Oleh: Paul Ama Tukan
Anggota Kelompok Menulis di Koran (KMK) Ledalero, Maumere.
NTT sering disebut-sebut sebagai provinsi dengan tingkat toleransi yang patut dicontohi oleh provinsi lain. Wacana tentang provinsi dengan tingkat toleransi yang tinggi ini kerap kali membuat kita bertanya lebih jauh, apakah masyarakat di seluruh daerah NTT sungguh-sungguh toleran? Paling kurang kita menghendaki ada sejumlah data formal atau fakta integritas kinerja pemerintah yang dapat dijadikan acuan untuk menggambarkan fakta toleransi beragama di NTT.
Jika tidak demikian, gambaran toleransi di NTT seolah-olah hanya sebuah kesan biasa dari pengalaman personal yang hanya dialami sejumlah orang dan kemudian menggeneralisasi NTT sebagai daerah dengan tingkat toleransi yang tinggi. Hemat penulis, toleransi tidak sekedar sebuah nilai internal yang dibumikan dalam kesadaran penuh setiap masyarakatnya. Toleransi perlu mendapat perhatian secara taktis dalam kebijakan pemerintah.
Tak dapat disangkal, gambaran tentang wilayah toleran pun dapat menjadi suatu tantangan. Jika sebatas asosiasi umum, peluang-peluang itu bukan tidak mungkin dapat disiasati oleh kaum radikalis untuk melancarkan serangan.
Pada kamis 16 Januari 2020 Kementrian Agama (Kemenag) memberikan penghargaan kepada Wali Kota Kupang, Dr. Jefry Riwu Kore, MM, MH sebagai kepala daerah yang berkontribusi dalam bidang pendidikan keagamaan dan keagamaan di Kota Kupang sekaligus sebagai kepala daerah yang berpartisipasi mendukung program moderasi beragama dan penguatan fungsi penyuluh agama.
Sebagaimana diberitakan detikindonesia.co, penghargaan ini diberikan pada momentum peringatan Hari Amal Bhakti ke – 74 Kementrian Agama RI tahun 2020. Di samping sebagai suatu pencapaian integritas pemerintah kota dalam strategi pembangunan masyarakat, penghargaan inipun merupakan suatu ikhtiar toleransi bagi segenap masyarakat NTT. Nilai toleransi dengan demikian dapat diejawantahkan sebagai kinerja formal praksis pemerintah yang dapat menunjukan suatu khazanah dan keunikan adab kota.
Pemerintah sebagai Poros
Penghargaan yang diterima Wali Kota Kupang ini merupakan suatu pencapaian kinerja yang kombinatif dalam tubuh pemerintahan. Sejauh ini, pemerintah Kota Kupang amat berperan dalam pembangunan keagamaan masyarakatnya. Hal ini terbukti lewat bantuan-bantuan operasional fasilitas rumah ibadat dan prasarana keagamaan. Sebagaimana diakui oleh Wali Kota Kupang, pemerintah menjalankan satu program setiap tahun yakni pemberangkatan Jemaah haji, bahkan pada 2019 pemerintah memberikan bantuan Umroh bagi 10 orang yang diseleksi MUI Kota Kupang.
Di samping itu, pemerintah pun turut memfasilitasi kegiatan lintas keagamaan lainnya seperti kegiatan orang muda katolik, pelaksanaan natal bersama masyarakat kurang mampu, pelaksanaan pawai ogoh-ogoh dalam rangka perayaan hari raya Nyepi umat Hindu di Kota Kupang, pelaksanaan kegiatan pesparani tingkat Kota Kupang dan masih banyak kegiatan lainnya. Program dan pelbagai kegiatan yang diusung pemerintah ini patut diapresiasi karena telah membantu masyarakat dalam pengembangan rukun keagamaan dan membangun semacam amanah toleransi antar umat beragama. Di tengah mayoritas agama tertentu, pemerintah masih menaruh perhatian pada pemeluk agama-agama minoritas tanpa tebang pilih.
Adanya perhatian besar pemerintah Kota Kupang dalam bidang keagamaan inipun menjadi suatu bukti partisipasi pemerintah kota dalam mendukung program moderasi keagamaan. Tugas moderasi keagamaan menjadi suatu tanggung jawab bersama dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia ketika isu-isu sentimen agama mulai santer memenuhi ruang publik demokrasi. Sebagaimana terjadi di beberapa kota, sentimen agama menjadi penyulut api perpecahan antar masyarakat dan mencederai nuansa keberagaman. Suatu tanggung jawab yang tidak ringan ketika agama-agama mulai ditunggangi dengan pelbagai kepentingan parsial dan memicu adanya radikalisme dan intoleransi. Menguatnya persinggungan isu-isu agama adalah proyek besar pemerintah dalam melestarikan nilai keberagaman di Indonesia.
Pemerintah Kota Kupang dalam hal ini telah menginisiasi suatu model pemerintahan yang tanggap terhadap setiap peluang nilai yang telah tertanam dalam masyarakatnya. Nilai-nilai diberdayakan dengan pelbagai kegiatan dan program sebagai suatu kerja praksis formal pemerintah. Ada dua poin yang sekurang-kurangnya menjadi indikasi integritas yang berkesinambungan dalam pemerintah Kota Kupang dan upaya moderasi keagamaan.
Pertama, program-program yang dijalankan pemerintah sejalan dengan misi ke enam pemerintah Kota Kupang yakni Membangun Kota Kupang sebagai Rumah Besar Persaudaraan dan Kerukunan Lintas SARA. Kita mendapati suatu konsistensi pemerintahan dalam menjalankan fungsi kekuasaannya. Suatu indikasi bahwa pemerintah memiliki prospek kerja yang jelas dan terarah. Konsistensi ini tentunya menjadi suatu nilai lebih tatkala toleransi menjadi agenda besar dalam mewujudkan tata kelola kota untuk menghadirkan suatu nuansa persaudaraan dan keakraban. Pemerintah mampu melihat peluang dari nilai-nilai terberi (pregiven) yang telah tertanam dalam masyarakat.
Kedua, dalam upaya mencapai misi di atas, pemerintah melibatkan masyarakat sebagai pihak yang memiliki peranan sangat penting. Ambil misal, diresmikannya kelurahan Fatubesi sebagai kampung kerukunan di Kota Kupang yang digagas oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Upaya ini menjadi suatu indikasi bahwa masyarakat turut dilibatkan dan menjadi sentral misi Kerukunan dan Persaudaraan yang telah digagas. Berkat usaha ini, pemerintah menunjukan suatu “jalan terang” yang memacu kesadaran setiap masyarakat akan betapa pentingnya hidup bersama dalam keyakinan yang berbeda-beda. Suatu aksi yang dapat mengatasi tegangan persinggungan kepentingan yang dilatari basis-basis keyakinan.
Adapun, hibah yang diberikan pemerintah kota kepada umat beragama Budha untuk membangun rumah ibadat menjadi suatu panorama yang menyejukkan nuansa kebihnekaan dengan amanah yang kurang lebih sama, bahwa upaya menempatkan keharmonisan bersama dengan agama-agama minoritas adalah proyek besar dalam menciptakan moderasi keagamaan di seluruh wilayah NKRI.
Menjadi Referensi Daerah Lain
Ikhtiar toleransi dalam lingkup Kota Kupang sesungguhnya telah lama menjadi suatu contoh dalam perwujudan nilai toleransi di NTT. Pada 2018 silam, Kota Kupang misalnya, telah masuk dalam nominasi 10 besar kota dengan skor indeks toleransi tertinggi berdasarkan Survey Indeks Kota Toleran di 94 Kota seluruh Indonesia.
Survei ini dilakukan oleh SETARA Institute dengan memperhatikan secara khusus komposisi penduduk dalam kota yang dibagi berdasarkan empat variabel: regulasi pemerintah, tindakan pemerintah, regulasi sosial dan demografi agama (detikindnesia.co).
Hemat penulis, penghargaan yang diterima Wali Kota Kupang bukan merupakan suatu hal yang baru dan sepatutnya telah menjadi semacam referensi penting dalam meningkatkan kinerja pemerintah daerah lain di wilayah NTT. Tentu, pencapaian ini menjadi semacam “rambu-rambu” bahwa toleransi tidak hanya sebatas suatu kesan umum tetapi juga dapat diukur, diverifikasi dan menjadi basis penetapan agenda kinerja pemerintah.
Saatnya, langkah pemerintah Kota Kupang ini patut menjadi rujukan bagi pemerintah daerah lain di NTT. Moderasi keagamaan dan ikhtiar toleransi perlu menjadi suatu agenda dalam kinerja pemerintah mengingat nilai toleransi adalah nilai yang harus dilestarikan. Dengan adanya upaya praksis formal pemerintah dalam merumuskan program-program kerja, keadaban hidup keagamaan kian dilestarikan dan berdampak pada keasadaran beragama yang baik. Keakraban bernegara akan terasa sekalipun kita hidup dalam keyakinan yang berbeda.
Kiranya, penghargaan yang diterima Wali Kota Kupang dan pemerintahannya dapat menginspirasi sejumlah pemimpin daerah lain di NTT dalam mewujudkan moderasi keagamaan dan meningkatkan keadaban beragama dalam masyarakat agar masyarakat tumbuh dengan kesadaran yang moderat tentang agamanya dan agama-agama lain.