga, tetapi sayembara ini jelas-jelas diadakan sebagai salah satu bentuk pengarusutamaan isu ODGJ, bukan semata advokasi untuk masalah pemasungan,” jelasnya.
Direktur Klinik Jiwa Renceng Mose dr. Ronald Susilo, yang juga berperan sebagai salah satu juri pada lomba ini mengatakan, kesalahan tersebut membuktikan bahwa penulis-penulis dari NTT belum menaruh minat yang besar pada dunia literasi. Barangkali, aku Ronald, perlu dilakukan penelitian terkait hal ini.
Ketidaktertarikan penulis-penulis ini bisa terjadi karena membaca dan menulis tidak menghasilkan uang dalam waktu yang cepat.
“Dengan bahasa yang lebih sederhana, menulis tidak dapat memberi kehidupan yang layak. Akhirnya, akan muncul istilah, menulis itu butuh bakat, bukan usaha. Jika ini terjadi, maka hilanglah daya saing kita di semua bidang. Ingin melakukan sesuatu, yang dipikir pertama kali adalah bakat bukan bagaimana caranya,” tutur Ronald.
Secara keseluruhan, ia sependapat jika cerpen dengan tema ODGJ yang masuk ke meja juri, kualitasnya belum sesuai dengan harapan.
Sebagian besar cerpen ditulis dengan tergesa-gesa, sehingga banyak penggunaan tanda baca yang tidak tepat, pemilihan kata yang kurang pas, nalar atau logika sebuah cerita tidak dibangun dengan baik, judul yang masih belum provokatif, tokoh yang diciptakan tidak terasa hidup ketika dibaca, teknik penceritaan yang itu-itu saja dan masih banyak lagi yang sebenarnya bisa disebutkan.
“Ini tentu saja akan menjadi pekerjaan ekstra bagi editor ketika harus menyunting cerpen-cerpen yang akan dikumpulkan menjadi antologi nantinya,” tutup Ronald.
Sumber: Rilis
Editor: Ardy Abba