Borong, Vox NTT-Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Manggarai Timur (Matim), Yosef Durahi menginginkan kepala desa yang terbukti korupsi harus diproses sesuai aturan yang berlaku.
“Saya mau kepala desa yang korup itu masuk masuk penjara,” tegas Yosef saat berdialog dengan warga Kampung Lemo, Dusun Deru, Desa Mokel, Kecamatan Kota Komba di Ruang Rapat Kantor Bupati Matim, Senin (13/01/2020).
Menurut pria berdarah Elar itu, keinginan tersebut bukan karena iri hati dengan apa yang dimiliki oleh kepala desa, melainkan banyak program desa justru tidak berkualitas bahkan belum juga dikerjakan.
“Yang saya lihat selama ini dana desa yang miliaran rupiah itu, yang ada perubahan signifikan itu kepala desa dengan kelompok-kelompoknya,” katanya.
Kadis Yosef juga menjelaskan, ke depan pihaknya akan turun bersama aparat Kepolisian di setiap desa. Hal itu dilakukan apabila ada laporan dugaan penyelewengan dana desa.
Inspekorat Audit Harus Sapu Bersih
Dikatakan Yosef, inspektorat Matim sudah melakukan audit khusus di setiap desa yang menggelar Pilkades beberapa waktu lalu.
“Apabila tidak ada temuan lalu ada pengaduan dari masyarakat. Maka saya juga tidak tahu. Mungkin saja Kades itu menolak untuk diperiksa,” ujarnya.
Menurut mantan camat Elar itu, ke depan pihaknya akan membantu Insepektorat untuk memberikan dokumen setiap desa agar diaudit.
“Selama ini untuk dapat RABS, kepala desa banyak alasan. Sehingga ke depan kami akan ambil RABS. Supaya kami tahu setiap pekerjaan fisik itu berapa anggarannya dan berapa realisasinya,” tukasnya.
Dikatakannya, DPMD selama ini terkendala dengan hal teknis, khusus untuk memastikan proyek di desa apakah berkualitas atau tidak.
Selain itu Kadis Yosef juga meminta agar Inspektorat melakukan audit sapu untuk bersih. Kalau ada kepala desa terbukti melakukan penyelewengan dana desa, maka harus diproses sesuai aturan yang berlaku.
Sementara itu Wakil Bupati Matim, Jaghur Stefanus mengatakan semua laporan dari masyarakat Desa Mokel akan ditindaklanjuti.
Dia juga meminta agar Inspektorat segera turun ke desa tersebut untuk melakukan pemeriksaan.
“Koordinasi dgan pihak keamanan dan melakukan pemeriksaan dari awal sampai akhir,” katanya.
Dalam laporannya warga Kampung Lemo menyampaikan beberapa pengaduan yakni,
Pertama, Anggaran Dana Desa Mokel untuk program pengerjaan Rabat Beton Kampung Lemo sebesar Rp 76.300.000 (Tuju puluh enam juta tiga ratus ribu rupiah) dengan panjang jalan yang akan
dikerjakan 90 meter yang belum direalisasikan sampai sekarang.
Kedua, Penderopan material (pasir dan kelikir) oleh pihak kontraktor atas printah kepala desa tanpa sosialiasi terlebih dahulu.
Ketiga, Masyarakat menilai bahwa material (pasir) yang diderop tidak berkualitas. Alasannya pasirnya berwarna – warni yang berasal dari tiga sumber yakni, Pasir Mondo, Nceang, dan Wae Muku .
Untuk itu, masyarakat mengadakan musyawarah pada tanggal, 18 Agustus 2019 lalu dengan agenda penolakan jenis pasir yang bersumber dari Wae Muku dan Nceang
Keempat, Terkait dengan dua jenis pasir tersebut masyarakat menyampaikan kepada pengadaan material atas nama Mateus Busur untuk tidak menderop lagi pasir jenis Wae Muku dan Nceang.
Namun jawaban dari pihak pengadaan material (supplier) bahwa dirinya diperintah oleh Kepala Desa Mokel Vincentius Ran Riwu dan Bendahara Desa Yulius Sariman. Permohonan kami masyarakat tidak diindahkan.
Kelima, Pada saat Musrenbangdes tahun anggaran 2020 yang dilaksanakan pada 14 Oktober 2019, salah satu tokoh masyarakat Kampung Lemo atas nama Fansius Jebarus
menyampaikan di depan forum terkait pengadaan material di kampungnya itu. Saat itu disaksikan oleh Camat Kota Komba serta rombongannya.
Namun tanggapan dari TPK Desa Mokel atas nama Cerli Sem “Kami selaku TPK Desa Mokel tidak pernah mengeluarkan surat perintah kerja kepada pihak pengadaan material (Bapak Mateus Busur) itu mungkin kongkalikong antara kepala desa dan (pihak) pengadaan material”
Keenam, Pada 12 Januari 2020 pihak TPK Desa Mokel baru turun ke lokasi untuk mengadakan sosialisasi terkait pengerjaan Rabat Beton tersebut. Namun masyarakat Kampung Lemo tetap
menuntut kepada pihak TPK untuk tidak menggunakan lagi pasir tersebut karena dianggap pasir ilegal, sesuai dengan pernyataan TPK pada rapat Musrenbangdes tahun anggaran 2020.
Masyarakat Kampung Lemo merasa tidak puas dengan sikap dan tindakan pihak aparat Desa Mokel terkait dengan program pembangunan yang tidak adil, merata dan sangat tidak transparan.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba