Kupang, Vox NTT-Komunitas Perantau asal NTT di Malaysia menyayangkan perlakuan warga dan kepala desa Golo Leda terhadap Paulus Arman, seorang pria asal Kampung Lopa, Desa Golo Leda Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Flores.
Paulus yang baru tiba dari Malaysia pada Rabu, 25 Maret 2020 itu bukannya disambut ramah oleh warga kampung, melainkan mendapat perlakuan tak enak akibat penolakan warga kampung.
Ia bahkan dicap sebagai ‘setan’ yang datang menghantui warga sehingga terpaksa mengisolasikan dirinya ke kebun tanpa merasakan motivasi dan penguatan psikologis.
Kisah penolakan terhadap mereka yang pulang kampung di tengah kepanikan akibat pandemi Corona tidak hanya dialami Paulus.
Baca: Paulus Isolasi Diri di Kebun, Tim Penanganan Covid-19 Pemkab Matim Siap Turun Lokasi
Hal serupa juga terjadi di Sikka. Nasib malang tersebut menimpa ZL (35) warga Kecamatan Palue. Lebih parah lagi, bukan hanya ZL yang diusir. Anggota keluarga ZL termasuk ibunya pun yang sudah renta ikut diusir.
ZL diketahui baru pulang dari Batam beberapa hari yang lalu. Ia tiba dengan pesawat di Maumere dan langsung menuju kampungnya di Palue.
ZL sendiri dikabarkan berstatus orang dalam pemantauan (ODP) Covid-19.
Baca Juga: Buntut Isolasi 14 Hari, Perangkat Desa di Sikka Ini ‘Alih Profesi’ Jadi Pengrajin Bambu
Setelah beberapa hari di rumah, kehadiran ZL di kampungnya ditolak warga lain. Ibu, saudari kandungnya dan seorang keponakan berusia 8 tahun yang didatanginya pun turut ditolak warga.
Menanggapi dua kasus tersebut, Herry Nero, perantau asal Manggarai yang sekarang masih bekerja di Malaysia mengaku tersinggung dan sakit hati.
Ia memang memahami kepanikan warga NTT terkait wabah Covid-19, namun menurut dia caranya bukan seperti itu.
“Cara seperti itu sangat menyinggung perasaan kami yang lagi di perantauan. Kehadiran mereka memang bukan di saat yang tepat, tetapi kalau cara seperti ini terus subur, bakal menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Ia juga menyebut cara seperti itu sebagai pembunuhan secara halus bagi perantau yang pulang.
“Sangat disayangkan betapa rendahnya pemahaman Pemdes kita terkait wabah Covid-19 ini, seharusnya pemdes atau pemda mengedukasi masyarakat agar masyarakat bisa mengerti bagaimana virus corona berjangkit dan bagaimana mencegahnya tanpa harus membuat orang lain luka batin. Kalau seperti ini namanya pembunuhan secara halus” ungkapnya saat menghubungi VoxNtt.com Rabu (1/04/2020) malam.
Hery yang sudah berdiskusi dengan perkumpulan perantau asal NTT di Malaysia juga berharap kasus ini tidak terulang lagi.
Para perantau berharap agar setiap desa di NTT sebaiknya membangun posko Covid-19, sehingga orang yang masuk ke kampung bisa mendapat pemeriksaan awal.
“Jika memang ditemukan gejala, dirujuk baik-baik ke Rumah Sakit, bukan diusir seperti ini,” ungkapnya. (VoN)